Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Sketsa Wanita: Mempertahankan Keluarga Tetap Berharga dan Abadi

18 Juni 2023   22:02 Diperbarui: 18 Juni 2023   22:37 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perjuangan (Sumber:Josealbafotos-Pixabay.com)

Keluarga. Sebuah tempat yang terbentuk nyata dalam hubungan mesra antara dua insan berharga tidak begitu mudah untuk dipertahankan. Setiap upaya menjadi sempurna agar kisah selamanya terbentuk nyata.

Sepuluh tahun yang lalu, bagi Bu Susi, seorang wanita muda dari ujung Desa Gedangan, Karangmojo, Gunungkidul  membentuk sebuah keluarga atas dasar kasih abadi sudah begitu lekat didambakan. Seorang lak-laki yang begitu sempurna telah menyempurnakan harapan hidupnya untuk terus bertahan pada perjuangan mempertahankan keluarga. Hari demi hari kehidupan nyata terus dijalani dalam rangkaian cinta yang tak berkesudahan. Saling berupaya untuk menjadi sahabat, teman, istri yang setia adalah sebuah tantangan di tengah kehidupan keras kota Jakarta. 

Ketika seorang buah hati terlahir menyempurnakan harapannya, terpaksa dia harus melepaskan seluruh pekerjaan di sebuah pabrik sepatu di ujung barat Jakarta. Bagaimanapun seorang anak harus didekap dalam cinta yang tak tergantikan siapapun. Anak kecil itu telah menyempurnakan hidupnya sebagai ibu sekaligus membuat keluarga begitu berharga tak ternilai. 

Percikan kegundahan 

Kebahagiaan sebuah perjalanan yang sempurna terkadang menemui sebuah percikan-percikan kegundahan. Ketidakberdayaan kekuatan ekonomi keluarga terkadang menjadi penghalang perjalanan kehidupan Bu Susi. Meski beragaman permasalahan mampu diatasi, tetapi terkadang rasa gundah gulana untuk mempertahankan bangunan sempurna keluarga begitu sulit untuk dilakukan. 

Ternyata tidak cukup, hidup itu hanya mengandalkan pada penghasilan suami yang hanya bekerja di sebuah toko roti. Meski penghasilan sebagai penjaga toko roti awalnya cukup untuk mempertahankan ekonomi keluarga, tetapi seiring berbagai kebutuhan yang terus membengkak, tak cukup juga segalanya dipertahankan. 

Sebuah pilihan untuk Bu Susi untuk kembali bekerja, tetap merawat anak, atau harus pulang ke kampung terkadang menjadi pilihan yang begitu sulit untuk dilakukan. Sementara tetap mempertahankan untuk bekerja di kota, rasanya menjadi sia-sia jika si kecil harus dirawat orang lain. Rasanya tidak rela si kecil ini dipegang dan dirawat orantg lain yang terkadang tanpa rasa kasih yang begitu ikhlas sejati. 

Pilihan hidup memang harus ditentukan. Bu Susi akhirnya menentukan untuk hidup kembali di kampung halamannya. Orang tua di kampung memang membutuhkan perawatan karena usia senja, keinginan untuk tetap merawat anaknya, dan tetap memberikan kehidupan terbaik untuk si buah hati rasanya kian menguatkan keputusan untuk tinggal di kampung halaman. Meski sementara harus meninggalkan dari suami. 

Pilihan kuat

Tangisan hati atas pilihan ini memang begitu kuat. Keraguan selalu saja muncul; bagaimana mungkin seorang istri harus meninggalkan suami yang begitu kokoh membanting tulang di Jakarta untuk menghidupi keluarganya. Apakah setiap orang akan tahu dan mengerti atas pilihannya. Mungkin saja banyak orang yang akan menganggapnya sebagai istri yang tidak tahu diri, istri yang tidak bisa diandalkan, atau istri yang serakah atas kemauan sendiri. 

Keputusan tegas pun diambil, Bu Susi muda ini pun akhirnya tinggal di kampung halaman, jauh dari suaminya yang bekerja di kota. 

Rumah kecil di kampung halaman itu kini cukup ramai. Seorang wanita renta tidak lagi kesepian. Bu Susi hadir sebagai sahabat sejati, tempat berbagi cerita dan kenyataan hidup. Dia, kini, bukan lagi harus menyayangi seorang anak kecil, tetapi harus hadir merawat seorang ibu yang telah melahirkannya. 

Hari demi hari perjalanan hidupnya memang terus bergulir begitu keras. Kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan sang buah hati juga semakin banyak, sementara sang ibu juga membutuhkan begitu banyak makanan bergizi dan obat-obatan untuk mempertahankan hidupnya. Sementara gaji sang suami tidak lagi bisa mencukupi segala kebutuhan. 

Bukan sebuah keserakahan dan gaya hidup yang mengada, tetapi hidup harus tetap dipertahankan. Ketika sang buah hati sudah bisa berlari, Bu Susi pun harus mencari peluang baru; bekerja dan terus bekerja. Gayung bersambut. Beberapa keluarga ternyata membutuhkan tenaga kerja serabutan untuk bekerja setangah hari di rumah, sekadar mencuci baju, menyetrika, atau membersihkan rumah. 

Belum usai 

Kesempatan itu pun tak dilepaskan. Kini, wanita muda itupun bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Namun, dia tidak pernah bekerja tetap di sebuah rumah. Setiap hari, dia selalu berganti rumah untuk bekerja memberihkan rumah, mencuci, atau menyetrika. Dia mencuci pakaian di sebuah rumah Pak Pono setiap hari Senin. Dia membersihkan rumah setiap hari Selasa di rumah Pak Sigit. Setiap Rabu, dia selalu mencuci dan menyetrika di rumah Pak Bejo, seorang pegawai kecamatan. Setiap Kamis, dia mencuci pakaian dan membersihkan rumah di rumah Pak Oscar. Setiap Jumat, dia mencuci dan menyetrika di rumah Pak Budi. Sabtu pun dia bekerja di rumah Pak Poni. 

Bu Susi wanita muda itu, kini terus berjuang. Bukan hanya merawat sang anak, merawat ibunya, tetapi juga memnghidupi diri dengan bekerja di banyak tempat. Sorang anak kecil, si buah hati itu selalu setia menemani sang ibu bekerja. Meski terkadang hanya tiga atau empat jam sehari dia bekerja dengan pendapatan enam puluh ribu rupiah, rasanya kelelahan setiap usahanya itu mulai tertebus ketika si buah hati mulai bersekolah. 

Kini, wanita perkasa itu bukan lagi hanya menjadi milik sang suami, tetapi juga menjadi milih sang ibu, milik keluarga lain yang membutuhkan kekuatan tenaga fisiknya. Perjuangan ibu muda ini belum selesai karena begitu banyak orang yang menuntut untuk ia tetap sempurna sebagai seorang wanita.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun