SENJA DI BERBAGAI SUDUT NUSANTARA
MENYAPABy Ari Junaedi*
Kerap orang lebih menggandrungi jingga ketimbang senja. Bisa jadi jingga itu warna yang ada ketika senja tiba. Andai tidak ada jingga, senja tidak mungkin menampakkan dirinya dengan elok. Andai saja jika petang dan mendung datang secara bersamaan maka jingga akan sirna dan menghilang. Yang jelas, senja tanpa jingga atau senja bersama jingga semuanya meninggalkan kesan yang mendalam bagi siapa saja yang menikmatinya.
Saya menjadi orang yang beruntung karena bisa menyaksikan senja di berbagai lokasi indah di tanah air. Diundang karena menjadi pembicara, mengajar di banyak tempat, menggarap survei di berbagai lokasi serta mendapat pekerjaan yang mengharuskan berpergian ke berbagai pelosok tanah air menjadikan saya bisa menikmati senja dimana-mana.
Menikmati senja menjelang petang menjadikan momen tersebut sebagai pengingat "betapa liliputnya" kita dihadapanNya. Pengingat akan kebesaranNya sekaligus menjadikan sebagai masa untuk merefleksikan jejak langkah kita selama ini.
Kerap saya ditanya, senja didaerah manakah di tanah air yang memiliki keindahan yang paling menarik ? Saya hanya menjawab, semua tempat di Indonesia memiliki pesona keindahan senjanya masing-masing. Unik dan memiliki ke kkhasannya masing-masing.
Saya begitu terpesona dengan keindahan senja di Kaimana, Papua Barat. Kaimana yang tergolong relatif sepi, menjadikan pemandangan di setiap senja begitu romantis. Tidak salah jika lagu "Senja di Kaimana" sempat menjadi lagu terpopuler di paruh 1965 hingga 1970 dan sempat meledak kembali saat tembang lawas ini dinyanyikan ulang di tahun 1986-an.
Lagu "Senja di Kaimana" dipopulerkan oleh penyanyi Alfian dan digubah oleh Surni Warkiman serta  lahir dalam suasana perjuangan Trikora untuk merebuat Irian Barat (nama Papua ketika itu). "Senja di Kaimana" sehingga menjadi penyemangat para pejuang Trikora saat bertugas merebut Irian Barat pada 1960-an.
"Senja di Kaimana" diciptakan pada 1962, namun baru direkam tiga tahun kemudian pada 1965. Surni Warkiman belum pernah berkunjung ke Kaimana. Inspirasi keindahan Kaimana diperoleh saat Surni menyaksikan kegiatan latihan militer di Lapangan Banteng dan Gunung Mas pada tahun 1962. Lantas ia kemas dalam sebuah lagu (Terakota.id, 05/11/2019).
Bisa dibayangkan betapa "dasyatnya" imajinasi Surni Warkiman menuliskan lagu soal senja di Kaimana walau dirinya belum pernah menjejakkan kakinya di Kaimana. Sementara kita yang beruntung bisa menyaksikan keindahan senja di seantero negeri tidak sempat menuliskan keindahan senja tersebut.
Di Kalimantan Utara, baik di Pulau Tarakan atau Tanjung Selor saya menjadi saksi kemunculan senja yang rupawan. Di Pantai Amal di Tarakan dan di tepian Sungai Kayan di Tanjung Selor, pesona senja bisa bersalin rupa dengan keindahan warna-warni yang menakjubkan.
Kerap saya melamun, mengapa tidak ada pemerintahan daerah terutama di Dinas Pariwisata-nya mengkemas keindahan senja dalam sebuah hajatan "Festival Senja" sebagai bentuk penghargaan terhadap alam ? Senja hadir tanpa diundang bahkan bisa pergi kapan saja. Mengapa anugerah keindahan alam itu tidak kita syukuri dengan cara yang lebih bernas ?
Keindahan senja di Banyuwangi, Jawa Timur juga tidak kalah menariknya. Banyuwangi adalah daerah pertama di Pulau Jawa yang menerima terpaan sinar mentari sehingga di saat senja keindahan Pantai Ketapang sungguh tidak terbantahkan. Keindahan Pulau Bali menjadi pelengkap kesempurnaan senja dari kanvas lukisan alam dari Banyuwangi.
Senja Menjadi Janji yang Dinanti
Di setiap senja tiba, puluhan remaja memadu janji yang selalu ditagih di Pantai Pandan, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Menikmati teguk demi teguk kopi yang terhidang, menjadikan datang dan perginya senja seperti ritual yang selalu ditunggu.
Sudah lima kali saya mengunjungi Pandan dan selalu mendapati senja yang tidak pernah ingkar janji. Berlatar belakang Pulau Mursala yang memiliki keunikan air terjun yang bermuara ke laut, pesona senja di Pandan menjadi begitu sulit dilupakan. Mengunjungi Tapanuli Tengah tanpa mampir ke Sibolga juga tidak tambah afdol dengan "berburu" senja di kota tua tersebut.
Senja juga menjadi penanda terjadinya pergantian waktu sehingga momen senja acapkali menjadi saat berpisah dan bertemu.Berpisah di saat senja menjadi batas akhir pertemuan agar di senja berikutnya bisa bertemu kembali. Senja juga dimaknai sebagai awal pertemuan agar nantinya di setiap senja selanjutnya menjadi penanda waktu untuk berpisah.
Memandang senja dari ketinggian juga tidak kalah asyiknya disaat kita meresapi jauhnya perjalanan hidup selama ini. Perjalanan panjang antara Pontianak menuju Sintang, Kalimantan Barat menyuguhkan bentang keindahan alam di Puncak Kapuas di daerah Sanggau. Keelokan Sungai Kapuas dan lebatnya pepohonan di sekitarnya menjadikan pengalaman melihat senja sebagai nostalgia yang tidak terlupakan.
Senja dengan beragam versi lokasi pengamatan di Kalimantan Barat juga menjadi pengingat perjalanan yang sulit dilupakan. Dari tepian Pantai Kura-Kura di Singkawang, dari pinggir muara laut Mempawah, dari Bukit Vandering di Bengkayang atau dari Bukit Seha, Landak, pesona senja masih meninggalkan misteri yang tidak terpecahkan.
Hampir semua daerah di Kalimantan Barat seperti dari rooftop sebuah hotel di Kawasan Jalan Gajah Mada, Pontianak, dari kota kecil bernama Nangah Pinoh di Melawi, di penggal jembatan Kapuas II di Kubu Raya, di lokasi Keraton Sambas atau tepian sungai di Putusibau serta di Sekadau, keindahan senja memang sulit terbantahkan.
Di selatan Kalimantan, sudah puluhan kali saya menjadi saksi kemolekkan senja di Kotabaru. Senja dilihat di Pantai Gendambaan, dari Siring Laut, dari Pantai Teluk Tamiang bahkan dari ketinggian Bukit Mamaka Bapake SJA serta Bukit Meranti, pesona senja sungguh luar biasa.
Berburu senja kini menjadi ritual yang terus digandrungi oleh para penikmat senja. Di Sulawesi selain di Pantai Talise, Palu, Sulawesi Tengah saya pun pernah mendapat senja yang tidak pernah ingkar janji di Pantai Likupang, Minahasa Utara. Sementara senja bisa disaksikan di tepian laut Mamuju, Sulawesi Barat, senja dengan beragam keunikan juga bisa saya lihat di Kepulauan Selayar maupun Pantai Bira di Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Pernah saya berkunjung ke Tanjung Balai Karimun di Kepulauan Riau. Atraksi munculnya senja menjadi tontonan yang mengagumkan warga pulau. Keindahan senja di pulau selalu menjadi peristiwa yang syahdu.
Bagaimana keindahan senja di tapal batas negara ? Saya menjadi saksi keindahan senja yang melukis alam di bentang sempadan negara di Skow (Papua), Wini, Motain dan Motamasin di Nusa Tenggara Timur, serta di Kalimantan Barat seperti di Entikong, Jagoi Babang, Aruk dan Nanga Badau. Senja di perbatasan negara seperti menjadi saksi keindahan alam di dua negara yang berbeda.
Komunitas pecinta senja saya yakini terbilang besar karena penikmat senja adalah pengagum kehidupan. Penyuka senja adalah manifestasi kerinduan akan kebesaran alam yang dimaknai secara berbeda.
Beberapa sahabat saya yang "gila" mendaki gunung, selalu menjadikan perjumpaan senja sebagai ritual kehidupan yang harus diulang setiap saat. Melihat senja dari puncak gunung yang berbeda membuat sensasi yang berbeda.
Dari Katep Pass di wilayah Magelang, Jawa Tengah saya bisa melihat keindahan Gunung Merapi. Sementara dari Alun-Alun Kota Temanggung, Jawa Tengah, senja yang menghiasi Gunung Sindoro, Sumbing, Merbabu dan Merapi menjadi pengalaman yang tidak terlupakan.
Antara Senja & Kopi
Jika melihat senja dari Puncak Kintamani sembari "menyeruput" kopi, keindahan senja di Bali membuat kita ingin menetap lama. Senja membuat kita untuk enggan berpisah dengan peristiwa alam yang mengansyikkan itu.
Remaja-remaja di Bau-bau maupun yang rutin menunggu datangnya senja di Jembatan Bahtera Mas, Kendari selalu melihat wujud senja yang dirindukan. Sama dengan penikmat senja dari pelataran Candi Borobudur atau Benteng Van Den Bosch, Ngawi, Jawa Timur, kehadiran senja seolah menyapa siapa saja yang merindukan senja selalu hadir.
Bahkan bagi anda yang banyak menghabiskan waktu di daerah masing-masing tanpa belum berkesempatan menjemput senja di berbagai pelosok Nusantara, senja tetap menyajikan keindahan tanpa ditagih.
Senja selalu ada menyapa kita di langit, di atas rumah-rumah kita. Bisa jadi senja mengabarkan tanda, meminta kita untuk setia menunggu senja tanpa tahu pasti kapan senja mengingkari janji.
Ada kata yang sulit terucap
Ada bibir yang enggan bicara
Ada rasa yang enggan tuk diam
Ada rindu yang terus menguar
Â
Semua itu karena kamu
Karena kamu yang kurindu
Karena kamu yang kucinta
Karena kamu rasa itu ada
Â
Kau tahu,
Senja itu seperti kamu
Tak pernah bisa tergapai dengan jemariku
Tak bisa teraih oleh jutaan rindu
Â
Terkadang,
Aku ingin seperti angin
Yang membawa puing kenangan
Yang membawa sejuta asa.
Â
Aku ingin menjadi sejuta cahaya
Yang bisa membiaskan keindahanmu
Yang menjingga di langit sore
Yang bersinar layaknya senja
Â
Tentu saja tak bisa
Aku hanyalah aku
Yang hanya punya kenangan biasa
Yang kebetulan ada kamu di dalamnya ("Menjingga Bersamamu" -- karya Siti Nurlaela Sari)
*Ari Junaedi adalah akademisi, konsultan komunikasi, kolomnis & penikmat senja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H