Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisah tentang Bapak (2): Mengukir Masa Depan, Mempertahankan Napas Kehidupan

14 Mei 2023   22:51 Diperbarui: 14 Mei 2023   23:11 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru. Menjadi guru menjadi jalan hidup. Terang kehidupan terlahir dari pengetahuan yang terus terangkai dalam sebuah proses belajar. Meski terkadang waktu terus memaksa untuk membuat segala kehidupan baik adanya. 

Dua belas tahun Bapak menjadi guru di SMP Karangmojo. Tahun demi tahun yang tak terasa begitu panjang. Bapak selalu menghabiskan waktu untuk terus belajar; membaca, membuat meteri, membuat soal, dan tentu saja koreksi. Perjalanan guru memang tak pernah lepas dari sekian banyak materi yang harus terus digali. 

Mengajar setiap hari dalam kelas-kelas yang mungkin saja penuh misteri. Guru tidak pernah tahu kemana murid-murid akan berlayar dan mengepakkan sayapnya. Yang paling penting bagi seorang guru adalah memberikan energi kehidupan untuk murid-murid masa depan. 

Namun, Bapak memang juga pembelajar sejati. Waktu-waktu yang begitu panjang dalam sehari selalu diisi dengan berbagai kegiatan yang menyenangkan dan menggembirakan. Karena kesehatan jasmani dan rohani selalu menjadi pertanda sebuah raga kuat menanggung perjalanan hidup yang penuh misteri. 

Radio dan Gending Jawa 

Setiap hari, Bapak selalu mengajar sampai jam satu siang. Usai mengajar, Bapak tidak lupa untuk istirahat sebentar, merebahkan tubuhnya di pembaringan sembari mendengarkan gending-gending Jawa. Terkadang sempat juga ketiduran. 

Ketika murik dari radio sudah berhenti, pertanda Bapak mulai terbangun, menguatkan tubuhnya, duduk sebentar di tempat tidur dan mulai berjalan menuju ruang makan. Ruang makan kecil dengan kursi kayu yang selalu menjadi temapt Bapak duduk menikmati makan siang. Bapak mulai makan siang. Makan siang selesai, sepuntung rokok pun dihisap sembari duduk di pojoj rumah sambil melihat jalanan yang lalu lalang motor dan sepeda kumbang. 

Pukul tiga sore, Bapak mulai mengasah cangkul kecil (Jawa;gathul). Setelah terlihat cukup tajam, Bapak pun berangkat ke sebuah ladang. Jarak rumah ke ladang kurang lebih dua kilo meter. Bapak berjalan dengan santai sambil menikmati hijaunya tumbuhan sepanjang jalan. 

Berladang 

Setiap hari, selama dua jam, menjelang senja, Bapak menghabiskan waktu di sawah. Banyak hal dilakukan, bukan hanya menyiangi tanaman, Bapak juga terkadang setiap hari menanam beragam tanaman yang bisa ditanam di ladang. Kadang menamam cabai, jagung, singkong, timun, pepaya, pisang, pohon turi, tomat, dan segalam tanaman yang selalu mengisi pematang dan ladang seluas seribu meter. Ladang itu selalu penuh dengan beragam tanaman. 

Beragam tanaman yang ditanam Bapak selalu tumbuh subur dan menghasilkan panem yang berlimpah. Ladang dengan luas tak seberapa itu selalu saja menghasilkan panen yang cukup untuk dinikmati bersama dalam keluarga. Bahkan terkadang lebih dan sering dibagikan untuk orang lain. 

Beragam sayuran dan tanaman itu pun seringkali menghasilkan panen yang berlimpah. Namun, Bapak tidak pernah menjualnya. Beragam sayuran yang berlebih untuk dimasak terkadang dibagikan ke tetangga, atau saudara yang membutuhkan. Bapak memang bukan seorang pedagang yang baik yang berani mengambil untuk sebesar-besarnya. Bapak menyadari bahwa dia tidak bisa menjadi pedagang yang berani mengambil untuk sebesar-besarnya. Mumpung panen cari untung besar; Bapak tidak sanggup seperti itu. 

Menjadi Guru dan Petani 

Bapak bukan hanya menjadi guru bagi anak-anak muda untuk bersahabat dengan zaman, tetapi juga menumbuhkan kehidupan di ladang-ladang yang selalu menghijau. Bapak menjadi guru kehidupan dan menjadi petani kehidupan, untuk anak-anak manusia dan untuk memelihara lingkungan. 

Begitulah kehidupan Bapak setiap hari, setiap waktu. Mengajar adalah menghidupkan kehidupan masa depan, bertani adalah menghidupan alam raya. Bapak tidak pernah melepaskan diri dari kegiatan mengajar dan juga bertani. Baginya, memelihara anak-anak adalah mengukir masa depan. Sementara, bertani adalah mempertahankan napas kehidupan. 

Perjalanan Bapak menjadi guru memang selesai ketika usia enam puluh tahun, Bapak harus pensiun karena aturan perundang-undangan yang mengikat dirinya sebagai pegawai negeri.  Tetapi Bapak tidak pernah pensiun untuk menjadi guru kehidupan bagi anak-anaknya. 

Perjalanan Bapak menjadi petani memang selesai ketika daya dan raga tak sanggup lagi menyapa tanaman dan tanah ladang. Tetapi Bapak tak pernah selesai menjadi petani. Karena kehidupan Bapak selalu menjadi inspirasi bagi anak-anaknya. Bapak selalu menjadi inspirasi untuk terus memelihara kehidupan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun