Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Jalan Pintas Menarik Pemilih Pemula

29 Agustus 2023   04:25 Diperbarui: 29 Agustus 2023   04:39 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu. Semakin dekatnya penghelatan Pemilu dan semakin sulitnya menemukan tokoh berkualitas sebagai calon legislatif ditengarai menjadi sebab munculnya politik kekerabatan dalam partai politik. 

Partai politik telah menentukan calon-calon legislatif. Jika partai politik pada akhirnya memilih orang-orang terdekat penguasa partai sebagai calon legislatif, tentunya harapan sebagian masyarakat untuk ikut berkiprah dalam penghelatan demokrasi di negeri ini tertutup begitu rapat. Ketika dalam demokrasi tersimpan sebuah ungkapan, siapa saja memang bisa dijadikan calon legislatif, entah itu keluarga, tetangga, anak buah, atau bahkan musuh-musuh politiknya, menutup pintu bagi mereka yang ingin berkiprah melalui jalur politik seolah mengebiri budaya demokrasi di negeri ini. 

Apakah politik kekerabatan muncul sebagai jawaban ketidakmampuan partai-partai menemukan calon hebat diantara jutaan rakyat? Ketidakmampuan yang seolah dipertunjukkan dalam peristiwa besar semacam Pemilu. Praktik politik kekerabatan menjadi sebuah tontonan  oleh mereka yang tak sanggup bersusah payah menggosok berlian-berlian di negeri kaya raya. Praktik-praktik politik yang sengaja melibatkan  anggota keluarga, keluarga dekat, atau mereka yang mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat dekat adalah sebuah jawaban bahwa kekuasan sebenarnya adalah alat melegitimasi penguasaan pribadi atas negara.

Maka istilah petugas partai yang sering didengung-dengungkan di berbagai media sosial, kok, sepertinya adalah sebuah kenyataan. Siapa saja bisa diajukan untuk menjadi “petugas partai”. Petugas akan lebih berkomitmen jika dipilih dari orang terdekat dengan ikatan kekeluargaan yang begitu lekat. 

Praktik-praktik politik yang sengaja melibatkan  anggota keluarga, keluarga dekat, atau mereka yang mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat dekat adalah sebuah jawaban bahwa kekuasan sebenarnya adalah alat melegitimasi penguasaan pribadi atas negara.

Mungkin saja dengan memilih orang terdekat sebagai calon legislatif juga akan menghindarkan dari pemborosan. Biaya tinggi dalam pencalonan dan kampanye seolah menakutkan bagi siapa saja yang mencoba peruntungan terpilih sebagai anggota legislatif. Apalagi kekuatan modal seorang penguasa partai sudah tidak diragukan lagi. Tetap menjadi pengusaha, penguasa partai dan seluruh anggota keluarga adalah anggota legislatif seolah menciptakan kerajaan baru di tengah bangsa. 

Jika suksesi hanya menguasai kehidupan ekonomi dalam keluarga, menciptakan suksesi lain dalam ranah politik dan pemerintahan seolah dianggap sebuah pencapaian politik tertinggi. Tahta dan kekuasaan layak diteruskan dan semakin dipertahankan.  

Dengan jabatan istimewa di pemerintahan, dan mempunyai begitu banyak usaha yang menggurita, tak akan sanggup orang lain menyentuh dan menaklukkannya. Maka, mencoba peruntungan untuk terpilih sebagai wakil rakyat adalah sebuah upaya nyata mempertahankan partai sebagai keluarga. 

Toh di setiap penghelatan Pemilu, mengikutsertakan anggota keluarga sebagai calon-calon wakil rakyat adalah peristiwa yang sudah biasa.  Calon borongan dari keluarga pengurus partai adalah riak-riak demokrasi yang terjadi di negeri ini. Ketakutan akan hadirnya kembali nepotisme yang menggurita di pemerintahan atau tercipta pemerintahan yang sarat dengan dinasti politik seolah menjadi sebuah menara yang menakutkan yang mungkin akan menjerumuskan bangsa kepada perpecahan. 

Beruntung, kini, masyarakat semakin cerdas dengan pilihannya. Anak-anak muda begitu cerdas menentukan pilihan, karena di berbagai media mereka bisa mendapatkan rekam jejak mereka yang hanya menjaring kebodohan sang pemilih. Partai yang tidak sanggup untuk menemukan calon berkualitas akan secepatnya ditinggalkan. Partai yang hanya menjadi pedagang dan muncul karena kakuatan finansial tak akan mengalahkan kekuatan rakyat yang semakin cerdas menyuarakan kebaikan untuk bangsa ini meski hanya melalui media sosial. 

Partai yang tidak sanggup untuk menemukan calon berkualitas akan secepatnya ditinggalkan. Partai yang hanya menjadi pedagang dan muncul karena kakuatan finansial tak akan mengalahkan kekuatan rakyat yang semakin cerdas menyuarakan kebaikan untuk bangsa ini meski hanya melalui media sosial.

Pemilu 2024 adalah sebuah pertaruhan; apakah orang-orang muda Indonesia layak untuk mendapat penghormatan sebagai penentu masa depan; cerdas memilih dan menentukan pilihan. Atau, apakah anak-anak muda ini begitu mudahnya termakan promosi, termakan berita bohong yang terus membanjiri jagat sosial media kita. Sajian pemilu cerdas akan terus berkumandang dalam setiap rangkaian penentuan calon wakil rakyat. 

Suguhan politik ketidakadilan mungkin saja sedang dipertontonkan di tengah kegalauan pemilih-pemilih muda muncul untuk menentukan pilihan. Karena anak muda yang akan tampil cerdas pada pemilu 2024 akan meruntuhkan dinasti politik yang sengaja diciptakan untuk menciptakan ketidakadilan di negeri ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun