Mohon tunggu...
Ari Junaedi
Ari Junaedi Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar, Konsultan, Kolomnis, Penulis Buku, Traveller

Suka membaca, menikmati perjalanan, membagi inspirasi, bersilaturahmi

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menjajal Layanan LRT Harjamukti-Dukuh Atas

2 September 2023   16:03 Diperbarui: 4 September 2023   12:48 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi kota-kota besar dunia, ketersediaan layanan transportasi berbasis rel sudah menjadi pemandangan yang jamak. Jika sempat bertandang ke Istambul, Turki atau Amsterdam, Belanda, transportasi berbasis rel sudah lama keberadaannya.

Di dua negara tersebut, layanan kereta api ringan menjadi sarana yang efektif mengangkut warga dalam memenuhi kebutuhan transportasinya. Di Singapura, keberadaan kereta api MRT menjadi salah satu alat transportasi yang digandrungi turis mancanegara tidak terkecuali yang datang dari Indonesia.

Membayangkan kapan hadir keberadaan Mass Rapid Transportation (MRT) dan Light Rail Transit (LRT) di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia seperti mengibaratkan terbentuknya koalisi partai-partai tanpa "pengkhianatan".

MRT dan LRT hadir sebagai moda transportasi untuk mengurangi kemacetan dan memangkas waktu perjalanan. Tidak hanya itu, kehadiran MRT dan LRT saat ini juga sudah terintegrasi dengan transportasi umum lainnya seperti busway, feeder busway serta Jak Lingko.

Jika MRT seperti jurusan Lebakbulus -- Hotel Indonesia menggunakan sepasang rel untuk bergerak mirip seperti sistem transportasi kereta secara umum. Sedangkan, LRT memiliki rel ketiga yang berisi aliran listrik atau biasa disebut third rail.

Sasiun LRT Harjamukti di Cibubur, Depok awal dari perjalanan LRT ke Dukuh Atas (Foto: Ari Junaedi) 
Sasiun LRT Harjamukti di Cibubur, Depok awal dari perjalanan LRT ke Dukuh Atas (Foto: Ari Junaedi) 
Perbedaan yang paling mendasar dari keduanya adalah tempat MRT dan LRT beroperasi. Jika MRT beroperasi di bawah tanah dan juga jalur layang, LRT hanya beroperasi di jalur layang saja. 

Kehadiran LRT Harjamukti di Depok, Jawa Barat hingga Dukuh Atas, Jakarta serta Dukuh Atas--Jati Mulya, Bekasi melengkapi keberadaan LRT di Jakarta yang terlebih dahulu ada yakni jurusan Velodrome hingga Kelapa Gading.

Keberadaan LRT di Jakarta sebetulnya "kalah" duluan dengan LRT yang ada di Palembang yang membentang dari Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II ke Kompleks Olahraga Jakabaring, yang diresmikan pada 2018 silam.

Setidaknya, era pemerintahan Joko Widodo yang akan berakhir pada 20 Oktober 2024 telah meninggalkan "legacy" modernisasi transportasi terutama yang berbasis pada rel kereta. 

Untuk MRT trayek Lebak Bulus -- Hotel Indonesia serta LRT Palembang sudah pernah saya jajal, saya masih "penasaran" dengan moda Lintas Raya Terpadu jurusan Harjamukti -- Dukuh Atas yang diresmikan Presiden Jokowi pada Senin, 28 Agustus 2023 lalu.

Di tengah segala kontroversinya sebelum LRT Jabodebek diresmikan seperti tabrakan antar trainset LRT Nomor 20 dan 29 saat ujicoba di ruas Tol Jagorawi KM 12/600 Ciracas, Jakarta Timur, 25 Oktober 2021 lalu, isu "liar" soal longspan Kuningan salah desain serta tidak beresnya sistem persinyalan kereta hingga sinkronisasi trase kereta LRT, tampaknya LRT Jabodebek layak diapresiasi.

LRT Jabodebek adalah buatan anak negeri yang diproduksi PT Inka Madiun serta persinyalannya digarap oleh PT LEN Industri. Walau ketinggian pintu kereta LRT sempat dipersoalkan karena didesain dengan standar tinggi badan rata-rata orang Indonesia yang 160 cm, setidaknya kehadiran LRT tersebut menjadi jawaban dari komitmen pemerintah untuk mengatasi kemacetan dan polusi yang semakin mengkhawatirkan.

Dengan tarif promo Rp5.000 untuk jarak dekat maupun jauh, saya memulai perjalanan dari Stasiun LRT Harjamukti menuju Stasiun Dukuh Atas. Kebersihan dan ketertiban stasiun-stasiun LRT begitu terjaga, begitu pula keberadaan petugas yang sigap membantu penumpang yang membutuhkan informasi.

Kebersihan LRT Jabodebek begitu terjaga resik (Foto: Ari Junaedi)
Kebersihan LRT Jabodebek begitu terjaga resik (Foto: Ari Junaedi)
Perjalanan dari Harjamukti, Cibubur menuju Dukuh Atas di Jakarta Pusat yang berjarak 26 kilometer bisa ditempuh dengan waktu sekitar 40 menit. Waktu tunggu antar kereta atau headway hanya sekitar 3 -- 6 menit sehingga waktu tempuh LRT ini dengan kecepatan 40 kilometer per jam terasa singkat.

Efisiensi dalam hal waktu tempuh dan biaya transportasi dari penggunaan LRT dibandingkan moda transportasi lainnya sangat bertolak belakang. Jauh berbeda jika kita menggunakan pilihan moda kendaraan pribadi yang bisa menempuh perjalanan 1,5 jam lebih lama ditambah ongkos bahan bakar dan tarif tol Jagorawi dan Tol Dalam Kota.

Belum lagi jika memperhitungkan kontribusi gas buang kendaraan. Andaikan saja ada 250 orang warga Cibubur yang biasa menggunakan kendaraan pribadi lalu beralih menggunakan moda transportasi kereta LRT setiap harinya, tentu hal ini sangat memberi dampak positif bagi pengurangan polusi.

Pemerintah sendiri menargetkan 137.000 penumpang per hari bisa terangkut dengan transportasi kereta LRT Jabodebek. Hanya saja target ideal tersebut bisa terpenuhi jika pemerintah juga memberi "keadilan" kepada tarif yang dibebankan kepada penumpang.

Penumpang LRT antre dengan tertib untuk keluar dari Stasiun Dukuh Atas, Jakarta (Foto: Ari Junaedi)
Penumpang LRT antre dengan tertib untuk keluar dari Stasiun Dukuh Atas, Jakarta (Foto: Ari Junaedi)

Andai tarif LRT dipatok seperti hitung-hitungan Kementerian Perhubungan yakni tarif untuk kilometer pertama Rp5.000,- ditambah per kilometer berikutnya Rp 700,- sehingga tarif untuk jarak terjauh dari Harjamukti ke Dukuh Atas di kisaran Rp21.000 hingga Rp22.000 serta Dukuh Atas ke Jati Mulya, Bekasi di antara Rp23.000-24.000 tentu patut dipertimbangkan kembali.

Masyarakat yang akan menggunakan pilihan transportasi kereta LRT masih mengeluarkan biaya tambahan, misalnya biaya parkir jika menggunakan kendaraan pribadi atau masih mengeluarkan biaya lagi jika hendak menuju stasiun LRT karena belum tersedianya angkutan umum yang terintegrasi.

Peta Informasi jaringan LRT yang terintegarsi dengan moda transportasi umum memudahkan penumpang (Foto: Ari Junaedi)
Peta Informasi jaringan LRT yang terintegarsi dengan moda transportasi umum memudahkan penumpang (Foto: Ari Junaedi)
Seperti saya misalnya, masih harus mengeluarkan biaya Rp25.000 jika menggunakan gocar atau Rp15.000 jika memilih gojek dari kompleks perumahan menuju Stasiun Harjamukti. 

Saya khawatir animo pengguna kendaraan pribadi untuk beralih ke moda transportasi LRT akan berkurang jika tarif LRT diberlakukan normal usai masa promo.

Berapa idealnya? Tentu dengan tarif terjauh sebesar Rp15.000 para pengguna kendaraan pribadi akan berpikir ulang jika akan menggunakan moda transportasi publik yang lain. Keberadaan KA Komuter Jabodetabek, busway hingga feeder busway serta Jak Lingko akan menjadi pilihan alternatif lain yang bisa dipilih.

Sangat sayang dan mubazir, jika LRT kebanggaan bangsa dan salah satu mahakarya infrastruktur era kepemimpinan Jokowi minim penumpang jika bertarif mahal. Akan sia-sia dan hanya menjadi hasil pembangunan yang tidak tepat sasaran jika tidak digunakan dengan maksimal.

*Ari Junaedi adalah akademisi, konsultan komunikasi & kolomnis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun