Daftar Isi
Halaman Pengesahan…………………………………………………………………………………………….i
Daftar Isi……………………………………………………………………………………………………………….1
Daftar Gambar……………………………………………………………………………………………………...2
Dafatar Tabel………………………………………………………………………………………………………...3
BAB I (PENGANTAR)…………………………………………………………………………………………...4
A.Latarbelakang…………………………………………………………………………………………….4
B.Perumusan Masalah…………………………………………………………………………………..5
C.Tujuan Penulisan………………………………………………………………………………………..5
BAB II (TINJAUAN PUSTAKA)……………………………………………………………………………...6
A.Tinjauan Teoritis………………………………………………………………………………………...6
B.Studi/Penelitian Terdahulu………………………………………………………………………...12
C.Konsep Teor……………………………………………………………………………………………….17
BAB III (METHODE PENELITIAN)………………………………………………………………………….19
A.Pendekatan dan Cara yang Dipakai Untuk Meneliti…………………………………..19
B.Penjelasan Populasi dan Sample Subjek……………………………………………………..21
C.Method Pengumpulan Data……………………………………………………………………….21
D.Bahan-Bahan yang dipakai dalam Penelitian……………………………………………..27
E.Alat-Alat yang Dipakai Dalam Penelitian…………………………………………………...27
F.Rancangan dan Jadwal Penelitihan…………………………………………………………….28
BAB IV (PEMBAHASAN)……………………………………………………………………………………...30
A.Gaya Berfoto Merupakan Sebuah Kebudayaan………………………………………...30
B.Mengungkap Dampak Bergaya Dalam Berfoto………………………………………...31
C.Kriteria Gaya yang Sesuai Dalam Berfoto………………………………………………….32
BAB V (KESEMPULAN)………………………………………………………………………………………..37
A.Kesimpulan………………………………………………………………………………………………..37
B.Paparan Kelemahan Penelitihan…………………………………………………………….....38
C.Saran………………………………………………………………………………………………………….38
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………..39
LAMPIRAN……………………………………………………………………………………………………………..40.
DAFTAR GAMBAR
Gambar.1(Robert Cornelus yang sedang ber selfie)……………………………………………...13
Gambar.2(Selfie ala Grand Dudhess Anastasia Nikolaevna)…………………………………..14
Gambar.3(Foto gaya sisi kiri)………………………………………………………………………………...16
Gambar.4(Gaya Duck Face)…………………………………………………………………………………...17
Gambar.5(contoh gaya berfoto anak-anak1)………………………………………………………...33
Gambar.6(contoh gaya berfoto anak-anak2)………………………………………………………….33
Gambar.7(contoh gaya berfoto anak-anak3)………………………………………………………….33
Gambar.8(contoh gaya berfoto remaja1)……………………………………………………………...34
Gambar.9(contoh gaya berfoto remaja2)……………………………………………………………...35
Gambar.10(contoh gaya berfoto remaja3)…………………………………………………………….35
Gambar.11(contoh gaya berfoto dewasa1)…………………………………………………………...36
Gambar.12(contoh gaya berfoto dewasa2)…………………………………………………………...36
DAFTAR TABEL
Tabel.1(perlengkapan yang digunakan dalam penelitian)………………………….27
Table.2(Jadwal Penelitian)………………………………………………………………………...28
Lanjutan Tabel.2………………………………………………………………………………………..29
BAB I
PENGANTAR
A.LATAR BELAKANG
Dewasa ini banyak tingkah laku manusia yang tidak disadari akan manfaat dan keberadaannya, seprti halnya fenomena didalam berfoto. Sebagaimana diketahui bahwa didalam berfoto manusia memiliki berbagai gaya atau pose yang tanpa disadari mereka jalani dan lakukan setiap harinya. Bahkan didalam sebuah artikel yang ditulis oleh Tri Harningsih yang diposting pada tanggal 18 februari 2014 yang menyatakan bahwa pada saat kita berfoto tanpa berpose maka akan terasa seperti sayur tanpa garam.
Berpose merupakan gaya atau sikap yang ditampilkan ketika dipotret atau dilukis(www.kamusBahasaindonesia.org). gaya-gaya dalam berfoto sangatlah train pada saat ini. Akan tetapi banyak diantara masyarakat yang tidak mengerti dan memilih untuk diam dalam menanggapi kemunculan dari fenomena ini. Lantas bagaimana pandangan Antropologi, apakah fenomena dalam berfoto ini dapat dikatakan sebagai kebudayaan baru ?, jika melandaskan pada defenisi kebudayaan yang penafsirannya bahwa “kebudayaan adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kara manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan sebagai milik diri manusia yang didapat dari proses belajar” (Koentjaraningrat, 2009 Hal.144).
Dalam sebuh penelitian yang telah digagas oleh Tri Harningsih yang menyebutkan ketika terdapat seseorang yang sangat gemar dalam memposting foto-fotonya kedalam media social dan itu yang sangat membahayakan hubungan didalam kehidupan nyata. Dari gagasan diatas dapat ditafsirkan bahwa dampak bergaya atau berpose dalam sebuah foto sangatlah besar. Hal ini dapat dikarenkan gaya berfoto dapat menunjukkan setatus dari kita. Oleh karena itu bagaimana cara bergaya atau berposeyang sesuai dan tepat dengan criteria kita sehingga tidak merugikan kita dan orang lain.
Olehkarenanya observasiini diajukan agar kita mengetahui tentang fenomena dalam berfoto yang banyak melibatkan gaya atau pose yang saatini sedang trein.
B.RUMUSAN MASALAH
1.Apakah trein berpose dalam befotoatau fenomena gaya berfoto merupakan sebuah kebudayaan baru ?
2.Apa dampak dari berpose dalam berfoto ?
3.Bagaiman kriteriaberpose yang sesuai dalam berfoto ?
C.TUJUAN
1.Untuk mengetahui apakah fenomena bergaya dalam berfoto merupakan sebuah kebudayaan baru.
2.Untuk mengetahui dampak dari berpose dalam foto.
3.Untuk mengetahui kriteria berpose yang sesuai dalam foto.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.TINJAUAN TEORITIS
1.Teori Kebudayaan
Menurut Antropologi , kebudayaan adalah seluruh system gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan barmasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar(Koentjaraningrat,1996).
Terdapat beberapa tafsiran tentang pengertian budaya seperti, budaya merupak bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, kersa dan rasa. Selain itu kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Jika ditinjau dari bahasa inggris, kata budaya berasal dari kata culture yang dalam bahasa latin disebut corela yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah. Sedangkan kebudayaan (culture) berarti keseluruhan dari hasil manusia hidup bermasyarakat yang berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesame manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, keseniaan, moral, hokum, adat, kebiasaan dan lain-lain (Shadily,1993).
Seorang ahli bernama Kluckhohn (1951) berpendapat bahwa semua antropolog Amerika menyetujui dalil proposal yang diajukan oleh Herkovits dalam bukunya yang berjudul Man and His Work tentang teori dalam kebudayaan yaitu :
a.Kebudayaan dapat dipelajari.
b.Kebudayaan berasal atau bersumber dari segi biologis, lingkungan, psikologis, dan komponen sejarah eksistensi manusia.
c.Kebudayaan mempunyai struktur.
d.Kebudayaan dapat dipecah-pecah kedalam berbagai aspek.
e.Kebudayaan bersifat dinamis.
f.Kebudayaan mempunyai variabel.
g.Kebudayaan memperlihatka keteraturan yang dapat dianalisis dengan metode ilmia.
h.Kebudayaan merupakan alat bagi seseorang (individu ) untuk mengatur keadaan totalnya dan menambah arti bagi kesan kretifinya(Soelaeman, 2000).
Selain penafsiran mengenaipengertian budaya diatas, terdapat para tokohyang memiliki opini mengenai pengertin budaya yaitu(Setiadi, 2007):
a.E. B. Tylor
Budaya adalah suatu keseluruan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, keseniaan, moral, keilmuan, hokum,adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota mas yarakat.
b.R. Linton
Kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lain.
c.Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruan system gagasan, milik dirii manusia yang diperoleh dengan belajar.
d.Selo Sumardjan
Kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
e.Herkovits
Kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia.
Didalam kebudayaan terkandung unsure-unsur penting. Me nurut konsep B. Malinownski menjelaskan bahwa kebudayaan di dunia mempunyai tujuh unsur besar yaitu :
a.Bahasa
b.System teknologi
c.System mata pencahariaan
d.Organisasi social
e.System pengetahuan
f.Religi
g.Keseniaan
Selain unsur-unsur kebudayaan diatas ternyata kebudayaan memiliki berbagai wujud yang beraneka ragam sebagimana dijelaskan oleh Kuntjaraningrat yaitu :
a.Artifacts atau benda-benda fisik disebut juga kebudayaan fisik.
b.System tingkah laku dan tindakan yang berpola disebut system social.
c.System gagasan kebudayaan disebut system budaya.
d.System gagasan ideologis disebut nilai-nilai budaya.
Selain itu terdapat pula sifat-sifat dalam kebudayaan, sebagaiman di sampaikan oleh Setiadi (2007) yaitu:
a.Budaya terwujud dan tersalurkan dari prilaku masyarakat.
b.Budaya telah ada terlebih dahulu dari pada lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
c.Budaya diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
d.Budaya mencakup aturan-atura yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang, dan tindakan-tindakan yang diizinkan.
2.Teori Interaksi
Interksi merupakan hubungan social yang mencakup hubungan timbal balikantar individu, kelompok, atau individu dengan kelompok. Dijelaskan dalam buku ilmu social dan budaya karya Hermanto dan Wiranto bahwa ketika dua orang atau lebih bertemu maka akan terjadi interaksi social dimana interaksi tersebut dapat berupa tutur kata, jabat tangan, bahasa isyarat, atau tanpa kontak fisik. Bahkan dijelaskan pula bahwa bau keringat sudah termasuk bentuk interaksi, hal ini dikarenakan bau keringat telah mengubah perasaan atau saraf orang yang bersangkutan untuk menentukan tindakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa interaksi social hanya dapat berlangsung apabila terjadi reaksi dari kedua belah pihak.
Ciri-ciri interaksi (Hemanto dan Wiranto, 2010)
1.Pelakunya lebih dari satu orang.
2.Adanya komunikasi antara pelaku melalaui kontak social.
3.Mempunyai maksud dan tujuan yang terlepas dari sama atau tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperlukan prilaku.
4.Ada dimensi waktu yang akan menentukan sikap aksi yang sedang berlangsung.
Syarat terjadinya sebuah interaksi adalah dengan adanya kontak social dan komunikasi. Secara bahasa kontak social berasal dari kata con atau cun yang artinya bersama-sama, dan tanggo yang berarti menyentu. Walaupun begitu terjadinya kontak social tidak hanya dengan bersentuhan badan akan tetapi dapat melalui bicara, telephon, surat, radio, dan sebagainya.
Berlangsungnya interaksi social dapat didasarkan atas berbagai factor anatara lain imitasi, sugesti, identifikasi, simpati, motivasi, dan empati.
1.Imitasi adalah proses atau tindakan seseorang untuk meniru orang lain baik berupa sikap, perbuatan, penampilan, dan gaya hidup.
2.Sugesti adalah sebuah rangsangan atau stimulus kepada seseorang sehingga orang tersebut melakukan apa yang telah disugstikan.
3.Identifikasi adalah upaya individu untuk menjadi sama denagn individu yang ditirunya
4.Motivasi adalah dorongan terhadap individu
5.Simpti adalah proses kejiwaan seseorang yang merasa tertarikkepada individu atau kelompok karena sikapatau perbuataannya.
6.Empati adalah proses kejiwaan seseorang individu untuk larut dalam perasaan orang lain yang meliputi suka maupun duka.
Interaksi social merupkan jalan dari semua kehidupan social. Hal ini dikarenkan tanpa adanyainteraksi maka kehidupan bersama tidak akan berjalan dengan baik. Dan karena manusia adalah manusia adalah makhluk social pastilah melakukan interaksi social dalam hidupnya.
3.Teori Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan
Dalam mempelajari dinamika masyarakat dan kebudayaan maka akan mencakup proses belajar kebudayaan sendiri. Dimana didalam mempelajari kebudayaan terdapat unsur-unsur pentig seperti Internalisasi, Sosialisasi, Enkulturasi, Evolusi Sosial, Difusi, Akulturasi dan Asimilasi, dan Inovasi (Koentjaraningrat, 2003).
Intermalisasi merupakan suatu proses panjang sejak individu dilahirkan sampai ia hampir meninggal. Dimana didalam proses ini individu akan belajar menanamkan dalam kepribadiaannya segala perasaan seperti hasat, nafsu, dan emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya.
Sosialisasi, Koentjaraning rat menyebutkan bahwa proses sosialisasi berkaitan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan system social. Dimana didalam proses sosialisasi seorang individu dari masa anak-anak samapai dewasa akan belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu sekelilingnya.
Enkulturasi merupakan proses seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sekapnya dengan alat,system, norma dan peraturan yang hidup dalam kebudayaannya (Koentcaraningrat, 2003). proses ini dimulai sejak kecil dalam pikiran masyarakat yang mula-mula dari keluarga hingga teman dekat atau lingkungan sekitar.
Evolusi Sosial, dalam proses ini Koentcaraningrat menyebutkan dua proses yang terjadi dalam evolusi social yaitu
1.Microscopic adalah proses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat dilihat oleh seorang peneliti dari dekat secara detail.
2.Macroscopic adalah proses evolusi social dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat dianalisis oleh peneliti seolah-olah dari jauh dengan hanya mengamati perubahan-perubahan yang tampak besar saja.
Difusi, dalam proses ini dapat diakibatkan karena adanya penyebaran manusia(migrasi)(Koentjaraningrat,2003).
Akulturasi, istilah akulturasi sering disebut culture contact oleh para sarjana antropologi di Inggris. Proses ini timbul ketika suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsure-unsur kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsure-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaan lain(Koentcaraningrat,2003)
Asimilasi, merupakan proses bergabungnya dua kebudayaan asing menjadi kebudayaan baru. Koentcaraningrat menjelaskan bahwa proses asililasi terjadi apabila terdapat :
1.Golongan-golongan manusia dengan latarbelakang budaya yang berbeda
2.Saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama.
3.Kebudayaan dari golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas dan juga berubah unsure-unsur dan wujudnya menjadi unsure-unsur kebudayaan campuran.
Inovasi adalah suatu proses pembaruan dan penggunaan sumber alam, energy, dan modal pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semuanya akan menyebabkan adanya system produksi yang menghasilkan produk-produk baru (Koentcaraningrat,2003). Dengan kata lain sebuah proses perubahan kebudayaan yang khusus mengenai unsur teknologi dan ekonomi.
B.STUDY ATAU TINJAUAN TERDAHULU
Dikutip dari penelitian oleh Rosma Widyana yang dipublikasikan pada (18/12/2014) melalui media internet Kompas.com. menjelakan bahwa kebutuhan untuk bergaya pada saat berfoto sangatlah penting. Rosma juga menjelaskan bahwa menurut psikolog sekaligis direktur Media Psychology Research Center, Dr Pamela Rutledge berpendapat bahwa keinginan memotret, memposting dan mendpatkan “likes” dari situs jejaring social merupakan hal yang wajar pada setiap orang.
Pada zaman sekarang bergaya atau berpose dalam berfoto identik dengan foto selfie. Foto selfieatau memotret diri sendiri sangatlah ngetren seiring dengan berkembangnya smarphone. Bahkan menurut info dar i BBC, selfie pertama kemungkinan dilakukan ditahun 1800an. Yang mengunakan cermin dan self timer. Menurut penelitian detik NET yang mengkutip dari Huffington yang dipost pada (Kamis, 3/4/2014) menyatakan bahwa, selfie pertama dilakukan pada Oktober 1893 oleh pria bernamaRobert Cornelus beliau adalah pria asal Amerika Serikat yang termasuk pionir fotografer.
Gambar.1
Robert Cornelus yang sedang ber selfie
Sumber: gogle/Menurut Penelitian Sejarah, Ini Foto Selfie Pertama di Dunia - DetikForum.html
Dijelaskan pula bahwa saat mengambil gambar, Cornelus harus menahan pada posisi diam sekitar 3-15 menit agar kamera menangkap gambit dengan baik. Gaya yang digunakan pun sangat formal dan terkesan biasa saja. Selain cornelus terdapat foto selfie yang yang dilakukan oleh Grand Dudhess Anastasia Nikolaevna ditahun 1914, yang mana ia menjepret diri sendiri di depan kaca.
Gambar.2
Selfie ala Grand Dudhess Anastasia Nikolaevna
sumber: gogle/Menurut Penelitian Sejarah, Ini Foto Selfie Pertama di Dunia - DetikForum.html
Rosma juga menambahkan bahwa menurut pendapat beberapa ahli, selfie ternyata memiliki dampak negative dan positive.
a.Dampak negaif
1.Menurut penelitian yang dilakukan di Inggris menyatakan bahwa membagi terlalau banyak foto ke jejaring social termasuk foto selfie berpotensi memperburuk hubungan atau membuat pengunggah foto kurang disukai.
2.Menurut penelitiaan kami, menemukan bahwa seseorang yang secara berkala memposting foto miliknya dimedia social sangat membahayakan pada hubungannya di kehidupan nyata. Kata pimpinan riset Dr David Hoogton hal ini dikarenakan tidak semua orang berhubungan baik dengan orang yang memposting foto personalnya.
b.Dampak Positif
1.Menurut Psikolog Paggy Dreyler, selfie bias menguntungkan banyak orang bila digunakan secara tepat. Misalnya, foto sesuai menalankan kebiasaan hidup sehat disbanding sebelumnya.
2.Menurut Rutledge, bila selfie dilakukan secara benar maka dapat menjadi cara untuk mengeksplorasi kepercayaan diri “saya percaya selfie bias member dukungan pada orang dengan cara berbeda . misalnya, ketika ia merasa terpuruk selfie membantu mereka melihat keadaan tersebut sebagisesuatu yang normal, sama halnya pria”. Ujar Rutledge, dia juga menambahkan selfie mampu menciptakan keseimbangan dan membuka pikiran kita untuk mengerti.
Pada study terdahulu yang dikutip dari Tri Harningsih yang dipublikasikan pada (Selasa/18/2/2014) melalui media internet Sayangi.com dan kutipan dari Dwi Andi Susanto (Selasa/9/7/2014) melalui media internet Merdeka.com. dalam penelitian mereka menjelaskan tentang gaya-gaya yang dilakukan dalam berfoto.
Tri Harningsih menjelaskan, bahwa tanpa berpose bagaikan sayur tanpa garam. Sehingga kebanyakan dari kita yang memiliki atau mengunakan pose-pose cantik, unik sampai mengelitik saat berfoto. Dia juga menjelaskan bahwa ketika berpose sering kali kita menenggok kesisi kanan dan menunjukkan sisi kiri wajah. Tri mengutip dari laman Dailymail yang mengatakan, hasil sebuah penelitian yang terkait dengan lukisan abad ke-14, menunjukakan bahwa manusia lebih suka untuk berfoto dengan meunjukkan sisi kiri wajahnya.hal ini mungkin disebabkan adanya anggapan bahwa sisi kiri adalah sisi yang terbaik.
Gambar.3
Foto gaya sisi kiri
Penulis bernama Sam Kean mengklaim bahwa sisi kiri kita cenderung lebih ekspresif dibanding sisi kanan kita. Hal ini dikarenakan bagian tersebut dikontrol oleh bagian otak yang mengkontrol emosi seseorang. Selain gara berpose diatas, dikutip pula oleh Dwi Andi yang menjelaskan bahwa terdapat gaa berfoto yang sangat ngetren pada saat ini yang disebut duck face. Andi menjelaskan bahwa duck face atau memajukan bibir sangat marak digunakan sebagai pose orang banyak, khususnya kaum hawa dan para anak alay. Bahkan menurut diskusi dibeberapa forum bebas diinternet, mengatakan bahwa fenomena duck face terjadi dibanyak Negara. Ada bayak alasan kenapa gaya ini dilakuakan diantaranya. Ingin terlihat seksi, terlihat lucu, hanya sekedar iseng bahkan merupakan salah satu cara untuk memenipilasi angle dan memunculkan sisi tirus pada wajah yang pada aslinya berukuran melebar dan gemuk.
Gambar.4
Gaya Duck Face
Sumber : gogle/Berpose duck face itu gangguan psikologis _ merdeka.com.html
C. KONSEP TEORI
Dalam pembuatan konsep teori ini peneliti akan menggabungkan antara tinjauan teori dengan tenjauan penelitian terdahulu. Sehingga akan menghasilkan informasi serta batasan-batasan teoritis yang akan menjadi dasar study. Didalam teori kebudayaan menjelaskan bahwa, kebudayaan adalah seluruh system gagasan dan rasa, tindakan, serta yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan belajar (Koentjaraningrat,1996). Jika teori diatas di korelasikan dengan fenomena gaya berfoto yang saat ini sedang marak, maka bisa jadi fenomena berfoto adalah sebuah kebudayaan yang baru muncul. Sebagaimana pendapat R.Linton mengenai kebudayaan yaitu kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsure pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat.
Selain itu, hal ini juga didukung dari tinjauan terdahulu dari penelitian detikNET yang mengkutip dari Huffington yang dipostkan pada (3/4/2014) manjelaskan bahwa, selfie atau gaya berfoto sendiri dilakukan pada oktober 1893 oleh pria Amerika Serikat yang bernama Robert Cornelus. Dari tinjauan ini menguatkan bahwa gaya dalam berfoto merupakan tingkahlaku dihasilkan manusia dan didukung serta diteruskan oleh anggota masyarakat yang lain.
Kemudian jika dipandang dari segi fungsi, maka akan mengacu pada pada tinjauan terdahulu yang dipost oleh Rosma Widyana pada(18/12/2014) bahwa, terdapat fungsi pokok dari gaya berfoto yaitu dapat berinteraksi dengan orang lain. Hal ini diperkuat dengan pengertian dari interaksi sendiri. Interaksi merupakan hubungan social yang mencakup hubungan timbale balik antara individu, kelompok, serat individu dangan kelompok yang dapat berupa tuturkata, jabat tangan, bahasa isyarat, atau tanpa kontak fisik (Hermanto dan Wiranto, 2010).
Berikut adalah ciri-ciri terjadinya interaksi sebagi berikut : (Hemanto dan Wiranto, 2010)
a.Pelakunya lebih dari satu orang.
b.Adanya komunikasi antara pelaku melalaui kontak social.
c.Mempunyai maksud dan tujuan yang terlepas dari sama atau tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperlukan prilaku.
d.Ada dimensi waktu yang akan menentukan sikap aksi yang sedang berlangsung.
Dari tinjauan ini maka gaya dalam berfoto dapat dikatakan memiliki fungsi atau dampak positif memiliki fungsi untuk menjadi wadah berinteraksi dengan orang lain.
Dari urain konsep teori diatas telah dihasilkan informasi dan batasan-batasan teoritis. Dan akan dijelaskan lebih detail serta ditambah dengan analisis hasil observasi dan wawancara dari subjek penelitian pada bab IV(pembasan). Sehingga akan menjadikannya penelitian ini lebih baik dan sempurna. Dan pada ending dari penelitian ini akan dapat menyimpulkan tentang gaya berfoto yang baik dan sesuai dengan criteria.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.PENDEKATAN DAN CARA YANG DIPAKAI DALAM MENELITI
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sebagaimana diketahui penelitian kualitataif sebagai model yang dikembangkan oleh Mazhab Baden yang bersinergi dengan aliran filsafat fenomenologi yang menghendaki pelakasanaan penelitian bedasarkan pada situasi wajar(natural setting) yang kadang disebut sebagai metod naturalistic. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penelitian kualitatif adalah meneliti informasi-sebagai subjek peneliti-dalam lingkungan hidup kesehariannya(Idrus,2009). Oleh karena itu para peneliti kualitataif sedapat mungkin berinteraksi secara dekat dengan informan, mengenal secara dekat dunia kehidupa mereka, mengemati dan mengikuti alur kehidupan informan secara apa adanya. Namun perlu para peneliti ketahui, bahwa pendekatan ini dapat berjalan dengan baikapabila peneliti memiliki pemahaman akan symbol-simbol dan bahasa asli masyaraka.
Pendektan kualitataif memeiliki banyak ciri sebagaimana berikut(Idrus, 2009):
1.Bersifat Alamiah.
2.Bersifat Dinamis.
3.Focus Penelitian.
4.Bersifat Deskriptif.
5.Sasaran Penelitian Berlaku sebagai Subjek Peneliti.
6.Data Penelitian Bersifat Deskriptif.
7.Berfokus pada Proses dan Interaksi Subjek.
8.Sujek Terbatas.
9.Pemilihan Subje Dilakukan secara Purposive.
10.Kontak Personal Secara Langsung.
11.Humana Instrumen.
12.Mengutamakan Data Langsung(first hand).
13.Pengumpulan Data dengan Observasi Terlibat.
14.Hubungan Antara Peneliti dengan Informan Terjalin Akrab.
15.Perspektif Holistik.
16.Berorientasi pada Kasus Unik.
17.Netralitas Empatik.
18.Keabsahan Data.
19.Analisis Data Dilakukan Secara Induktif.
20.Kebenaran Empirik.
21.Simpulan Bersifat Subjektif.
22.Bersifat Lentur (fleksibel).
23.Pentingnya Makna Terdalam.
24.Proses Pengumpulan dan Analisis Data Secara Simultan.
Didalam penelitian kualitatif juga terdapat kelemahan-kelemahan sebagaimana berikut (Idrus, 2009):
1.Kualitas Tergantung Pengalaman Peneliti.
2.Subjektifitas Tinggi.
3.Perubahan Perilaku Informan.
4.Waktu Pengumpilan Data Lama.
5.Tidak Ada Prosedur Standar.
6.Kesulitan Mendapatkan Informan Kunci.
7.Interprestasi Beda Antarpeneliti.
8.Sulit Menggeneralisasi( tidak dimaksutkan untuk generalisasi)
9.Sulit Mengabaikan Teori yang Dimiliki Peneliti.
10.Keterbatasan Peneliti.
B.PENJELASAN TENTANG POPULASI DAN SUBJEK
Populasi dalam penelitian ini adalah sifitas akademika di UIN MALIKI MALANG, namun lebih di titik beratkan kepada para mahasiswa dan mahasiswi semester dua di Uin Maliki Malang. Hal ini dikarenakan mahasiswa sudah dapat berfikir kompleks sehingga akan lebih mudah untuk menelitinya. Selain itu mahasiswa merupakan agen of change sehingga mereka harus mengerti tentang fenomena-fenomena yang sedang marak saat ini.
Uin Maliki Malang memiliki sekitar 3000 mahasiswa semester dua, dan untuk sampel, peneliti akan mengambil secara acak sebanyak 10 mahasiswa yang terdiri dari 5 orang wanita dan 5 orang laki-laki yang akan diteliti dan dijadikan sebagai informan pada penelitian ini.
C.METODE PENGUMPLAN DATA DAN ALAT PENGAMBILAN DATA
1.Wawancara
Model wawancara yang dapat dilakukan meliputi wawancara tak berencana yang berfokus dan wawancara sambil lalau. Wawancara tak berencana berfokus adalah pertanyaan yang diajukan secara tidak tersetruktur, namun selalau berpusat pada satu pokok masalah tertentu. Wawancara sambil lalu adalah wawancara yang tertuju kepada orang-orang yang dipilih tanpa melalui seleksi dahulu secara diteliti, tetapi dijumpai secara kebetulan (Koentjaraningrat, 1986; Danandjaja, 1988).
Bagi peneliti pemula, ia akan mengalami kesulitan untuk melakukan dua pendekatan wawancara diatas. Namun harus diingat dalam melakukan wawancara hendaknya ada focus yang ingin diketahui. Dalam melakukan teknik wawancara terhadap informasi, hendaknya pertanyaan melingkupi beberapa hal antara lain :
1.Apa (apa yang terjadi, apa yang dikatakan dan dilakukan, apakah hal itu merupakan peristiwa rutin, apa makna hal itu bagi pelaku);
2.Siapa(siapa yang terlibat, cirri-ciri social pelaku, peran yang dimainkan, bagaimana seseorang sampai terlibat, dasar penerimaan kelompok, siapa pemimpinnya);
3.Kapan (kapan kejadian berlangsung, hubungan kejadian satu dengan yang lain, apa yang menyebabkan hal itu muncul);
4.Dimana (dimana itu terjadi, dalam setting social, budaya, ekonomi, politik, yang bagaimana mungkinkah terjadi di tempat lain)
5.Mengapa(mengapa terjadi, apa factor penyebabnya);
6.Bagaimana (bagaimana kejadian itu berlangsung apa factor penyebabnya);(Idrus,2009)
Tentunya dalam penelitian dilapangan peranyaan-pertanyaan tersebut bersifat flesibel dan dapat dikembangkan sesuai kebutuhan peneliti.
1.Etika Wawancara
Dalam melakukan wawancara seorang peneliti harus memahami kaidah-kaidah masyarakat atau etika yang dianut dalam masyarakat yang menjadi subjek peneliti. Untuk itu, berikut adalah etika yang harus dimiliki sebelum meneliti(Idrus, 2009):
a.Member tahutopik penelitian
b.Melindungi identitas subjek
c.Memahami hal-hal yang dianggap tabu
d.Memahami bahasa dan budaya informan
e.Menggunakan penerjemah
f.Informan sebagai pemandu penelitian
g.Memmerhatikan penampilan diri
h.Tidak menjelaskan secara detail kepada informan
i.Tidak mengalihkan focus pembicaraan
j.Harus bersiakap netral
k.Memosisikan informasi sebagai yang paling tahu
l.Ikuti pandangan dan pemikiran informan
2.JENIS WAWANCARA (Idrus, 2009) :
a.Wawancara Terstruktur
Wawancara ini biasanya dilakukan oleh peneliti terlebih dahulu mempersiapkan bahan pertnyan yang akan diajukan dalam wawancara nanti.
b.Wawancara Tidak Tersetruktur
Jenis wawancara ini yang lebih sesuai dalam penelitian kualitatif sebab jenis wawancara seperti ini member pelaung kepada peneliti untuk mengembngkan pertanyaan yang akan diajukan.
c.Wawancara Kelompok
Model wawancara ini dilakukandengan cara peneliti mengajukan pertanyaan simultan kepada beberapa individu yang telah hadir dalam kelompok yang telah ditentuan.pertanyaan yang dijawab oleh individu harus dijawab oleh inform jga sehingga data yang diperoleh semakain banyak.
Kelebihan model ini adalah:
1.Datayang diperoleh akan lebih kaya;
2.Fleksibel/luwes;
3.Membangkitkan minat informasiuntuk mengungkapakan pendapatnya sesuai dengan pertanyaan yang diajukan;
4.Bersifat elaborative dan akumulatif;
d.Wawancara Bergender
Dalam banyak budaya tradisional, perempuan ditempatkan pada posisi yang dilirik setelah kelompok laki-laki. Sehingga dalam melakukan wawancara hendaklah sedapat mungkin memilih informan yang berbeda jenis kelamin dengan sang wawancara karena terkadang muncul kesan adanya suburdinasi antara peneliti dengan informan yang sedang diwawancara.
e.Wawancara Berbingkai(framing)
Wawancara ini dilakukan dengan cara peneliti terlebih dahulu membut bingkai sebagai setrategi mengarahkan arah pembicaraan. Dengan bingkai tersebut, diharapkan akan menambah kesan kewajaran, bukan justru sebaliknya, menjadi tak wajar.
f.Wawancara Interpreting
Wawancara ini adalah penataan berbagai informasi yang berasal dari informan. Dalam tugas pertama, seorang peneliti tidak diperkenanakan untuk mengubah teks yang dituturkan oleh informan.
2.Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena yang dilakaukan secara sistematis(Idrus, 2009). Pengamatan dapat dilakuka secara terlibat(partisipatif) maupun nonpartisipatif. Pengamatan terlibat adalah jenis pengamatan yang melibatkan penelitian dalam kegiatan oaring yang menjadi sasaran penelitian.sedangkan yang tidak terlibat adalah peneliti tidak secara langsung terlibat dalam penelitiannya.
Beberapa keunggulan teknik ini, sebagaimana diungkapkan oleh Guba & Lincoln(1991) yaitu sebagai berikut :
1.Teknik pengamatan ini didasarkan pada pengalaman secara langsung
2.Teknik pengamatanjuga memungkinkan melihat dan engamati sendiri, kemudian mencatar prilaku dan kejadian sebagimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya.
3.Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwadalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.
4.Sering terjad keraguan pada peneliti, janagn-jangan yang dijaringnya ada yang”melenceng” atau “bias” dan memerlukan pengamatan ulang.
5.Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mengerti situasi-situasi rumit.
6.Dalam kasus-kasus tertentu, saat teknik komunikasi lainnya tidak memungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sanggat bermanfaat.
Dalam kegiatan observasi terdapat beberapa hal yang perlu dipahami dan dilakukan oleh para observer yaitu sebagai berikut: (Idrus, 2009)
1.Carilah terlebih dahuluinformasi selengkap-lengkapnya tenteng hal-hal yang hendak diobservasi.
2.Pahami tujuan-tujuan umum dan tujuan khusus peneliti yang sedang dilaksanakan, focus penelitian, pertanyaan-pertanyyan penellitian, baru kemudian menentukan mteri atau objek yang hendak diobservasi.
3.Btasi ruang lingkup seta materi atau objek yang ingin diobservasi sehingga tidak melebar.
4.Catatalah hasil observasi sedetail mungkin.
5.Transkripkan segera hasil rekaman atau narasikan dengan segera.
Terdapat pola-pola ketika melakukan kegiatan observasi yaitu (Idrus,2009):
1.Pengamatan secara lengkap
Maksudnya adalah pengamat menjadi anggota masyarakat yang diamati secara penuh
2.Pemeran serta sebagai pengamat
Dalam proses pengamatan ini peneliti tidak sepenuhnya sebagai pemeran namun masih tetap melakuakn proses pengamatan.
3.Pengamatan sebagai pemeran serta
Maksudnya adalah peranan pengamat secara terbuka diketahui oleh seluruh subjek, bahkan mungkin pula pengamat didukung oleh subjek.
4.Pengamatan penuh
Dalam proses ini pengamat dengan bebas melakasanakan proses pengamatan tanpa diketahui oleh subjek yang sedang diamati.
Observasi kerap ditanyakan sisi validitas dan reabilitasnya untuk itu harus melakukan hal-hal berikut (Idrus, 2009):
1.Menggunakan tim atau bekerja sama dengan penelitian lain dalam melakuakn pengmatan;
2.Selalu mengkaji ulang hasil pengamatan yang diperolehnya;
3.Memaparkan data hasil observasi dengan bahasa secara jelas;
4.Selalau mengedepankan data actual, objektif, dan sesuai konteks penelitian;
5.Melakuakan pengamatan secara sistematis;
6.Melakuakn penganatan secara berulang untuk objek yang sama;
7.Melakuakan kombinasi pengamatan dalam situasi yang berbeda sehingga diperoleh akumulasi pemahaman seakurat-akuratnay tentang objek yang diamati.
D.BAHAN YANG DIPAKAI
Format observasi ini adalah meninjau dan mengamati secara lansung prilaku mahasiswa semester dua UIN MALIKI MALANG yang kerap melakukan berbagai macam gaya saat berfoto. Dalam observasi ini dilakukan sebanyak 3 kali agar data atau informasi yang didapat akurat dan sesuai dengan faktanya. Sedangkan dalam format wawancara, peneliti mewawancara 10 sampel tadi dengan format pertanyaan sebagai berikut.
1.Bagaimana anda mendapatkan gaya-gaya saat berfoto ?
2.Apa dampak positif yang didapatkan dari gaya-gaya yang kita lakukan saat berfoto?
3.Apa dampak negative yang didapat saat melakukan gaya-gaya dalam berfoto?
4.Bagaimana pendapat anda tentang bergaya atau berpose yang sesuai criteria, a) anak-anak, b) remaja, dan c)dewasa ?.
Kemudian mencatat dan menganalisa hasil wawancara tadi.
E.ALAT-ALAT YANG DIPAKAI DALAM PENELITIAN
Tabel.1
perlengkapan yang digunakan dalam penelitian
NO
NAMA ALAT
1
Bolpoin
2
1 Buku Tulis
3
1 Unit Notebook
4
Camera HP