Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Anak Ajaib

17 Oktober 2023   20:00 Diperbarui: 17 Oktober 2023   20:03 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak (Sumber: esudroff-pixabay.com)

Anak ajaib. Prestasi tinggi, terus melambung, menembus awas, menguasai mereka yang terus berkerut memikirkan kekuasaan yang tak kesampaian. Kekuasaan menumpulkan hati yang terus tersembunyi di bawah hingat bingar perebutan takhta.

Berita di koran-koran mulai menguliti seorang anak yang tiba-tiba ditunjuk menjadi masinis sebuah kereta cepat. Melesat begitu cepat, kereta cepat melesat dalam kendali anak ajaib yang tiba-tiba menjelma menjadi masinis hebat. Semua orang membicarakan, sebagian mempertanyakan, si anak yang terus bergelut dalam cita-cita sebesar harapan sang bapak terus saja mengendalikan, melesat melewai jalur-jalur menuju kota. 

Si anak ajaib itu mencoba menembus harapan, melanjutkan menjadi masinis kerajaan bagi sang ayah.  

Berisik media masa mencoba mengadu domba si anak ajaib dengan sang bapak. Spanduk-spanduk menentang si anak memasuki kota. Namun, sang masinis telah membawa kereta itu  untuk hadir di kota, dan siap merenggut kursi sang raja. Kedatangannya disambut jutaan penggemar, seolah sebuah harapan terbitnya matahari baru bagi kerajaan. 

Musuh-musuh tersenyum, sebagian tertawa begitu gembira. Semua musuh berharap sang bapak  dan si anak akan bertarung memperebutkan takhta yang selama ini diidamkan begitu banyak penguasa. Semua musuh bebuyutan sang bapak  berharap peperangan antarkeluarga terjadi dan menghancurkan harta benda yang siap disantap. Jebakan-jebakan dibuat, semua musuh bersiap segera merebut takhta ketika sang bapak dan si anak ajaib dilanda pertumpahan darah hebat.  

Media-media siap mengabadikan kekalahan sang raja, dan berharap si anak meneruskan kehebatannya. Karena saat inilah, semua musuh akan bertepuk tangan, berteriak bahwa kekuasaan dinasti telah dibangun saat sang bapak selama puluhan tahun berkuasa, bangunan dinasti kekuasaan  telah terjadi di kerajaan ini. Maka, kerajaan ini bukan lagi menjadi milik rakyat tetapi telah dikuasi keluarga yang selama ini selalu dianggap hebat dan peduli nasib rakyat. Tanah dan seluruh negeri telah digadaikan dan dikuasai kroni-kroni keluarga yang menguasai negeri.  

Musuh-musuh tersenyum, sebagian tertawa begitu gembira. Semua musuh berharap sang bapak  dan si anak akan bertarung memperebutkan takhta yang selama ini diidamkan begitu banyak penguasa. 

Dinasti penguasa dilantunkan, kekuasan sebatas keluarga, sang raja dianggap menguasai seluruh kota, si anak seolah menjadi putra mahkota yang harus terus diberikan karpet merah untuk menjadi raja bagi keluarga. Kebaikan-kebaikan sang musuh untuk menjebak kiprah si anak ajaib. 

Bukan hanya melalui beragam berita yang seolah-olah membela si anak ajaib, si anak seolah-olah dibela, si anak seolah-olah menjadi terhormat, si anak ajaib ini seolah-olah menjadi anak baik bagi musuk abadi negeri. Pesta musuh-musuh abadi penghancur kerajaan hampir saja terjadi jika si anak ajaib terus terdiam dan tak mendengarkan bisikan santun sang bapak.   

Namun, kebohongan-kebohonan akan terbongkar. Anak ajaib akan terus membela sang ayah yang begitu istimewa saat menjadi raja. Kebaikan-kebaikan kehormatan yang diterima tak melunturkan kasih sayang kepada sang bapak. Sang Bapak  sebagai raja harus diselamatkan, karena serigala-serigala ganas yang siap  memangsa itu kini telah menjelma menjadi domba-domba kebaikan yang hidup di seputar kerajaan. 

Harapan peperangan akan begitu ramai. Keinginan pertumpahan darah terjadi di kerajaan. Wajah-wajah kegembiraan musuh-musuh kerajaan begitu kuat menguasai sosial media. Caci dan makian terbugkus begitu halus menjelma menjadi doa. Keuntungan telah diperhitungkan, tanah-tanah telah dibagi-bagi, pajak dan upeti berkeliaran menguasai musuh abadi kerajaan.  

Harapan peperangan akan begitu ramai. Keinginan pertumpahan darah terjadi di kerajaan. Wajah-wajah kegembiraan musuh-musuh kerajaan begitu kuat menguasai sosial media.

Hampir saja musuh menguasi kerajaan. Namun, si anak ajaib itu menyelamatkan kerajaan. Si anak ajaib menyelamtkan sang bapak saat dia tak menyatakan kesanggupan menjadi penguasa baru bagi takhta kerajaan. Si anak ajaib itu menyambut sang ayah untuk pulang. Kereta cepat melaju cepat, si anak menjadi masinis hebat kereta itu dan melesat begitu cepat dalam senyuman sang bapak yang terhenti terhormat menjadi raja.

Hari ini, si anak ajaib belum siap menjadi raja. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun