Mohon tunggu...
Ari Junaedi
Ari Junaedi Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar, Konsultan, Kolomnis, Penulis Buku, Traveller

Suka membaca, menikmati perjalanan, membagi inspirasi, bersilaturahmi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Sekolah" Kehidupan Itu Bernama Warkop

10 Mei 2023   17:09 Diperbarui: 11 Mei 2023   00:27 3125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warkop Merdeka di pelosok Kendal, Jawa Tengah menjadi bukti kepasrahan hidup (Foto: Dokumentasi pribadi Ari Junaedi)

Bagi pemilik Warkop Merdeka, ada atau tidak pengunjung tidak boleh membuatnya menjadi pesimis menghadapi hidup. Jika ada satu atau dua, sang pemilik begitu serius menyajikan secangkir kopi. Kopi tidak lagi menjadi komoditi, tetapi lebih pada kesyukuran hidup.

Warkop Merdeka di pelosok Kendal, Jawa Tengah menjadi bukti kepasrahan hidup (Foto: Dokumentasi pribadi Ari Junaedi)
Warkop Merdeka di pelosok Kendal, Jawa Tengah menjadi bukti kepasrahan hidup (Foto: Dokumentasi pribadi Ari Junaedi)
Sementara di Warkop Cendana di Tanjung Selor, Kalimantan Utara, kekompakkan para pendirinya menjadi bukti keseriusan untuk menekuni usaha yang mampu menghidupi banyak orang. 

Besar kecilnya materi yang didapat dari usaha warkop tidak bisa disamaratakan. Bisa jadi disebut berukuran kecil bagi orang yang tidak bisa menikmati hidup akan tetapi dimaknai "besar" dan berlimpah bagi mereka yang mensyukuri kehidupan.

Kopi tidak pernah dusta kepada penikmatnya di Warkop Indra di Tarakan, Kalimantan Utara (Foto: Dokumentasi pribadi Ari Junaedi)
Kopi tidak pernah dusta kepada penikmatnya di Warkop Indra di Tarakan, Kalimantan Utara (Foto: Dokumentasi pribadi Ari Junaedi)

"Funiculi Funicula": Kisah-kisah yang baru terungkap, sebuah novel yang ditulis Toshikazu Kawaguchi (Gramedia Pustaka Utama, 2022) begitu apik menceritakan warkop di sebuah gang sempit di Kota Tokyo, Jepang.

Keberadaan warkop menurut peraih Japan Booksellers Award 2017 itu tidak saja menjadi tempat orang-orang ingin menjelajahi waktu tetapi juga merangkai masa depan dalam angan.

"Kenyataan memang akan tetap sama. Namun dalam singkatnya durasi sampai kopi mendingin, mungkin masih tersisa waktu bagi mereka untuk menghapus penyesalan, membebaskan diri dari rasa bersalah, atau mungkin melihat terwujudnya harapan...."

Segelas kopi bisa dinikmati dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja (Foto: Dokumentasi pribadi Ari Junaedi)
Segelas kopi bisa dinikmati dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja (Foto: Dokumentasi pribadi Ari Junaedi)

*Ari Junaedi adalah akademisi, konsultan komunikasi & kolomnis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun