Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tanah Surga yang Dilupakan

6 November 2024   09:08 Diperbarui: 13 November 2024   16:10 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petaniku (Sumber:pixabay.com/ignartonosbg)

Dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah petani milenial atau kelahiran tahun 1981-1996 (perkiraan usia sekarang 27-42 tahun) turun. Proporsi jumlah petani berusia 25-34 tahun turun dari 11,97 persen pada 2013 menjadi 10,24 persen pada 2023.

Begitu juga dengan petani berusia 35-44 tahun turun dari 26,34 persen menjadi 22,08 persen. Jumlah petani gurem naik tidak tanggung-tanggung, yakni sebanyak 2,64 juta orang.

Hal itu juga menjadi salah satu indikasi berkurangnya lahan pertanian yang sebenarnya perlu dilindungi pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Penguasaan lahan petani kecil semakin rendah sehingga program kemitraan dengan petani gurem perlu didorong. (1)

Jumlah nelayan di Indonesia terus mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir sebagaimana dilaporkan oleh dokumen Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir 2021. Pada tahun 2010 jumlah nelayan tercatat sebanyak 2.16 juta orang. Namun pada tahun 2019 lalu, jumlahnya tercatat hanya 1.83 juta orang.

Dengan demikian, terdapat penurunan jumlah nelayan sebanyak 330.000 orang dalam sepanjang tahun 2010–2019. Dalam catatan WALHI, penurunan jumlah nelayan di Indonesia didorong oleh dua hal, yaitu krisis iklim dan ekspansi industri ekstraktif di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.  (2)

Profesi itu selalu saja dianggap lekat dengan kemiskinan dan dekat dengan kehinaan. Petani-petani dan nelayan-nelayan tak lagi sanggup menyediakan makan untuk kita. 

Sebuah harapan 

Kita telah kehilangan ribuan petani atau nelayan hebat yang berkarya untuk negeri. Apalagi tidak ada lagi penerus hebat, tidak ada lagi anak muda yang mewarisi mereka. Profesi itu selalu saja dianggap lekat dengan kemiskinan dan dekat dengan kehinaan. Petani-petani dan nelayan-nelayan tak lagi sanggup menyediakan makan untuk kita. 

Ribuan petani, ribuan nelayan tak lagi tak lagi mempunyai lahan. DI lautan, yang tertinggal ikan kecil tak layak konsumsi, di persawahan, ratusan hektar padi tak terawat dan tak menghasilkan apa-apa. Nelayan menangis, petaniku menangis.

Kini, kita tak lagi menikmati makan selain berton-ton yang kita impor untuk mereka yang sanggup membeli. Kita telah menikmati kemiskinan dan ketidakmampuan menjadi kelaparan.    

Kebangkitan kelimpahan pangan selalu kita rindukan karena di tanah ini masih tersembunyi jutaan kekayaan yang terpendam begitu dalam. Harapan ada di depan mata kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun