Mohon tunggu...
Ari Junaedi
Ari Junaedi Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar, Konsultan, Kolomnis, Penulis Buku, Traveller

Suka membaca, menikmati perjalanan, membagi inspirasi, bersilaturahmi

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengagumi "Kebesaran" Benteng Keraton Buton

20 Mei 2023   08:54 Diperbarui: 20 Mei 2023   09:00 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekokohan Benteng Keraton Buton yang berusia ratusan tahun (foto : Ari Junaedi)

Saat mengunjungi kompleks bersejarah peninggalan kekhalifaan Ottoman di Istambul, Turki, kita begitu mengagumi Hagia Sophia yang kini telah bersalin menjadi masjid. Belum lagi Istana Topkapi yang masih menyimpan berbagai peninggalan Nabi Muhammad SAW, sahabat dan para keluarganya.

Demikian juga keberadaan Masjid Sultan Ahmed yang berada tidak jauh dari Istana Topkapi dan Hagia Sophia, dengan keunikan atap kubah raksasa yang berwarna biru dengan enam menara yang menjulang tinggi. Bangunan yang tampak mencolok dari tepi dermaga yang memisahkan Turki dengan Benua Asia dan Benua Eropa lebih dikenal dengan sebutan Masjid Biru.

Basilika Cistern yang juga berada di kompleks yang sama, semula didesain oleh Kaisar Justinianus di abad ke-6 sebagai tempat penampungan air. Bangunan yang ditopang oleh 336 tiang dengan 12 baris menjadi bukti kehebatan masa lalu yang masih terlihat dengan utuh hingga sekarang.

Belum lagi dengan pasar tertua dan terluas di dunia, Grand Bazar yang dibangun sejak tahun 1461 oleh Sultan Mehmed II menjadi pelengkap keberadaan kompleks bersejarah peninggalan kekhalifaan Ottoman yang selalu menjadi rujukan turis mancanegara jika bertandang ke Turki.

Jika Turki bangga dan bisa "menjual" peninggalan Ottoman ke turis-turis mancanegara, kita sebenarnya dikaruniai dengan hal yang sama. Begitu banyak artefak bersejarah tersebar dan terserak di tanah air, salah satunya benteng peninggalan Keraton Buton di Sulawesi Tenggara.

Keindahan Hagia Sophia di Istambul, Turki (foto : Ari Junaedi)
Keindahan Hagia Sophia di Istambul, Turki (foto : Ari Junaedi)

Tidak salah jika Guinness World Records pada tahun 2006 lalu menobatkan Benteng Keraton Buton sebagai benteng "terluas" di dunia. Benteng seluas 23, 375 hektar itu memiliki keliling 2.740 meter.  Tinggi dan tebal tembok Benteng Keraton Buton berbeda-beda lantaran perbedaan kontur tanah dan lereng bukit. Ketinggian benteng mencapai 1 hingga 9 meter sedangkan ketebalan dinding benteng mencapai 0,5 sampai 2 meter.  

Butuh waktu lama untuk menggagumi keindahan dan kehebatan benteng yang diperkirakan dibangun pada abad ke-16 pada masa Sultan Buton III bernama La Sangaji memerintah. Sultan yang berjulukan Sultan Kaimuddin memerintah Buton pada tahun 1591 hingga 1596.

Pusat lokasi benteng ada di Desa Wisata Limbo Wolio, Kecamatan Murhum, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Walaupun lokasi benteng terpusat di Kota Baubau tetapi ada benteng yang berada di wilayah Kabupaten Buton Selatan mengingat luasnya lokasi benteng.

Menurut catatan sejarah, awalnya benteng tersebut hanya berwujud tumpukan batu yang disusun mengelilingi  kompleks Istana Buton. Pendirian benteng dimaksudkan untuk menjadi pembatas antara kompleks istana dengan pemukiman rakyat sekaligus menjadi benteng pertahanan terhadap serangan musuh.
Benteng Keraton Buton memiliki 12 pintu gerbang yang dsebut dengan "Lawa" dan mempunyai 16 emplasemen meriam atau arsenal yang disebut "Balura"

Meriam pertahanan Benteng Keraton Buton (foto : Ari Junaedi)
Meriam pertahanan Benteng Keraton Buton (foto : Ari Junaedi)
Benteng ini semakin dikukuhkan sebagai benteng usai dibangun permanen di masa pemerintahan Sultan Buton ke-empat yaitu Sultan La Elangi yang berjulukan Sultan Dayanu Iksanuddin. Bahkan pada masa kejayaan Kesultanan Buton, keberadaan benteng keraton berdampak besar terhadap eksistensi Keraton Buton selama lebih dari empat abad. Musuh berpikir dua kali jika ingin menyerang Kesultanan Buton (Kompas.com, 13/06/2022).

Kisah "kebesaran" Benteng Keraton Buton adalah mirip dengan proses pendirian Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah yakni dipergunakannya campuran putih telur sebagai perekat batu kapur atau gamping menjadi bangunan benteng.

Berbeda dengan pembangunan benteng di negara-negara Barat, Benteng Keraton Buton dibangun karena swadaya masyarakat Buton ketika itu. Unsur gotong royong terbukti menjadi identitas kebudayaan kita.

Bersyukur bisa menjejak benteng terluas di dunia menurut Guinness Word Record 2006 (foto : Ari Junaedi)
Bersyukur bisa menjejak benteng terluas di dunia menurut Guinness Word Record 2006 (foto : Ari Junaedi)
Saya bisa menjejak ke Benteng Keraton Buton usai terkesiap dengan kujungan Presiden Joko Widodo ke Buton yang disambut meriah warga Baubau. Jokowi dianugerahi gelar kehormatan Kesultanan Buton "La Ode Muhammad Lakina Bhawaangi yi Nusantara" di Baruga Keraton Kesultanan Buton di Baubau (27/09/2022).

Gelar yang disandang Presiden Jokowi tersebut bermakna seorang laki-laki yang memiliki sikap dan perilaku yang mulia, rendah hati, sopan santun, arif dan bijaksana. Selain itu juga jujur, adil, bertanggung jawab, memberi teladan dan panutan, serta memiliki komitmen yang tinggi dalam menyejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyat di Nusantara.

Datang dan Kunjungi Benteng Keraton Buton

Kerap kita mempunyai keinginan untuk bisa mengunjungi artefak-artefak bersejarah di mancanegara padahal keagungan dan kebesaran peninggalan sejarah Nusantara layak untuk kita prioritaskan. Belum semua peninggalan bersejarah di tanah air sempat kita kunjungi mengingat begitu tersebarnya khasanah peninggalan di berbagai daerah dan kurang terpromosikannya tempat-tempat bersejarah tersebut.

Artefak bersejarah di dalam Kompleks Keraton Buton (foto : Ari Junaedi)
Artefak bersejarah di dalam Kompleks Keraton Buton (foto : Ari Junaedi)

Bandar Udara Betoambari di Baubau memiliki akses penerbangan dari Makassar dan Kendari. Panjang landasan Betoambari yang masih terbatas, baru bisa didarati pesawat berjenis baling-baling. Maskapai Wings Air mengoperasikan pesawat berjenis ATR 72-500/600. Dari Kendari, ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara menuju Baubau juga bisa menggunakan moda transportasi kapal cepat dengan waktu tempuh 5 jam perjalanan

Jika ingin lebih merasakan sensasi perjalanan dan lebih mengenal Buton lebih dekat, bisa memilih jalur darat seperti pilihan saya saat menyusuri jalan darat dari Kendari dengan menyeberang laut menggunakan feri. Dari pelabuhan Amolengo di Konawe Selatan menuju Pelabuhan Labuan Bajo di Buton Utara, perjalanannya hanya membutuhkan 35 menit.

Dua kapal feri masing-masing KMP Semumu dan KMP Rajawali berkapasitas 23 kendaraan dan 300 penumpang menjadi alternatif transportasi melihat keindahan Baubau, Buton dan Benteng Keraton Buton.

Sejauh mata memandang dari puncak ketinggian Benteng Keraton Buton adalah lansekap kota Baubau yang indah. Terbersit kekaguman betapa warga Buton di masa lalu begitu visioner dalam membangun benteng tanpa sentuhan teknologi modern.

Sisa-sisa kejayaan Kereaton Buton yang harus dilestarikan (foto : Ari Junaedi)
Sisa-sisa kejayaan Kereaton Buton yang harus dilestarikan (foto : Ari Junaedi)

Penataan tempat hunian di dalam kompleks benteng, juga memperlihatkan kemampuan dalam menata kota lengkap dengan hunian raja, ruang pertemuan, masjid, hunian para perangkat keraton hingga penempatan meriam-meriam untuk menangkis serangan musuh.

Ada narasi sejarah yang menjadi "legenda" di Benteng Keraton Buton yakni kisah pelarian Raja Bone, Arung Palaka saat dikejar-kejar pasukan Raja Gowa, Sultan Hasanuddin di sekitar tahun 1660 -- 1663.

Konon Arung Palaka tidak terdeteksi dari kejaran masif pasukan Sultan Gowa karena "kesaktiannya" bersembunyi di dalam goa atau ceruk yang posisinya di bawah Benteng Keraton Buton bagian timur.

Arung Palaka oleh kerabat Keraton Buton sudah dianggap sebagai keluarga sendiri sehingga kedatangannya untuk bersembunyi dari kejaran pasukan Sultan Gowa mendapat perlindungan rakyat Buton.

Jika Gajah Mada dikenal dengan sumpah "Palapa" yang akan berpuasa makan buah pala sebelum Nusantara bersatu maka sumpah Sultan Buton ke-IX atau Sultan Malik Sirullah yang melindungi Arung Palaka juga memiliki sumpah "mandraguna".

Sulton Malik Sirullah bersumpah Keraton Buton akan tenggelam  di lautan jika memang benar Arung Palaka bersembunyi di atas tanah Buton. Nyatanya, Buton tidak tenggelam sampai hari ini karena Arung Palaka tidak bersembunyi di atas tanah melainkan "ngumpet" di bawah tanah.

Hingga kini legenda persembunyian Arung Palaka menjadi daya tarik wisatawan yang mengunjungi Benteng Keraton Buton. Goa tersebut letaknya sangat strategis, karena berada di bawah benteng Keraton Buton.

Kekokohan Benteng Keraton Buton yang berusia ratusan tahun (foto : Ari Junaedi)
Kekokohan Benteng Keraton Buton yang berusia ratusan tahun (foto : Ari Junaedi)
Di depan goa persembunyian Arung Palaka itu  langsung berhadapan dengan jurang yang dalam. Untuk menuju ke goa tersebut, pengunjung harus menyusuri dinding luar benteng dari salah satu pintu benteng bernama Lawana Kampebuni.

Kunjungi Buton, rasakan cecap kebesaran sejarah dan nafas kejayaan Nusantara. Baubau menjadi penanda kebesaran zaman silam .
 

Bunda, kirimkan nanda doa-doa
Hari hampir senja
Pekat akan menelanku
Bunda,
Senja hari aku mengeja namamu
Sampai embun meninggalkan daun
Aku hirup lagi setia dari susumu
Dari lenganmu

Bunda,
Kirimkan nanda doa-doa
Beserta bau tubuhmu

(Puisi "Bunda, Kirimkan Nanda Doa-Doa", Buton, 2000 karya Irianto Ibrahim)

Sambangi Keraton Buton dan kagumi kebesaran sejarahn ya (foto : Ari Junaedi)
Sambangi Keraton Buton dan kagumi kebesaran sejarahn ya (foto : Ari Junaedi)

*Ari Junaedi adalah akademisi, konsultan komunikasi & kolomnis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun