Pohon tua , di tengah penantian natal itu sempurna saat tiupan angin, cahaya yang menerpanya begitu sempurna. Cahaya matahari seolah kembali menghidupkannya. Namun, di ruang-ruang rumah tua, ternyata pohon itu tak menjadiannya bermakna. Dia hanya menjadi seonggoh cerita saat ujung tahun berganti. Aku mencoba memindahkan kembali, kemana seharusnya dia terlihat bermakna.Â
Namun, rumah tua ini memang selalu saja tampak angkuh untuk menjadikannya menampakkan kekohannya. Tidak ada tempat yang menjadikannya sempurna. Tidak ada ruang yang menjadikannya bermakna. Anak kecil itu selalu saja merengek agar pohon tak begitu saja terpasang. Karena tidak ada suara atau cahaya yang menjadikannya tampak dalam keindahan. Hanya di tengah halaman rumah tua, pohon natal yang tidak lagi sempurnya itu memancarkan keindahannya.Â
Anakku terduduk, tersenyum saat pohon itu tertiap angin. Pohon itu bergoyang dalam luapan kegembiraan bersama anakku yang kembali menghadirkan kegembiraan di tengah perjalanan menjemput guru kehidupan.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H