Anak ajaib. Prestasi tinggi, terus melambung, menembus awas, menguasai mereka yang terus berkerut memikirkan kekuasaan yang tak kesampaian. Kekuasaan menumpulkan hati yang terus tersembunyi di bawah hingat bingar perebutan takhta.
Berita di koran-koran mulai menguliti seorang anak yang tiba-tiba ditunjuk menjadi masinis sebuah kereta cepat. Melesat begitu cepat, kereta cepat melesat dalam kendali anak ajaib yang tiba-tiba menjelma menjadi masinis hebat. Semua orang membicarakan, sebagian mempertanyakan, si anak yang terus bergelut dalam cita-cita sebesar harapan sang bapak terus saja mengendalikan, melesat melewai jalur-jalur menuju kota.Â
Si anak ajaib itu mencoba menembus harapan, melanjutkan menjadi masinis kerajaan bagi sang ayah. Â
Berisik media masa mencoba mengadu domba si anak ajaib dengan sang bapak. Spanduk-spanduk menentang si anak memasuki kota. Namun, sang masinis telah membawa kereta itu  untuk hadir di kota, dan siap merenggut kursi sang raja. Kedatangannya disambut jutaan penggemar, seolah sebuah harapan terbitnya matahari baru bagi kerajaan.Â
Musuh-musuh tersenyum, sebagian tertawa begitu gembira. Semua musuh berharap sang bapak  dan si anak akan bertarung memperebutkan takhta yang selama ini diidamkan begitu banyak penguasa. Semua musuh bebuyutan sang bapak  berharap peperangan antarkeluarga terjadi dan menghancurkan harta benda yang siap disantap. Jebakan-jebakan dibuat, semua musuh bersiap segera merebut takhta ketika sang bapak dan si anak ajaib dilanda pertumpahan darah hebat. Â
Media-media siap mengabadikan kekalahan sang raja, dan berharap si anak meneruskan kehebatannya. Karena saat inilah, semua musuh akan bertepuk tangan, berteriak bahwa kekuasaan dinasti telah dibangun saat sang bapak selama puluhan tahun berkuasa, bangunan dinasti kekuasaan  telah terjadi di kerajaan ini. Maka, kerajaan ini bukan lagi menjadi milik rakyat tetapi telah dikuasi keluarga yang selama ini selalu dianggap hebat dan peduli nasib rakyat. Tanah dan seluruh negeri telah digadaikan dan dikuasai kroni-kroni keluarga yang menguasai negeri. Â
Musuh-musuh tersenyum, sebagian tertawa begitu gembira. Semua musuh berharap sang bapak  dan si anak akan bertarung memperebutkan takhta yang selama ini diidamkan begitu banyak penguasa.Â
Dinasti penguasa dilantunkan, kekuasan sebatas keluarga, sang raja dianggap menguasai seluruh kota, si anak seolah menjadi putra mahkota yang harus terus diberikan karpet merah untuk menjadi raja bagi keluarga. Kebaikan-kebaikan sang musuh untuk menjebak kiprah si anak ajaib.Â
Bukan hanya melalui beragam berita yang seolah-olah membela si anak ajaib, si anak seolah-olah dibela, si anak seolah-olah menjadi terhormat, si anak ajaib ini seolah-olah menjadi anak baik bagi musuk abadi negeri. Pesta musuh-musuh abadi penghancur kerajaan hampir saja terjadi jika si anak ajaib terus terdiam dan tak mendengarkan bisikan santun sang bapak. Â Â