Mohon tunggu...
Arik Kris
Arik Kris Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Urgensi Berwiusaha dalam Islam

19 Desember 2016   21:41 Diperbarui: 19 Desember 2016   21:50 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Berwirausaha sudah menjadi bagian dari kegiatan sehari-sehari. Berwirausaha tidak lain hanyalah salah satu cara untuk memanfaatkan kemampuan unik seseorang yang dilakukan dengan membangun, memiliki, dan menjalankan usaha (bisnis) agar dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat. Dari berwirausaha manusia dapat memenuhi kebutuhannya, sebab bersiwausaha tidak jauh dari kegiatan berbisnis entah itu pada sektor pertanian, sektor perkebunan, sektor perikanan, sektor industri, dan sebagainya. 

Berwirausaha bisa dilakukan usia muda (remaja) sampai usia senja (dewasa). Namun berwiusaha tidaklah mudah, perlu adanya pemikiran-pemikiran baru (inovasi) sehingga usaha yang dilakukan dapat sukses. Anugerah Pekerti mengartikan kewirausahaan sebagai tanggapan peluang usaha yang terungkap dalam seperangkat tindakan serta membuahkan hasil berupa organisasi usaha yang melembaga, peroduktif, dan inovatif.

Berbeda dengan agama lainnya, Islam sebagai agama yang sempurna, tidak hanya mengajarkan umatnya perihal ibadah-ibadah ritual sebagai persiapan menuju akhirat. Namun Islam juga menganjurkan umatnya untuk mengambil bagian dari kenikmatan dunia dan berusaha dalam meraih kesejahteraan di dalamnya. salah satunya berwirausaha, Rasulullah SAW bersabda:

عَنِ المِقْدَامِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ، خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ، وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ» (رَوَاهُ الْبُخَارِى)[1]

Artinya: “Dari Miqdam RA, dari Rasul SAW bersabda: tidaklah seseorang makan makanan yang lebih baik daripada makan hasil kerjanya sendiri dan sesungguhnya Nabi Daud AS makan dari hasil buah tangan (pekerjaan) nya sendiri” (HR. Al-Bukhari).

Hadits di atas menjelaskan bahwa kita harus bekerja, bekerja juga bisa dalam bentuk berwiusaha (berbisnis), seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagai agama yang menekankan dengan kuat sekali tentang pentingnya keberdayaan ummatnya, maka Islam memandang bahwa berusaha atau berwirausaha merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Rasulullah SAW ternyata juga seorang wirausahawan yang dua puluh tahun lamanya mendedikasikan dirinya pada dunia wirausaha, yaitu sejak usia 12 tahun sampai dengan 37 tahun. Beliau adalah seorang wirausahawan yang cerdas dan jujur sehingga beliau disegani di Jazirah Arab. Dengan ini bahwa berwirausaha sudah ada sejak zaman Rasulullah bahkan mungkin zaman Nabi sebelum-belumnya.

Perkembangan dari berwirausaha juga sudah semakin luas. Hingga saat ini bahkan telah banyak orang yang berwirausaha namun melupakan syariat Islam. Padahal dalam agama Islam sudah sangat jelas diatur bagaimana cara umat Islam bertransaksi yang baik dan benar. Dalam Ilmu Fiqh Muamalah telah disebutkan dan dibedakan sebagai contoh jual beli yang dilarang dan diperbolehkan oleh Islam. Jual beli merupakan bentuk dari berwirausaha, pasti tidak akan jauh dari kegiatan jual beli. Sebagai unsur pertama dalam transaksi tersebut pastinya harus mengandung kehalalan, yang nantinya akan bermanfaat untuk lainnya.

Namun saat ini banyak sekali orang berbisnis tidak memakai cara yang halal, sebab didesaknya kebutuhan yang banyak sekali hingga membuat mereka melakukan berbagai cara demi mendapatkan untung yang banyak namun bermodal yang sedikit. Seperti contohnya dalam kota-kota yang besar mereka yang berbisnis dalam bidang makanan memakai bahan-bahan yang justru membahayakan misalnya borak, formalin, pewarna, dan sebagainya. hal ini tentunya sudah melenceng dari syariat Islam. Rasulullah SAW bersabda:

     عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ، لاَ يُبَالِي المَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ، أَمِنَ الحَلاَلِ أَمْ مِنَ الحَرَامِ»(رَوَاهُ الْبُخَارِى)[2]

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW bersabda: akan datang kepada manusia suatu zaman di mana mereka tidak peduli terhadap apa yang diperolehnya apakah berasal dari sesuatu yang halal atau haram” (HR. Bukhari).

Untuk itu sebagai umat Islam harus teliti dalam berbisnis, dengan semakin berkembangnya zaman telah menjadi tugas kita untuk mengkoreksi mana yang halal dan yang halal. Keberhasilan seorang wirausahawan dalam Islam bersifat independen. Artinya keunggulannya berpusat pada integritas pribadinya, bukan dari luar dirinya. Hal ini selain menimbulkan kehandalan menghadapi tantangan, juga merupakan garansi tidak terjebak dalam praktek–praktek negatif dan bertentangan dengan peraturan, baik peraturan negara maupun peraturan agama.

[1] Riwayat al-Bukhari, hadits ke 2078.

[2] Riwayat al-Bukhari, hadits ke 2059.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun