Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pendatang Tanpa Tujuan

6 Mei 2023   11:30 Diperbarui: 16 Mei 2023   07:15 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spot foto di rooftop lantai 9 The Plaza Semanggi, Jakarta Selatan (Sumber: Faqihah Muharroroh Itsnaini/Kompas.com) 

Jakarta. Ribuan orang mencoba peruntungan mencari kerja di Ibu Kota. Meski tanpa ketrampilan, modal ijazah dipercaya mampu membuka pintu nasib akan sebuah masa depan penuh harapan. Jakarta menjanjikan buaian mimpi panjang tak berkesudahan. 

Jakarta bukan hanya sebagai sebuah Ibu Kota Negara, tetapi Jakarta telah menjadi salah satu kota terbesar di dunia dengan berbagai fasilitas dan potensi yang selalu menarik siapa saja untuk berkunjung dan mengadu nasib. 

Pembangunan Jakarta sebagai kota modern terus berlangsung. Kondisi inilah yang semakin menarik minat pekerja, wisatawan, bahkan pendatang baru untuk menjelajah Ibu Kota. 

Kota Dunia

Sebagai kota terbesar di Indonesia, Jakarta dianggap lebih menjanjikan dibanding kota lain di Indonesia. Kesempatan terbuka begitu besar untuk menjadikan kota ini sebagai madu kehidupan, kesempatan kehidupan lebih baik menjadi mimpi setiap pendatang. 

Jakarta memang telah  menjadi pusat bisnis dan ekonomi di Indonesia. Ratusan perusahaan besar membuka usaha di kota ini. Kantor-kantor perusahaan dunia dibuka di sini. 

Bank-bank dunia membuka kantor megah di pusat kota. Kemegahan dan daya tarik ekonomi membuai mimpi jutaan tenaga kerja. 

Ribuan calon pekerja sering kali berbondong-bondong menelusuri jejak-jejak di kota, mencari peluang untuk membuka usaha; tidak perlu modal, tidak perlu ketrampilan, terkadang modal nekat dibutuhkan agar tetap terus bertahan. 

Usaha apa saja, jualan apa saja, bisnis apa saja, Jakarta selalu menjanjikan. Segalanya bisa dijual di Jakarta, segalanya bisa dibeli di Jakarta, segalanya bisa menghaslkan uang. Inilah Jakarta, yang terus menjadi pesona jutaan pengangguran. 

Ketika ribuan bahkan jutaan orang menggantungkan nasibnya di Jakarta, ada kehidupan yang  bernasib baik, ada sebagian dari mereka yang terpaksan harus terkalahkan oleh nasib. 

Kini kehidupan di Jakarta penuh ragam dalam suku, agama dan budaya. Pekerja-pekerja itu pun menciptakan beragam kelompok dalam ragam yang berbeda. 

Beragam tempat kuliner tercipta. Lorong-lorong jembatan penyeberangan, jalan-jalan sempit, kolong rel kereta, dimanapun ada tempat kosong, kawasan kuliner tercipta dan menumbuhkan serangkaian bisnis yang menjanjikan. 

Siapapun mandapat untung dari bisnis ini; pengusaha kuliner, pengurus lingkungan, pekerja, tukang masak, sampai preman jalanan. Rangkaian bisnis baru di Jakarta selalu tercipta dan siap menerima siapa saja yang datang tanpa tujuan dan tanpa modal. 

Apalagi, pembangunan di Jakarta berangsur semakin baik dan semakin modern. Ruang-ruang kumuh semakin menyempit. 

Kesempatan beragam bisnis kaki lima mulai tergusur, tetapi gedung-gedung baru dan pusat belanja baru ternyata semakin beragam menyediakan dan mulai membangkitkan gairah baru. 

Bisnis Baru

Jakarta menjadi kota dengan kemacetan yang semakin hari semakin parah, moda-moda transportasi pun semakin beragam. 

Bukan lagi tergandung pada angkutan umum jalan, kita angkuta kereta listrik, MRT dan LRT mampu membelah gengsi dan status masyarakat utuk menunjukkan harga dirinya. Pusat ekonomi baru muncul, pusat keramaian baru muncul, pusat bisnis baru muncul. 

Di setiap stasiun, kini pedagang kelas atas mulai menggusur mereka yang tak mampu menyewa. Mereka yang tadinya pedagang dan pengusaha kecil, kini harus bertahan menjadi pekerja di berbagai dunia usaha. 

Pengusaha besar semakin besar dan bertahan di pusat-pusat ekonomi, sementara pengusaha kecil semakin tersingkir dan hanya menjadi penjaga. 

Bukan hanya pedagang, pengusaha juga begitu sibuk menjalin relasi dan mengembangkan gurita ekonomi. Kini, puluhan sekolah dengan biaya tinggi mulai bersaing. 

Sekolah-sekolah mulai hidup dalam dunia bisnis dengan harga selangit. Sekolah-sekolah tidak lagi mendidik anak-anak dengan beragam latar belakang. 

Ketika di Jakarta sekolah-sekolah khusus berdiri; ada sekolah khusus pengusaha, pejabat, pegawai, bahkan sekolah khusus sekolah orang miskin pun tercipta. Ada sekolah-sekolah di Jakarta yang eksklusif untuk kalangan eksklusif. 

Jakarta telah dipenuhi ragam warna kehidupan yang menjanjikan. Sebagai kota tua dalam rangkaian sejarah yang panjang, Jakarta dipenuhi nilai yang tak terkira. 

Bukan hanya menguasai faktor  ekonomi, pendidikan, politik, Jakarta telah menjelma menjadi kota wisata yang setiap hari menampung jutaan wisatawan. Apalagi di Jakarta barang-barang branded bisa dibeli dan dipamerkan di berbagai media sosial. 

Jakarta tidak lagi hanya sebuah kota. Jakarta telah menjadi arena adu gengsi, adu harga diri. Siapa yang sanggup bertahan di Jakarta, dia adalah sang pemenang sejati? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun