Mohon tunggu...
Arimbi Bimoseno
Arimbi Bimoseno Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Author: Karma Cepat Datangnya | LOVE FOR LIFE - Menulis dengan Bahasa Kalbu untuk Relaksasi | Website:http://arimbibimoseno.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Label Negatif yang Menumbuhkan Konsep Diri Negatif

21 Juli 2011   16:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:29 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ini bukti bahwa usia tua tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat kedewasaan seseorang dalam berpikir dan bersikap.

Setelah melewati masa bulan madu, eforia cinta berlalu, pasangan Erna dan Jody dihadapkan pada realitas yang utuh, apa adanya. Erna yang tadinya memaklumi jadwal pekerjaan Jody yang tidak menentu, kini mulai menuntut. Ia gerah melihat suaminya sering pulang tengah malam. Erna ingin suaminya pulang sore, sehingga ia belum terlalu mengantuk saat ingin bermanja-manja di pundak suaminya. Erna, senyumnya mulai jarang terlihat, berganti cemberut, berharap suaminya mengerti.

Jody tipikal pendiam, ia merasa dulu sudah menjelaskan bahwa jam kerjanya memang tidak menentu, ia harus siap bertugas kapanpun dibutuhkan. Melihat Erna cemberut, ia diam saja, tidak bertanya, padahal Erna sangat berharap ditanya.

Sampai suatu hari, tengah malam, Jody baru pulang, baru mau melepas baju, Erna berbicara dengan marah. "Papa tidak punya perasaan, tidak pengertian, apa pekerjaan lebih penting dari aku?! Apa ada sesuatu yang lain yang dirahasiakan?!" protes Erna, dengan suara gemetar menahan amarah.

Jody hanya tersenyum, tidak berusaha menjelaskan. Erna kesal dengan sikap suaminya itu yang menurutnya ogah-ogahan, tidak peduli, tidak peka pada perasaannya. Erna meninggalkan suaminya, pergi ke tempat tidur, berangkat tidur dengan membawa marah.

Hari-hari berikutnya, letupan-letupan kecil itu berulang.

Jody yang berpikir terlalu praktis, yang bicara sekali tentang satu hal lalu berpikir seharusnya istrinya mengerti, akhirnya gusar juga, dan yang keluar dari mulutnya adalah, "Kamu selalu curiga yang bukan-bukan, apa mau kubuktikan kalau aku benar-benar punya selingkuhan."

Erna jantungnya serasa berhenti sesaat, ternyata ia belum paham sepenuhnya bagaimana karakter suaminya. Di sini, Jody juga belum paham sepenuhnya karakter istrinya. Benturan-benturan kekagetan ini harus mereka lalui di awal-awal pernikahan.

"Kenapa kamu bicara seperti itu?" kata Erna, nelangsa, butiran air matanya menetes.

"Lho, bukankah kamu selalu curiga aku bermain-main di luar rumah?" kata Jody.

"Bukan itu maksudku," kata Erna.

"Aku tidak suka selalu dicurigai dan dituduh," kata Jody.

Kemudian Jody bercerita mengenai masa remajanya. Kala itu Ibunya selalu curiga dan menuduh bahwa ia suka main judi dan minum minuman keras. Jody menjelaskan bahwa ia tidak melakukan itu, tapi Ibunya tidak percaya. Karena selalu dilabeli tukang bohong, Jody kesal dan justru melakukan hal tersebut (judi dan minum minuman keras) untuk memuaskan Ibunya bahwa tuduhan Ibunya memang benar.

Erna terkejut mendengar cerita Jody. Sejak itu ia mulai berhati-hati menghadapi Jody.

"Kalau aku panas, dia semakin panas. Kalau aku dingin, dia semakin dingin. Kalau aku bersikap baik, dia semakin baik. Kalau aku bersikap buruk, dia semakin buruk. Kalau aku bersikap keras, dia semakin keras. Kalau aku bersikap mesra, dia semakin mesra. Kalau aku bersikap cuek, dia semakin cuek. Itu yang kupelajari dari karakter suamiku," kata Erna.

Pesan moral dari kisah Erna dan Jody :

"Orang tua seharusnya bersikap proporsional pada anak, menegur dengan cara tidak menghakimi, menegur dengan cara tidak menggunakan label-label negatif. Label negatif yang disematkan pada anak bisa membuat anak tumbuh menjadi pribadi dengan konsep diri negatif. Anak bisa merasa bahwa cap buruk orang tuanya mengenai dirinya itulah dirinya."

"Suami dan istri adalah dua pribadi berbeda, akan berbeda selamanya, dan itu bukan masalah. Suami atau istri yang menyadari ini dan terus-menerus mengembangkan kemampuan berkomunikasi, bisa menyampaikan pikiran dan perasaannya pada pasangannya dengan cara yang baik, bisa membaca situasi dan kondisi, akan memudahkan pasangan memahaminya. Kesalahpahaman yang tidak perlu bisa dihindari."

"Tak ada suami-istri yang cocok, yang ada adalah mencocok-cocokkan. Pernikahan adalah kompromi suami-istri seumur hidup."

"Seseorang, dengan terus belajar (entah bicara dengan orang yang lebih mengerti atau melalui bacaan-bacaan yang relevan), akan bisa mengatasi masa lalunya yang tidak menyenangkan dengan orang tuanya, lalu memutus mata rantai pengalaman buruk itu. Di titik ini, seseorang ini mengoreksi pola asuh orang tuanya, dan tak akan mengulangi kesalahan serupa pada anaknya kelak."

"Seseorang yang belum menyelesaikan pengalaman buruknya di masa kecil atau masa muda, bisa tumbuh dengan konsep diri negatif, hingga menjadi orang tua berjiwa anak-anak."

Itulah mengapa belajar tak mengenal kata selesai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun