Bakul dalam gendongan Mbok Musiyem mungkin saja menandai sebuah usaha keras si penjual untuk terus berjalan menjajakan jamu. Dalam botol-botol yang tersusun rapi di dalam bakul, penjual jamu gendong akan berkeliling desa menyusuri jalan dalam balutan kain batik, jarik khas wanita Jawa. Â
Meski saat ini cara menjual jamu gendong semakin sedikit karena semakin banyaknya wanita yang menjual jamu dengan sepeda bahkan motor, keberadaan penjual jamu gendong seperti Mbok Musiyem yang masih kokoh bertahan dalam menghidupkan tradisi dengan cara sederhana ini seolah membuktikan kembali arti menjadi wanita perawat warisan budaya.Â
Wanita yang tak tergoyahkan karena hadirnya beragam perkembangan teknologi. Karena seorang penjual jamu bukan hanya menjual jamu untuk kesehatan orang lain, tetapi juga menyehatkan sendiri dengan merengkuh perjalanan dengan berjalan kaki; menyehatkan dan menguji kesabaran.Â
Jamu gendong mungkin mulai tergusur dengan hadirnya beragam bentuk jamu kapsul, tablet, dan sachet. Namun, jamu gendong ala Mbok Musiyem tetap menjadi idola dan tetap digemari masyarakat dari bermacam kalangan. Karena sesungguhnya dalam segendong jamu, bukan hanya dihadirkan sebuah perjuangan untuk merawat kesehatan, tetapi juga menghadirkan kesabaran, ketekunan dan kesetiaan akan warisan tradisi bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H