Perubahan demografi Kota Malang yang banyak dihuni kalangan usia muda dan pergeseran pola kehidupan, menjadikan Kawasan Kajoetangan berubah wujud menjadi sentra kuliner dan tumbuhnya keberadaan kedai-kedai kopi.
Untuk memberi ruang kebebasan ekspresi seniman, beberapa titik di Kajoetangan menjadi panggung pertunjukkan musikalitas seniman-seniman muda. "Menyeruput" kopi di Kajoetangan tidak lagi menjadi medium pengungkit nostalgia masa lalu tetapi juga menikmati malam yang semakin riuh dan semarak.
Mengudap kelezatan kuliner bukan pula mengenang masakan mendiang nenek dan ibu, tetapi juga merasakan kembali masakan-masakan kuno yang masih terasa enak di lidah. Sayup-sayup saya masih terigat dengan lagu "Malang Kota Subur" ciptaan R. Dirman Sasmokoadi, lagu wajib yang diajakarkan saat saya bersekolah di SD Kristen Merapi, yang kini keberadaan sekolah yang sarat  dengan ajaran kedsiplinan telah lama tutup.
Betapa indah gemilang
Kota Malang
Kota di datar tinggi
Sejuk, menarik hati
Yang Brantas melintas berliku
Yang tepi dilindung gunung
Penuh pemandangan sehat
Malang kota berkat
Ya, Malang kota harapan
Setiap insan
Lihat gedung s'kolahnya
Lihat industrinya
Sekitarnya penuh tamasya
B'ri sehat jiwa dan raga
Marilah kawan bersyukur
Malang kota subur
*Ari Junaedi adalah akademisi, konsultan komunikasi, akademisi dan perindu Kota Malang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H