Skripsi. Berlembar-lembar tulisan merangkum sebuah pemikiran yang tak selesai dijelaskan dalam satu atau dua mata kuliah. Saat teknologi belum sehebat sekarang ini, setiap hari menyelesaikan selembar  pemikiran rasanya seperti menaklukkan gunung tertinggi di Pulau Jawa.Â
Tulisan-tulisan yang merangkum sebuah pemikiran membuktikan sebuah usaha keras sang pembuat dalam waktu yang begitu panjang. Ketika hasil pemikiran itu harus tercurah dalam berlembar-lembar karangan ilmiah, menjadikan skripsi sebagai bukti kehebatan rasanya pantas untuk dikenang. Apalagi untuk menghasilkan sebuah pemikiran dalam satu halaman, bukan hanya diperlukan kehati-hatian, tapi tidak boleh ada kesalahan dalam satu kata atau bahkan satu huruf.Â
Saat itu menyusun skripsi menjadi sebuah monster yang menakutkan setiap mahasiswa. Bukan karena tidak adanya fasilitas untuk menulis yang mumpuni sekarang ini, tetapi untuk membeli mesin tik pun begitu susah, apalagi setiap kata selalu bisa dihargai dengan berapa banyak pita mesin tik kita habiskan. Pemikiran membutuhkan biaya yang tak murah untuk ukuran kantong mahasiswa.Â
Satu syarat yang pasti harus dilewati adalah menulis skripsi. Setelah melewati delapan semester masa perkuliahan, biasanya setiap mahasiswa akan mempunyai kesempatan untuk menulis skripsi.Â
Mata kuliah teori selesai, menyusul karya ilmiah inilah yang segera diselesaikan. Tantangan terberat seorang mahasiswa sangat kentara apalagi jika pembimbing jarang sekali masuk kuliah atau begitu sibuk dengan mengajar diberbagai tempat. Mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi dan mengolah pikiran rasanya sebuah anugerah yang tak terkira.Â
Tidak ada cara lain untuk lulus menjadi sarjana, selain menyelesaikan skripsi. Maka, banyak peristiwa yang terasa menghadang seorang calon sarjana, hanya karena skripsi tak terselesaikan. Mahasiswa terpaksa harus keluar karena tak sanggup menerima beban berat untuk menyelesaikan penelitian. Tak sanggup melakukan penelitian, skripsi pun tak bisa membuktikan sebagai orang hebat.Â
Ketika hasil pemikiran itu harus tercurah dalam berlembar-lembar karangan ilmiah, menjadikan skripsi sebagai bukti kehebatan rasanya pantas untuk dikenang.
Pengalaman hidup dalam menyelesaikan skripsi dengan metin tik adalah sebuah kenangan hebat saat pertanda menjadi mahasiswa harus segera berakhir. Satu kata salah, selembar harus terbuang percuma. Saat diserahkan kepada sang dosen, begitu banyak kata dan pemikiran yang harus diluruskan dan diubah. Tidak ada pilihan kecuali harus membetulkan setiap kesalahan.Â
Jika tidak melakukan perbaikan, waktu telah menunggu untuk memperpanjang masa kuliah. Maka, saat itu banyak sekali dijumpai mahasiswa yang selalu memperpanjang masa kuliah bahkan sampai semester enam belas. Sebuah perjalanan menjadi mahasiswa yang tak terselesaikan hanya karena perjuangan menyelesaikan skripsi pujaan.Â