-
Setiap manusia adalah makhluk sempurna yang tidak sempurna. Yang hidup dalam dua realitas, lahir dan batin. Lahir yang serba terbatas dan batin yang serba tidak terbatas. Apa yang tampak lahir belum tentu sama dengan yang di batin. Demikian pula sebaliknya. Ada yang tersembunyi dan ada yang tidak tersembunyi. Bagi-Nya tiada yang tersembunyi.
Endapkan endap, cerita demi cerita yang hadir. Seperti kopi, beri waktu, beri ruang, beri kesempatan padanya untuk mengendap, agar ampasnya turun ke bawah, tinggallah sari kopi yang siap diminum, nikmat.
Nikmat hidup sering kali berasal dari cerita-cerita yang tidak nikmat, karena lahiriah yang biasanya terlebih dulu meresponnya, sehingga ada kalanya tergesa-gesa menyimpulkan betapa tidak nikmatnya. Tergesa-gesa protes dan marah, maka semakin kentallah rasa tidak nikmat itu, seperti menelan ampas kopi yang pekat yang sama sekali memang tidak nikmat.
Inilah kehidupan dunia, fatamorgana. Bila segala yang lahir itu dilenyapkan, bukankah tidak ada apa-apa, tidak ada siapa-siapa.
Nasib manusia sesunguhnya tak ada yang buruk, persepsinyalah yang membuat nasib itu tampak buruk. Semua manusia sebetulnya bernasib baik, semua manusia sebetulnya berada dalam keberuntungan. Bukankah Tuhan menghendaki kemudahan bagi manusia. Bukankah Tuhan tidak menghendaki kesukaran bagi manusia.
-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H