Kompasiana. Rumah kecil itu dijejali begitu banyak orang. Ada yang mencoba menceritakan kesedihan,kebahagiaan, kekecewaan, harapan, kesenangan, dan menuliskan jalan kecil menuju kebaikan. Semuanya bergembira.
Kisah tentang Kompasiana adalah kisah tentang sebuah rumah yang selalu ramai meski urung dalam sebuah perjumpaan. Sapaan kecil semacam; Mantap, Dahsyat, berkualitas, Hebat, Siips lah, Apik, Menarik, Ulasannya Apik, dan begitu banyak kata-kata membangkitkan yang hadir dalam sebuah ketulusan. Padahal, dalam keriuhan satu sama lain tak pernah saling bersua.Â
Karena sejatinya sebuah keluarga , jejak-jejak sebuah tulisan begitu indah untuk terus dinikmati. Masing-masing mengolah dengan untaian kata bermakna, dan menyajikan dalam kisah yang setiap hari melegenda. Kisah hidup yang terus-menerus dibagi dalam rumah kecil tanpa tembok dan tak terbatas tembok raksasa. Kompasiana telah melindungi kisah setiap warganya menjadi cerita tentang semangat hidup nan membara.Â
Aku tidak tahu, mengapa rumah ini begitu memperdayaku. Saat sebuah kisah tertulis dalam baris-baris kalimat, saat itu juga kehadiran anggota keluarga terasa. Ada sebuah respon yang terus membuat gembira; Aktual, Bermanfaat, Inspiratif, Menarik, Menghibur, dan Unik yang selalu hadir menghiasi sebuah cerita. Namun, ini bukan akhir sebuah kisah, karena penantian seluruh keluarga pada akhirnya menentuhan warna sebuah sajian; apakah menjadi tulisan Pilihan atau Artikel Utama.
Kisah hidup yang terus-menerus dibagi dalam rumah kecil tanpa tembok dan tak terbatas tembok raksasa. Kompasiana telah melindungi kisah setiap warganya menjadi cerita tentang semangat hidup nan membara.Â
Bemula saat PandemiÂ
Pandemi menjadi sebuah awal cerita. Kesedihan dan kekuatiran terangkum dalam kungkungan keluarga yang mencoba bertahan dari pendemi. Setiap hari, satu bait puisi, satu paragraf cerita selalu tertulis nyata dalam sebuah layar komputer yang begitu memelakkan. Namun, kisah hidup harus terus tersampaikan. Tidak terasa, puisi-puisi itu menjadi sekumpulan kisah masa pandemi. Tidak terasa kisah tentang sebuah paragraf yang akhirnya berpadu menjadi cerita terasa nyata, apalagi saat hari dibaca.
Setiap hari, puisi-puisi itu mengisi dinding-dinding virtual di Kompasiana. Setiap hari, lima ratus kata itu menjadi coretan di Kompasiana. Ada begitu banyak pembaca, ada begitu banyak sapaan yang terus menghidupi cerita-cerita sampai hari ini. Sebuah keberuntungan mengenal ini rumah ini dalam segala macam penghuni setia, setiap hari  menjadi sahabat.
Di sinilah, aku menuliskan kisah terpendam yang tak pernah terpadamkan. Mencoba merangkai kata menjadi bermakna, mencoba menyusun kata menjadi kemeriahan.Â
Ada begitu banyak pembaca, ada begitu banyak sapaan yang terus menghidupi cerita-cerita sampai hari ini. Sebuah keberuntungan mengenal ini rumah ini dalam segala macam penghuni setia, setiap hari  menjadi sahabat.
Kini, saat lima belas tahun rumah itu dibangun, jutaan anggota keluarga berbangga tinggal dan menetap di sana. Lewat beragam coretan, tak pernah mempedulikan usia. Ada sebagian yang belia, ada sebagian remaja, sebagian dewasa, dan ada sebagian yang sudah mulai menua. Kami lengkap hadir dalam segala generasi. Kami berkarya untuk semakin memperindah rumah kami, Kompasiana.Â
Kini, saat lima belas tahun rumah ini berdiri, jutaan profesi mengisi keindahan keluarga kami. Ada sebagian dari kami siswa, pelajar, Â atau mahasiswa. Ada sebagian dari kami ibu rumah tangga, bapak rumah tangga, guru, pengawas, pengamat, dokter, konsultan, pekerja, karyawan, arsitek, pegawai negeri, petani, birokrat, pejabat, wartawan, editor, dan ratusan profesi yang semakin meneguhkan kami sebagai keluarga besar Kompasiana.Â
Selamat ulang tahun Kompasiana, rumah ini akan terus berdiri jika sponsor tak pernah lari. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H