Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mempertanyakan Peran Anak Muda dalam Dunia Pendidikan

22 September 2024   18:38 Diperbarui: 22 September 2024   18:38 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kritis (Sumber: Wphoto/pixabay.com)

Profesor. Tidak hanya menandai kehebatan sebuah perjuangan, gelar yang terekam dalam setiap nama terkadang menjadi dewa yang selalu diburu. Profesor-profesor baru lahir dan sebagian tenggelam karena ketidakjujuran.

Beberapa minggu ini, Kompasiana dipenuhi kegundahan akan nasib pendidikan di negeri nan elok, Indonesia. Bukan hanya membuka kembali masalah-masalah kebobrokan di lingkungan perguruan tinggi, begitu banyak Kompasioner yang menghentak mempertanyakan orang-orang hebat di perguruan tinggi. Kasus korupsi, kasus manipulasi, kasus ketidakjujuran, kasus pelecehan bahkan sampai kasus pemerkosaan begitu kentara menghiasai setiap halaman berita. Perguruan tinggi tetap saja menyisakan banyak permasalahan yang tak kunjung teredam. 

Cita-cita pendidikan 

Pendidikan yang seharusnya menjadi tempat untuk memuliakan harkat martabat manusia tetapi telah melebur menjadi ajang menghancurkan masa depan dan harga diri sebuah bangsa. Bagaimana tidak? Seorang profesor, orang hebat di banyak kampus di Indonesia, jabatan begitu tinggi tak mampu membedung diri dan menghindar dari tikaman tak beradab dan berakhlak. Bagaimana mungkin sebuah jenjang tertinggi begitu tega menyakiti dan menjajah orang-orang yang seharusnya dilindungi. Sebuah sketsa gamblang kehidupan dunia pendidikan di negeri penuh misteri. 

Meski kasus-kasus dunia intelektual hanya terjadi pada sebagian kecil perguruan tinggi, tetapi intensitas gaung membahana dan melumpuhkan akan sehat intelektual kita. Kegundahan yang terkadang memunculkan pemakluman dan komentar sinis sementara, hilang dan menguap begitu saja. Kita hanya diam?

Bagaimana mungkin sebuah jenjang tertinggi begitu tega menyakiti dan menjajah orang-orang yang seharusnya dilindungi. Sebuah sketsa gamblang kehidupan dunia pendidikan di negeri penuh misteri.

Jabatan tinggi yang harus dicapai dengan pengorbanan harga diri dan waktu bukan hanya memberikan arti untuk kampus tercinta, tetapi memberikan arah pasti untuk pendidikan di negeri ini. Manusia pilihan yang hanya 2,61 persen dari jumlah dosen 311.63 tersebar di berbagai kampus di Indonesia, tidak semua profesor dipercaya sebagai manusia terpercaya di jagad keilmuwan tertinggi. Selalu saja harapan anak-anak tak pernah sirna meski dera masalah menyelimuti dunia pendidikan kita. 

Membangun manusia dan generasi muda sejenak terhenti, generasi emas dalam balutan adil dan makmur seolah hanya suara kecil mimpi yang tak pernah nyata terwujud. Tetap saja, beragam kasus yang mendera profesor-profesor di negara ini melumpuhkan cita nan hebat bapak-bapak bangsa ini.  

Suara anak muda

Suara-suara kecil anak-anak muda masih terdengar lirih. Diberbagai ragam media, mereka mencoba meriakkan kebobrokan dan kegundahan nasib pendidikan negeri ini. Tidak hanya berkaca dari kasus yang mendera perguruan-perguruan tinggi, kasus-kasus teridakjujuran, manipulasi penelitian, perundungan  yang masih saja terjadi dan tak terselesaikan, anak-anak muda mencoba untuk menemukan setitik cahaya bermartabat dunia pendidikan kita.  

Tidak hanya terhenti di tengah hentakan industri teknologi, solusi-solusi pasti untuk kembali menghidupkan pendidikan yang berakhlak mulia perlu diberikan apresiasi.

Beruntung, masih begitu banyak anak-anak muda yang peduli dengan situasi gelap dunia pendidikan. Pernyataan menggelitik seputar identitas perguruan tinggi dan begitu banyak prosedur yang membelenggu, seolah membuat runyam dunia intelektual kita. Ketika anak-anak muda kita sanggup berbicara dan mengutarakan daya nalar, pikiran, dan hasil analisis dalam beragam tulisan, paling tidak langkah awal telah memacu dunia akal sehat untuk hidup kembali. Tidak hanya terhenti di tengah hentakan industri teknologi, solusi-solusi pasti untuk kembali menghidupkan pendidikan yang berakhlak mulia perlu diberikan apresiasi. 

Itulah peran sekolah dalam dunia penuh distraksi, terus melibatkan anak muda dalam permasalahan kritis bangsa, sekaligus merangkulnya menjadi generasi emas yang layak dihormati. Apakah tetua-tetua bangsa ini rela memberikan harapan di pundak penerus bangsa?  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun