Terminal. Terminal kota seharusnya menjadi tempat yang paling nyaman bagi masyarakat yang akan bepergian. Kenyamanan yang dibarengi dengan keamanan sebuah terminal akan menjadikan sebuah pertemuan pengguna, perusahaan dan pemerintah dalam satu kepuasan.Â
Sebuah terminal tidak hanya mempertemukan kebutuhan manusia akan transportasi umum.  Karena kebaradaan terminal setiap hari terus  memobilitasi berbagai kepentingan masyarakat, situasi ini memaksa pemerintah untuk terus berbenah. Terminal-terminal bus terus dipacu dan direvitalisasi agar masyarakat tidak hanya nyaman menikmatinya, tetapi seluruh perusahaan angkutan umum akan dapat melayani msyarakat dengan maksimal.Â
Fasilitas Kota Yogyakarta
Sebelum dipindahkan ke Terminal Giwangan, masyarakat Yogyakarta menggunakan Terminal Umbulharjo sebagai pusat transportasi umum yang melayani berbagai rute dalam dan luar Kota Yogyakarta. Karena kepadatan tak bisa dibendung, Â pada tahun 2002 Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta membangun terminal Giwangan. Tahun 2004 terminal tersebut mulai beroperasi melayani berbagai jenis moda transportasi umum dan berbagai kota tujuan.Â
Terminal Giwangan dibangun di atas lahan 5,8 ha di tepi Jl. Lingkar Selatan. Akses jalan sekitar  outer ring road selatan, Jalan Imogiri dan Jalan Gunomerico melengkapi keramaian terminal ini. Saat itu, terminal ini dipercaya dapat menggantikan dan mengurangi kekurangan terminal sebelumnya.
Maka, pembangunan terminal di atas lahan sawah dan letak yang strategis ini diharapkan dapat  menggerakkan kembali ekonpomi masyarakat Yogyakarta bagian selatan.Â
Terminal Giwangan yang dibangun berdasarkan  Perda No. 6 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Untuk Kota (RTRUK) adalah sebuah terminal tipe A, yang lengkap dengan berbagai fasilitas publik.
Terminal ini adalah satu-satunya terminal tipe  A di Yogyakarta yang bertujuan untuk mengurangi kepadatan lalu lintas yang terjadi di pusat kota dan menjadi penghubung berbagai kota, seperti  Bali, Jakarta, Bandung, Semarang, Medan, Riau, dan Mataram, serta Bali dan Nusa Tenggara. Karena begitu strategis tersebut, pembangunan terminal pun dilakukan dengan perencanaan dan proses pembangunan yang baik.Â
Ketika pertama kali diresmikan, terminal dengan bangunan dua lantai tersebut memang sungguh menjadi kebanggagaan masyarakat Yogyakarta. Selain masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan transportasi umum untuk menuju ke berbagai tujuan, terminal ini juga menyediakan berbagai fasilitas lengkap di lantai dua. Fasilitas dan sistem yang terencana seperti sebuah bandara. Â
Lantai satu terminal memang difungsikan untuk aktivitas angkutan umum yang dibagi per wilayah dan jenis angkutan, sedangkan lantai kedua untuk aktivitas para pengguna jasa transportasi, Â ruang tunggu, Â dan berbagai fasilitas penunjang lain. Dengan beragam pengaturan dan fasilitas yang tersedia,terminal ini memang tidak lagi menggambarkan sebuah terminal yang semarawut, kumuh, dan menyeramkan.Â
Terminal Giwangan KiniÂ
Namun, keberadaan terminal yang begitu bersih, indah dan nyaman ternyata hanya bisa diniktari dalam waktu sekajap saja. Beragam fasilitas yang tersedia tidak terawat, mulai rusak, dan sebagian mulai hancur.
Sekarang, kita begitu sulit untuk mendapatkan toiter di lantai dua, karena sebagian sudah ambruk. Kita tak akan lagi mendapatkan beragam agen bus. Kita tak lagi nyaman menikmati istirahat di ruang tunggu lantai dua.Â
Kondisi kios-kios di lantai dua yang semakin menyeramkan ketika senja mulai datang. Kondisi fasititas toilet tak bisa digunakan. Tak ada lagi ada penerangan yang cukup di lantai dua. Apalagi aktivitas penumpang atau agen-agen bus menunggu penumpang tak akan lagi bisa ditemui, tak ada lagi aktivitas jualan tiket. Suasana sepi dan menyeramkan pun datang saat matahari mulai meredup.Â
Apalagi sejak pandemi, ribuan transportasi umum tak lagi mampu berdiri. Semakin jarang bus-bus antardaerah masuk terminal Giwangan, semakin jarang bus-bus antarkota mencari penumpang dan masuk Terminal Giwangan. Bahkan kehidupan di terminal ini hanya sebatas matahari ada. Kondisi terminal sungguh menyedihkan dan menyesahkan dada.
Padahal, ketika saat pertama kali diresmikan, terminal ini begitu hidup dan ramai dengan ribuan penumpang. Kegiatan ekonomi tumbuh dan menghidupi ribuan awak bus di sepanjang lantai dua.Â
Kesunyian terminal Giwangan semakin pekat ketika malam tiba. Begitu sulitnya untuk mendapatkan transportasi ke berbagai daerah ketika senja tiba. Begitu menyeramkannya masuk terminal ketika malam tiba. Terminal megah itu kini sunyi, sepi, bahkan terasa menyeramkan.
Saatnya pemerintah beraksi agar  perusahaan-perusahaan bus hidup kembali dan masyarakat bangga untuk menikmati kenyamanan sebuah terminal. Karena Yogyakarta selalu dikenal sebagai Kota Budaya dan Kota Pelajar bagi jutaan masyarakat Indonesia. Yogyakarta adalah kota kenangan yang tak akan terlupakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H