Ketika muncul "Harmonies" (Harno - Hanies), obrolan di warung kopi dan emak-emak berkata, "Memang cocok, sesuai namanya."
Berbeda cerita ketika pasangan Pipitt - Umom beredar. Apa kata yang tepat mewakili pasangan ini? "Romantis".
Mengapa "Romantis"? Karena perempuan dan lelaki? Mungkin. Namanya juga obrolan.
Sebagian warga Rembang, yang tidak tahu, perlu mencari tahu, mengapa Pipitt di depan, Gusman di belakang.
Sejarah perpolitikan di Rembang sudah menyimpan banyak cerita, bagaimana nasib seorang wakil.
Status wakil memiliki konotasi sekaligus realitas kurang enak.
Orang kedua. Pendulang suara. Dipinang karena berstatus "hijau", alias santri, karena Rembang kota santri.
Pada awalnya romantis. Menceritakan betapa akrabnya, lalu setelah itu, tidak dapat proyek yang anggaran. Paling dikasih yang non-anggaran. Pemerintahan berjalan berat sebelah.
Setidaknya, sejak pilbup 2009, itulah yang terjadi.
Wakil yang disubordinasi, akhirnya protes, membelot, mendirikan barisan sendiri. Wakil tetaplah wakil. Sekali lagi, itulah yang pernah terjadi di kabupaten Rembang.
Kota lain, tetangga kita, banyak yang mengalami cerita serupa. Blora, Pati, Grobogan, Demak, Kendal, Kota Semarang, hampir semuanya seperti itu.
Jangan heran kalau kelak seorang wakil yang berjasa mendulang suara dan dipilih agar diterima kaum santri, akan diabaikan.
Apa yang nanti terjadi ketika calon bupati Rembang adalah seorang perempuan?
Perempuan modern sudah merasa isu ketidaksetaraan tidak layak mengemuka dalam perbincangan.
Ini bukan soal boleh dan tidak boleh. Ini masalah kapasitas. Mampu atau tidak mampu. Kuat atau nggak kuat.
Pada sisi lain, meskipun kepemimpinan perempuan masih kontroversial, ada saja dalil dan dalih untuk mengunggulkan calon perempuan.
Bukan soal agama. Begitulah politik.
Semua masalah terasa bisa diselesaikan, ketika masa pencalonan dan kampanye sedang berlangsung.
Pelabuhan Sluke yang aktif namun berstatus non-aktif bagaimana? Bisa kita selesaikan. Harga naik-turun tanpa kendali, pasar berteriak, bagaimana? Bisa kita selesaikan. Bupati dan beberapa kepala desa tersandera akibat kasus yang belum selesai, kelanjutannya bagaimana? Bisa kita selesaikan. Semua bisa diselesaikan, begitu kata politisi. Seperti pencalonan sebelumnya. Seperti pilbup sebelumnya. Hasilnya, adalah Rembang yang sekarang.
Kita sedang menipu diri sendiri ketika kemajuan Rembang kita tampilkan sebagai simulasi dan presentasi, demi laporan. Kita sedang menipu diri sendiri ketika ada gelagat tidak beres, kita diamkan.
Jangan terpesona melihat banner dan video, kata-kata yang overconfidence yang sebenarnya menyembunyikan keretakan. Kita tidak perlu pura-pura romantis kalau memang ada masalah.
Pipit - Umom "Romantis" hanyalah kelakar yang nggak nyambung. Bukti keraguan para pemilih, bahwa barisan mereka benar-benar romantis luar dalam. Bukan dukungan.
Perempatan Banyu Urip, Gunem, 6 September 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H