Ketika sebuah panggung jurnalistik hanya menyajikan cerita-cerita imajinasi, jurnalisme gibah begitu kuat tersaji. Jurnalisme gibah terus menjadi hiburan yang meninabobokan akal sehat,  tindakan atau perilaku hanya  menggosip atau menyebarkan informasi negatif atau merendahkan seseorang di belakangnya. Sajian drama-drama kehidupan pribadi, kelemahan, kekurangan, kesalahan akan terus dikorek dalam forum-forum imanjiner yang menghibur.
Sajian drama-drama kehidupan pribadi, kelemahan, kekurangan, kesalahan akan terus dikorek dalam forum-forum imanjiner yang menghibur.Â
Pemilu memang akan menjadi sebuah pertunjukan spektakuler. Sebuah arena menunjukkan kekuatan-kekuatan untuk berkuasa. Begitu banyak orang akan bermain dalam pertunjukan ini. Peran nyata, atau sekadar hadir sebagai pemandu sorak akan terlihat riuh menggema dan melahirkan banyak nyanyian atau tarian sumbang. Kata-kata dan sajian-sajian kebohongan mungkin saja berkuasa sesaat untuk meraih kemenangan.Â
Media sosial telah menyuburkan sajian gibah dalam ragam pertunjukan yang terus mengobok-obok kebenaran. Maka, membaca dan menikmati ragam informasi senyatanya harus menghadirkan akan sehat. Karena  gibah telah menggurita tersaji dalam beragam cara menyajikan informasi; seolah benar, seolah nyata, seolah terbukti. Â
Jurnalisme gibah menjadi kanker demokrasi yang akan merusak jantung negeri. Kini, saatnya melawan agar demokrasi tersaji dengan adab dan hati. Â Rakyat cerdas, demokrasi kuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H