Identifikasi diri sebagai satu bangsa, satu tanah air, dengan satu bahasa menjadi pijakan penting berdirinya bangsa Indonesia. Dalam tiga hari ini begitu nyata tampak menyala dalam dada setiap anak muda.
Keberagaman terhimpun dalam perjumpaan. Keberagaman yang akan mempersatukan bumi Indonesia yang memang tegak berdiri karena beragamnya suku, agama, budaya, dan wilayah ribuan pulau. Persatuan dan kesatuan nyata sebagai jati diri bangsa yang harus ditegakkan sebagai Nusantara. Tanpa perjumpaan, harmonisasi yang kita dendangkan tak akan pernah terwujud nyata Mimpi tentang persatuan, kedaulatan mungkin saja musnah tanpa perjumpaan dan pertemuan anak-anak muda.
Dalam mengembangkan titik temu diperlukan pembudayaan civic nationalism dengan memperkuat modal sosial melalui perluasan jaring-jaring konektivitas dan inklusivitas. Jaring konektivitas adalah ruang-ruang perjumpaan dan interaksi, ruang keterlibatan dan kerja sama yang dapat membuat yang asing menjadi familiar, prasangka beralih jadi pengenalan yang menumbuhkan cinta. Inklusivitas adalah kesetaraan akses terhadap pendidikan, kesehatan, pekerjaan, permodalan, dan privilese sosial yang bisa mengatasi kecemburuan. Melalui penguatan konektivitas dan inklusivitas bisa terbangun rasa saling percaya. (1)
Membangun Harmoni
Keberagaman adalah sebuah anugerah Ilahi, mewujudkan harmonisasi kehidupan dalam keberagaman adalah cita-cita luhur bangsa yang sangat nyata melekat dalam Pancasila yang sejak semula diperjuangkan oleh para pejuang bangsa. Tanpa campur tangan dan kiprah anak-anak muda dalam beragam kegiatan perjumpaan, mewujudkan keharmonisan pasti hanyalah sebuah bualan belaka, apalagi teknologi semakin mengambil peran menjauhkan anak-anak muda dari kedekatan nurani.
Tanpa campur tangan dan kiprah anak-anak muda dalam beragam kegiatan perjumpaan, mewujudkan keharmonisan pasti hanyalah sebuah bualan belaka, apalagi teknologi semakin mengambil peran menjauhkan anak-anak muda dari kedekatan nurai.
Karena itulah, menyiapkan anak-anak muda mewujudkan perjumpaan dan pertemuan yang berkualitas selayaknya menjadi cara pendidikan kita memberikan makna toleransi. Jika perjumpaan dan pertemuan tak abadi, sekadar memberikan waktu untuk anak-anak muda bergelut bertukar informasi mungkin akan memberikan ruang silaturahmi ala anak muda masa kini. Namun, apakah semua orang tua mampu dan siap merelakan anak-anak muda kita bergelut dalam keberbedaan apalagi berkaitan dengan keyakinan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI