Faktor Kemunduran Umat Islam sekarang karena tidak tabayyun yakni keharusan malukan verifikasi. Misalnya pada budaya membaca Al-quran banyak yang tidak memahami dan mencari tahu lebih dalam tentang maksud dan makna dari apa yang dibaca.
Akibat tidak melakukan tabayyun tersebut banyak orang Indonesia mengalami gejala mental yang tertinggal, misalnya muncul rasa takut terhadap hal-hal mistis seperti hantu pocong, kuntilanak, dan lain-lain yang berasal dari tradisi lokal. Ini terjadi karena kegagaln berfikir kita yang tidak punya daya konfirmatif (tabayyun).
Pada masa Islam awal ketika zaman Rasul ada yang punya bukti perkembangan sains di masa rasul. Seperti kebiasaan beliau yang paling sederhana misalnya jangan meniup makanan/minuman ketika panas, jangan minum atau kencing sambil berdiri, dll.
Banyak penemuan barat itu berlandaskan dalil dalil Al-quran.misalnya dalam Q.S Al-Hadid ayat 25 tentang besi. Besi seiring berkembangnya zaman sesuai dengan narasi dalam surah Al-Hadid ayat 25, jika zaman dulu sebagai bahan alat-alat perang seperti Pedang, Baju Zirah, dll. Kini pada masa modern Besi juga memiliki kekuatan yang hebat. Kalo kita lihat secara zatnya dalam table periodik besi dinamakan Fe, dalam kandungnya terdapat beberapa zat seperti oksigen (28%), Magnesium (17%), Silikon (13%), Nikel (2,7), Belerang (2,7%), Kalsium (0,6), Alumunium (0,4), unsur-unsur lain (0,6). Yang saat ini kandungan itu salah satunya seperti uranium menjadi bahan dasar  dari Nuklir.
Islam dimasa sekarang harus apa?
Jika dilihat dalam matrik yang lebih luas, berbicara tentang Islam dan sains berarti berbicara tentang dua kebudayaan yaitu pemikiran Islam dan pemikiran barat modern. berbicara tentang pemikiran, Islam sekalipun, adalah berbicara hasil ikhtiar manusiawi yang juga merupakan bagian dari kebudayaan. Karena itu formulasi keseluruhannya bersifat relatif, walaupun bagian-bagiannya ada yang diakui absolut yakni hal-hal yang diambil langsung dari Alquran dan Hadis.
Proses seleksi dan modifikasi adalah proses yang umum dalam setiap kebudayaan. Itu pernah dilakukan sendiri oleh umat Islam pada masa awal perkembangannya di abad 8 dan 9 M. Umat Islam tidak semata menerima dan menolak begitu saja unsur luar, khususnya ilmu pengetahuan. Upaya kultural ini disebut A.I. Sabra sebagai "appropriasi", yakni upaya mencari, menguasai dan akhirnya melampaui budaya sebelumnya dengn konstruksi kebudayaan Islam itu sendiri.
Apropriasi sains dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk:
"apropriasi verbal" dan "apropriasi non verbal". Apropriasi verbal adalah penyesuaian sains dengan teks-teks suci baik Alquran dan hadis. Bentuk ini dapat dikelompokkan menjadi dua sub-bentuk lagi, yaitu: "tafsir ilmi" dan "legitimasi tekstual".
Tafsir ilmi merupakan eksplorasi ilmiah atas ayat-ayat Alquran yang umumnya oleh para pelakunya diyakini mengandung semua ilmu pengetahuan. Demikian halnya dengan hadis Rasulullah saw. Tapi penjelasan ilmiah atas Alquran terlihat lebih dominan sehingga memunculkan corak tafsir khusus dalam khazanah tafsir Alquran, yaitu tafsir 'ilmi. Isyarat ayat-ayat Alquran tentang fenomena alam ditafsirkan menurut teori-teori modern sehinggamemperlihatkan bahwa Alquran sejalan dengan teori modern walaupun telah diwahyukan 14 abad lalu.
Bentuk kedua adalah "legitimasi tekstual", dalam bentuk mencarikan dasar tekstual yang sesuai untuk melegitimasi kebenaran suatu teori sekaligus memperlihatkan kebenaran teks suci (Alquran-hadits). Ini umumnya dilakukan oleh para peminat sains muslim yang dengan upaya itu dapat menunjukkan kebenaran Alquran atau hadis sekaligus mengakui kebenaran suatu teori. Ketika teori itu tidak menemukan legitimasinya dalam teks suci, teori itu akan ditolak karena dianggap tidak benar. Itu didasarkan keyakinan bahwa teks suci Islam baik Alquran atau hadis kebenarannya bersifat absolut. Kasus teori evolusi Darwin adalah contoh fenomenal dalam hal ini yang menampilkan konflik agama dan sains. Bentuk penyesuaian verbal ini disebut Sardar dengan "Bucailisme", karena Maurice Bucaille---ahli bedah dan embriologi berkebangsaan Prancis---merupakan salah satu tokoh terpenting yang mempopulerkan kecenderungan ini terutama melalui bukunya La Bable, le Coran et la science. Bahkan upaya seperti ini juga ada yang menyebutnya integrasi antara sains Alquran dan sains modern.
Bentuk kedua, "apropriasi non-verbal" berupa rumusan konseptual penyesuaian sains Barat modern dengan fondasi dan konstruksi Islam secara menyeluruh, bukan sekadar penyesuaian dengan potongan-potongan pernyataan tekstual kitab suci. Upaya ini kemudian sering dikenal dengan "islamisasi", karena berupaya membangun rumusan konseptual sains yang islami, yaitu sains yang sesuai dengan doktrin, dasar, pandangan dunia serta tradisi Islam. Dalam upaya ini muncul tiga aliran: (1) fundamentalis, (2) adaptasionis, (3) metafisik. Kubu yang terakhir dapat dibagi lagi menjadi tiga: (a) tradisionalis, (2) filosofis-sufistik, (c) akomodasionis.