Nasi Bungkus. Menghadirkan sarapan pagi tak perlu repot memasak di dapur. Perlu bangun pagi, mempersiapkan racikan menu meski kadang tak habis dimakan seharian.Â
Setiap pagi aneka menu telah dimasak dan siap dihidangkan. Di mana-mana, koki-koki kelas kampung dengan kemampuan tak diragukan telah menyihir pembeli yang tak sempat menyiapkan sarapan pagi bagi keluarga. Pukul 04.00 siap melayani dan membuka order online lewat beragam media sosial. Meski berada di ujung kampung, pemilik warung-warung melayani pesanan dari berbagai tempat bahkan sangat jauh dari kampung kami. Dalam kerja dua puluh empat jam untuk menyiapkan aneka makanan, perjuangan dan keteguhan harus terus diperjuangkan.Â
Sukiyat, begitulah biasanya sekeliling kampung kami memanggil seorang laki-laki yang begitu teguh dan tegar menyiapkan beragam makanan untuk orang-orang di kampung kami. Ditemai sang istri yang selalu setia menemani memasak dari sore hari hingga pagi hari. Rumah sederhana yang telah selesai dibangun empat tahun lalu itu akhirnya disulap menjadi warung makan. Tak sampai seharian menjaga warung, terkadang dalam waktu empat atau lima jam serbuan pembeli menghabiskan seluruh makanan yang disiapkan semalam suntuk.Â
Di kampung kami, hampir seluruh masyarakat begitu mengenal Sukiyat. Puluhan tahun tetap menekuni bisnis kuliner yang menyediakan beragam masakan Jawa,beragam gorengan, dan beragam makanan yang bagi anak-anak muda sekarang tak lagi dikenal. Di rumah sederhana itulah, setiap hari selalu tersedia aneka masakan,seperti sayur lombok ijo, gudeg, orek tempe, buntil, dan beragam oseng-oseng. Beragam makanan khas kampung pun tersedia, misalnya getuk singkong, getuk kimpul, apem, wajik, goreng pisang, bakwan, tempe mendoan dan aneka ragam makanan lain.Â
Beragam makanan khas kampung pun tersedia, misalnya getuk singkong, getuk kimpul, apem, goreng pisang, bakwan, tempe mendoan dan aneka ragam makanan lain.
Pesanan onlineÂ
Karena beragam makanan yang tersedia, pembeli tak perlu repot-repot lagi untuk melengkapi membeli makanan di tempat lain. Maka, ketika pagi hari puluhan makanan yang telah rapi terbungkus plastik sudah bertumpuk di meja dengan nama-nama pembeli. Yah, kini pembeli tidak perlu lagi datang untuk memilih dan berebut makanan yang biasanya ludes setelah digoreng. Pembeli mulai mengirim pesanan mewalu WA sejak subuh. Saat pagi, menjelang berangkat kerja, tinggal mengambil dan membayar.Â
Begitulah rutinitas pagi hari di kampung kami. Semakin sedikit keluarga-keluarga menghabiskan diri di kampung untuk memasak, semakin keras usaha pemilik warung makanan untuk menyiapkan beragam makanan yang diinginkan pengunjung. Makanan-makanan lengkap dengan harga begitu murah pun setiap hari dengan mudah dibeli dan disantap. Maka, jika kita memesan sejak pagi atau malam hari, tentu saja membeli di pagi hari hanyalah tinggal sisa-sisa saja.
Begitu banyak keluarga di kampung kami yang menggantungkan pada warung-warung makanan yang memang tersedia di beberapa tempat. Bukan hanya mudah dan tak perlu bersibuk ria menghabiskan waktu di dapur, di warung-warung menjadi tempat bagi  seluruh warga menggantungkan diri untuk tetap bertahan pada kehidupan setiap hari. Apalagi harga-harga beragam makanan pun tidak begitu mahal. Hanya dengan Rp 4.000, pembeli sudah mendapatkan menu lengkap; satu bungkus nasi dengan bihun, orek tempe, sayur oseng kacang, urap, dan bacem tahu/tempe. Menu lengkap dengan harga murah yang tak kalah dengan masakan bintang lima. Â
Hanya dengan Rp 4.000, satu bungkus nasi dengan bihun, orek tempe, sayur oseng kacang, urap, dan bacem tahu-tempe. Menu lengkap dengan harga murah yang tak kalah dengan masakan bintang lima. Â
Begitu banyak keluarga yang tidak lagi sempat untuk memasak di dapur, begitu banyak keluarga yang mulai menekuni bisnis kuliner dengan aneka ragam masakan yang disajikan. Aneka masakan khas kampung itu ternyata telah menghidupi begitu banyak orang yang menekuni bisnis kuliner masakan tradisional. Namun, begitu banyak juga keluarga yang mulai minim kemampuan memasak karena segalanya telah tersaji dan mudah dibeli.Â
Aku ternyata berdiri di tengah kampung yang mulai merangkak maju, tetapi tetap kokok mempertahankan masa lalu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H