Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pemilu dan Jurnalisme Gibah

15 Juli 2023   22:11 Diperbarui: 15 Juli 2023   22:36 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebatas khayalan (Sumber: paulbr75@pixabay.com)

Pemilu. Pencarian orang-orang terbaik negeri ini segera dimulai. Hampir tiga ratus juta rakyat akan berlomba menjadi yang terbaik. Iklan dan selebaran mulai menjual meski terkadang kisah khayalan seolah nyata. 

Pemilu sebenarnya menjadi arena memilih orang-orang terbaik negeri ini. Mereka yang terpilih dianggap mampu untuk manjadi nahkoda kapal untuk terus berjalan maju dan tak berhenti. Rakyat pilihan, manusia pilihan, seharusnya hadir sebagai buah demokrasi yang nyata membangun bangsa.  Karena tanpa orang terbaik bangsa, kisah-kisah heroik tentang perjuangan pahlawan dalam ratusan tahun berkorban akan menjadi sia-sia. 

Demokrasi memang melahirkan pikiran-pikiran bebas. Demokrasi menelurkan beragam partai dengan aneka dasar pijakan, gerak dan arah. Partai-partai seharusnya menjadikan kehidupan demokrasi yang sarat kebebasan melindungi masyarakat. Namun, kehadiran partai politik terkadang hanya menjadi benalu demokrasi. Partai politik hanya menjadi alat menghisap cuan dalam segala posisi. Tak pelak, kendaraan yang bernama partai politik terkadang dianggap memungkinkan mereka yang setia melaju cepat mengumpulkan uang.  

Demokrasi mungkin juga membiarkan siapapun berbicara bebas. Siapa saja bisa bicara tentang siapa saja yang menyenangkan dan mengundang decak kekaguman. Sesuatu yang tak nyata seolah-olah menjadi nyata. Berita-berita nyata seolah terbingkai dalam ketidaknyataan. Siapapun seolah begitu mudah membolak-balik kenyataan menjadi imanijasi dan imajinasi menjadi kenyataan. Saat itulah, dalam bungkusan kreativitas, segala yang tidak nyata itu melahirkan kabar-kabar bohong dalam bungkusan kenyataan. 

Siapapun seolah begitu mudah membolak-balik kenyataan menjadi imanijasi dan imajinasi menjadi kenyataan. Saat itulah, dalam bungkusan kreativitas, segala yang tidak nyata itu melahirkan kabar-kabar bohong dalam bungkusan kenyataan.

Ketika kebebasan-kebebasan menyajikan tontonan berita yang menyesatkan, seharusnya jurnalisme melahirkan kebenaran nyata yang tak perlu diragukan. Tetapi zaman yang semakin berubah ternyata membawa begitu banyak pilihan hingga sebuah kebenaran senyatanya menjadi barang dagangan. Untuk itulah ketika forum-forum jurnalistik hanya menyajikan gibah, fungsi jurnalisme kembali dipertanyakan. 

Gibah

Ketika fungsi jurnalisme sebagai media menyampaikan informasi yang akurat, relevan, dan penting kepada masyarakat terus dipertanyaan karena jurnalisme hadir sebatas gibah. Jurnalisme seharusnya berperan dalam penjaga kebebasan pers, sebagai sumber informasi terpercaya, dan sebagai pilar demokrasi, tetapi jurnalisme hanya tampil sebatas kepentingan pribadi. 

Jurnalisme yang menyajikan informasi, jurnalisme yang mendorong partisipasi publik, jurnalisme yang membangun kesadaran dan mengedukasi, dan jurnalisme yang menghadirkan akuntabilitas seharusnya benar-benar menunjukkan bagaimana keindahan demokrasi terbangun, tetapi kehadirannya hanya sebatas hiburan dan cerita imajinasi belaka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun