Altotting. Udara pagi terasa begitu dingin. Enggan untuk membuka mata, tetapi keinginan begitu kuat untuk menginjakkan kaki di Bavaria, Jerman.Â
Semangat pagi begitu menguat tatkala morning call berbunyi. Kembali membangunkan diri dan berbenah, membuka hari dengan hening sejenak menyapa Sang Ilahi.Â
Raya syukur yang tak akan pernah usai, kegembiraan bergumul dalam rahmat yang terus mengisi relung hati, merasakan kehidupan di negeri orang layaknya sebuah mimpi panjang yang tak pernah menemui akhir untuk disyukuri.Â
Hari ini adalah perjalanan melepaskan kenangan di Wina. Rasa cinta mengalir begitu dalam nadi-nadi abadi. Negeri elok untuk terus mengisi hati.Â
Pukul 07.30 perjalanan kembali dimulai. Kota nan indah, Wina, harus segera aku tinggalkan. Mungkin hari ini akan menjadi perjalanan yang melelahkan. Namun, sepanjang perjalanan, rasanya untuk menutup mata pun enggan.Â
Ada begitu banyak keindahan yang begitu memanjakan mata. Daun-daun menguning, begitu banyak yang mulai berguguran. Pohon-pohon tampak begitu kaku terbujur dalam dahan-dahan sendiri.Â
Sepanjang perjalanan, pemandangan semakin mengikat segenap rasaku, apalagi salju yang mulai menyelimuti perbukitan, seolah menampakkan kekuatan alam. Kita menikmatinya sebagai sahabat alam semesta.Â
Dua jam perjalanan, bus harus berhenti, sopir harus beristirahat selama 30 menit. Begitulah, aturan begitu ketat untuk perjalanan darat dengan bus. Sopir tak bisa bermain-main dengan aturan ini, karena setiap bus dilengkapi dengan aplikasi yang terhubung ke pusat transportasi.Â
Jika melanggar, SIM dan izin transportasi pun dicabut. Inilah saat bagi kami untuk beristirahat di sebuah rest area. Setengah jam berlalu, kami pun kembali melanjutkan perjalanan.Â
Sepanjang perjalanan, pemandangan semakin mengikat segenap rasaku, apalagi salju yang mulai menyelimuti perbukitan, seolah menampakkan kekuatan alam. Kita menikmatinya sebagai sahabat alam semesta.
Dalam perjalanan, kami semua tak sempat memejamkan mata. Pemandangan sepanjang perjalanan rasanya sayang untuk ditinggalkan, begitu memanjakan mata, begitu memanjakan hati, indah dan mengusik hati.Â
Bus mulai berjalan perlahan, ketika tidak lagi berjalan di jalan bebas hambatan. Jalan kecil menuju sebuah desa, tetapi perjalanan tak banyak halangan dan rintangan apalagi kemacetan.Â
Bus mulai terhenti, sebuah tempat parkir yang tidak begitu luas tetapi begitu bersih tampak di depan kami. Kami pun turun dan menginjakkan kaki di Kota Altotting, Jerman.Â
Altotting dan Kapel Rahmat
Altotting memang dikenal sebagai jantung kota Bavaria, negara bagian Jerman. Kota kecil ini sangat terkenal dengan sebuah Kapel Rahmat (Gnadenkapelle, Chapel of Grace). Kapel segi delapan kecil menyimpan patung Perawan Maria Hitam (Black Madonna, Die schwarze Madonna) yang dihormati.Â
Kisah tentang Perawan Maria Hitam ini bermula saat sekelompok orang yang datang membakar kapel ini dan biara di sekitar pada tahun 900. Seluruh bagian kapel dan biara tak terselamatkan, hanya patung Black Madonna yang terbuat dari kayu dan beberapa benda rohani di dalam kapel yang selamat. Patung tersebut tidak terbakar tetapi warna hitam menyelimuti seluruh bagian.Â
Legenda berkembang di daerah itu. Pada tahun 1489, seorang anak laki-laki (3 tahun) tenggelam di sungai dan dihidupkan kembali ketika ibunya yang berduka menempatkannya di depan patung kayu Perawan Maria.Â
Mukjizat tersebut menyebar dan kapel diperluas karena begitu banyaknya umat Katolik yang berdatangan untuk memohon rahmat. Kesaksian atas berbagai mukjizat pun mulai menyebar sehingga di dinding Kapel Rahmat tersebut banyak sekali kisah kesaksian umat dari berbagai tempat.Â
Beragam peristiwa yang terjadi di Altotting seolah begitu kuat terekam di Kapel Rahmat termasuk tragedi kemanusiaan periode 1939-1945.Â
Kapel ini memang sudah sangat tua. Kapel berbentuk segi delapan dibangun sekitar tahun 660 M dan patung Maria Hitam di dalamnya termasuk salah satu patung tertua di Jerman yang terbuat dari kayu linden.Â
Diperkirakan patung ini dibuat pada tahun 1330. Beragam peristiwa yang terjadi di Altotting seolah begitu kuat terekam di Kapel Rahmat termasuk tragedi kemanusiaan periode 1939-1945. Namun, Kapel dan Kota Altotting, Jerman selamat dari peristiwa tak berperikemanusiaan tersebut.Â
Sejak tahun 1250, tempat ini sudah dibuka sebagai tempat pencarian spiritualitas yang datang ke Jerman. Begitu banyak orang yang meyakini akan mukjizat terjadi. Karena itulah, kapel ini menjadi tujuan peziarah, sekaligus rumah doa bagi siapa saja yang membutuhkan dan memohon rahmat melalui perantaraan Black Madonna.
Kapel ini dihormati umat Katolik di Eropa sehingga Paus Yohanes Paulus II bersama Kardinal Joseph Ratzinger pun mengunjungi pada bulan November 1980.Â
Setelah Kardinal Joseph Ratzinger terpilih sebagai Paus Benediktus XVI, ia pun kembali mengunjungi kapel l dan menyumbangkan cincin uskup yang ia kenakan saat menjadi Uskup Agung Munich. Cincin tersebut kini melengkapi tongkat kerajaan yang dipegang oleh Perawan Terberkati.
Karena itulah, kapel ini menjadi tujuan peziarah, sekaligus rumah doa bagi siapa saja yang membutuhkan dan memohon rahmat melalui perantaraan Black Madonna.
Kapel ini menjadi salah satu tempat ziarah yang selalu ramai dikunjungi umat Katolik seluruh dunia. Di sinilah, umat Katolik setiap hari melakukan berdoa, dan bermazmur. Namun, bangunan kapel ini memang sangat kecil sehingga umat yang akan berdoa harus bergantian masuk ke dalam kapel.Â
Sejenak aku terdiam di depan Patung Bunda Maria Hitam. Aku terdiam sesaat dengan kaki gemetar. Aku hanya bisa diam, diam dalam keheningan dalam ruang kecil itu; dalam ketidakberdayaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H