Mengenai Kesadaran Manusia
Sartre mengungkapkan bahwa keberadaan manusia pada dasarnya keberadaan yang terlempar begitu saja tanpa manusia pernah menghendakinya. Sartre melihat tidak ada yang lebih menakjubkan dalam hidup ini selain gejala kesadaran. Kesadaran manusia menurut Sartre adalah kekosongan. Alasannya, pertama, karena kesadaran adalah kesadaran diri. Kesadaran bisa melepaskan dirinya dari objek-objek sehingga menyadari bahwa dirinya bukan objek-objek tersebut. Kedua, kesadaran adalah kekosongan karena dunia seluruhnya berada di luar dirinya.
Sartre mengungkapkan adanya tiga sifat kesadaran manusia. Pertama, kesadaran bersifat spontan. Artinya, ia dihasilkan bukan dari ego atau kesadaran lain. Ia menghasilkan dirinya sendiri. Kedua, kesadaran bersifat absolut. Artinya, kesadaran tidak menjadi objek bagi sesuatu yang lain. Ketiga, kesadaran bersifat transparan. Artinya, kesadaran mampu menyadari dirinya. Kesadaran diri merupakan eksistensi manusia yang membedakannya dengan eksistensi benda-benda. Manusia mempunyai kemampuan menyadari dirinya. Dunia benda-benda membantu dalam pencapaian kesadaran diri manusia. Tanpa adanya benda-benda (etre-en-soi), maka kesadaran diri manusia tidak mungkin tercapai.
Sartre juga membedakan gagasan kesadaran manusia dalam kesadaran pra-reflektif dan kesadaran reflektif. Kesadaran pra-reflektif adalah kesadaran yang langsung terarah kepada objek tanpa usaha untuk merefleksikannya. Kesadaran pra-reflektif disebut juga sebagai kesadaran yang tidak-disadari karena subjek tidak sengaja memberi perhatian pada objek dan proses kesadaran. Misalnya, ketika saya membaca buku, kesadaran saya tidak terarah pada perbuatan saya yang sedang membaca, melainkan pada bahan (isi buku) yang sedang saya baca. Kesadaran reflektif adalah kesadaran yang membuat kesadaran yang tidak-disadari menjadi kesadaran yang disadari. Dalam kesadaran reflektif, subjek merefleksikan apa yang disadarinya. Misalnya, dalam kesadaran reflektif, kesadaran saya tidak lagi terarah pada buku yang tadi saya baca, melainkan pada perbuatan saya ketika tadi saya membaca buku.
Pada umumnya orang mengarahkan kesadarannya pada objek, bukan pada diri dan apa yang diperbuatnya. Kemudian, manusia memahami diri dan tindakan-tindakannya dengan kesadaran reflektif. Dengan merefleksikan apa yang diperbuatnya, manusia dapat memahami makna dari tindakan-tindakannya dan membawanya kepada pemahaman tentang dirinya. Dengan kesadaran reflektif, manusia menjadikan dirinya tidak hanya sebagai makhluk yang larut dalam objek, tetapi menyadari mengapa ia menanggapi suatu objek dan mengabaikan yang lain.
Kesimpulan
Sartre ingin menekankan bahwa keberadaan manusia di dunia memiliki berbagai kemungkinan untuk mencapai kepenuhan eksistensinya. Kelebihan manusia dari makhluk lain adalah manusia selalu memiliki pilihan dan berkemampuan untuk memilih. Manusia tidak diarahkan oleh sesuatu di luar dirinya. Manusia sendirilah yang menggerakkan dirinya, menentukan apa yang akan diperbuatnya dan mempertanggungjawabkan apa yang sudah diperbuatnya.
Kesadaran manusia didasari oleh keberadaan dirinya yang memiliki begitu banyak kemungkinan untuk memaknai dunia dengan pelbagai cara. Keberadaan manusia adalah etre-pour-soi (ada-bagi-dirinya). Maka dari itu, manusia bisa mengarahkan dirinya kemana saja, melakukan apa saja dan menjadi apa saja. Keberadaan atau eksistensi manusia memungkinkan dirinya memilih sesuatu berdasarkan kebebasannya.
Kesadaran manusia membuat dirinya tidak pernah ‘terbendakan’. Artinya, manusia tersebut bebas. Sartre mengungkapkan esensi dari kesadaran adalah kebebasan. Sartre seringkali menggunakan istilah kebebasan, seakan-akan kebebasan sinonim dengan kesadaran. Maka dari itu, timbul kesan bahwa kesadaran yang dicetuskan Sartre identik dengan kebebasan.Selanjutnya, persoalan yang muncul ialah bagaimana ketika satu manusia bebas berhadapan dengan manusia bebas yang lain? Menurut Sartre, perjumpaan antara dua manusia bebas akan menghasilkan konflik, karena yang satu pasti akan mengobjekkan yang lain untuk mempertahankan kesubjekannya. Kebebasanku ditentang oleh kebebasan orang lain. Demi mempertahankan kebebasan diriku, aku harus membendakan orang lain.
Pandangan kebebasan Sartre tampaknya cukup ekstrem karena relasi manusia dengan orang lain justru menimbulkan konflik. Namun, tetap ada unsur positif dari pandangan tersebut. Unsur positif dari kebebasan tersebut terletak pada eksistensi manusia, keberadaan manusia yang sejati, yang merupakan produk dari perbuatan-perbuatan bebas manusia. Sartre mengungkapkan bahwa menjadi diri kita sendiri hanya mungkin jika kita memilih sendiri dan menentukan sendiri bentuk eksistensi kita.
Abidin, Zainal. Filsafat Manusia-memahami manusia melalui filsafat. Bandung: Remaja Rosdakarya,2000