Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru dalam Serangkai Kata

27 November 2023   21:14 Diperbarui: 27 November 2023   21:22 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru. Kata-kata terima kasih tertulis indah dalam serangkain kata yang mengurai menjadi puisi-puisi tanda cinta. Bait-bait makna tersusun begitu nyata dalam kedalaman pesan dalam pusara cerita kehidupan. 

Sebuah buku sederhana tak setebal kitab-kitab kehidupan tersembunyi dalam sebuah bingkisan kasih sayang di Hari Guru. Sebuah antologi puisi, Pahlawan Peradaban, adalah hadiah istimewa mengharubirukan hati saat perayaan tiba, Senin, 27 November 2023. Memang tidak tepat saat Hari Guru tetapi hadiah istimewa ini membawa sebuah kedamaian, bagaimana cara anak muda menyampaikan uangkapan tanda kasih. Kata-kata indah dalam wujud puisi tersaji dari 35 puisi yang tersusun begitu memesona. 

Ucapan terima kasih dan tanda cinta yang tidak sekadar kata yang begitu saja muncul dan mungkin juga hilang sesaat dan tanpa bekas. Antologi dua puluh lima puisi ini telah memberikan gambaran bagaimana sebuah relasi murid dan guru selalu tercipta. Karena kehadian guru bisa saja sebagai pendidik, pengayom, pemimpin, pembimbing, pendorong, sahabat, teman dan rekan yang selalu siap bekerja sama dimanapun dan kapanpun. Guru tidak lagi sebuah menara menakutkan yang siap marah, apalagi  menghentak dan mengcengkeram harapan. 

Guru tidak lagi sebuah menara menakutkan yang siap marah, apalagi  menghentak dan mengcengkeram harapan.

Menjadi guru, menjadi sahabat kehidupan. Menjadi guru adalah menjadi rekan perdamaian. Dalam setiap langkah anak, peradaban selalu terbentuk dan ditentukan, tak pernah zaman baru ditinggalkan. Maka, ucapan lirih nan sederhana dari seorang anak adalah buah kehidupan yang selalu mendamaikan hati seorang guru. Ucapan lirih, terima kasih, selalu menjadi energi kehidupan untuk berjuang begitu panjang dalam zaman yang tak berujung. Apalagi untaian kata itu tidak lagi hanya susunan kata terima kasih, tetapi menjadi tanda cinta seorang teman sejati. 

Saat pagi aku datang
Senyummu selalu mengembang
Menyapaku dengan senang

Lantas ku memadangmu
Tantangan apa yang akan kau berikan padaku
Senyummu lentera di ruang bisu

Kau tepuk pundakku dengan tenang
Memberiku semangat untuk menang
Melawan rasa tak senang

Engkau berjuang tanpa lelah
Membimbing kami di sekolah
Mengajarkan ilmu dan petuah

Marahlak jika kami salah
Tertawalah jika engkau gundah
Dan tataplah tunjukkan senyum terindah

Guruku yang kusayang
Engkau laksana bintang
Hapuskan gelap dalam terang
Teruslah menjadi tempatku berpegang

Tempat bersandar di kala tegang
Memberikan bekal di masa datang

Tiada kata yang biasa menyetara jasamu
Setiap momen bersamamu adalah rinduku
Terima kasih guruku pahlawanku

Puisi Guru Pahlawanku karya Dominick Darrent Wijaya (SMP Kolese Kanisius, CC 26) ini adalah salah satu coretan dari 35 puisi yang sengaja tersaji sebagai sebuah kado indah untuk guru melengkapi sebuah mug, sebuah buku, dan lembaran foto dalam sebuah kotak coklat. Tentu saja, hadiah yang begitu serius tersaji ini bukan hanya sebuah bingkisan, kekayaan hati tercipta begitu cermat dalam kata yang terasa indah untuk dinikmati.

Setiap anak memang kaya akan pandangan dan pengalaman relasi perjumpaan dengan guru-guru kehidupan di sekolah. Melihat sosok guru, melihat sebuah kehidupan yang selalu menyenangkan dan menggembirakan. Dalam setiap ketegangan, tantangan tercipta, dan selalu menikmati sebuah perjalanan panjang dalam ruang-ruang terang pengetahuan. 

Guru selalu bisa tersaji dalam rupa yang berbeda. Pengalaman nyata selau tersaji dalam ragam cerita yang selalu menggenapi kehidupan. Meski guru bukan aktor kawakan, memerankan beragam peran selalu saja harus dihadirkan. Saat harus melucu, saat yang lain harus tegas. Saat harus bercanda, saat yang lain harus keras. Saat harus lembut, saat yang lain harus lantang. Saat harus terbuka, saat yang lain harus mempu menyimpan rahasia. Guru bukan bangunan kaku, beku dan membosankan. 

Saat harus lembut, saat yang lain harus lantang. Saat harus terbuka, saat yang lain harus mempu menyimpan rahasia. Guru bukan bangunan kaku, beku dan membosankan. 

Guru bukan manusia hebat, meski terkadang kata pahlawan dimaknai begitu kuat. Namun, guru tetaplah seorang sahabat yang siap menemai sampai ujung harapan tiba, menjadi dewasa. Antologi puisi, Pahlawan Peradaban adalah sebuah perjalanan panjang memupuk sebuah persahabatan.  Terima kasih sahabat, 

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun