Kini, di kampung itu tinggal orang tua; bapak. Ibu dan saudara terakhirnya yang setia tetap pada kampungku. Sebagian hidup kami kini ada di seberang kota, sementara orang tua tetap setia menunggu kampung itu. Namun, kami tak merasakan begitu jauh, kami tak lepas mengingatnya, kami selalu menentinya dalam sebuah telepon yang setiap minggu selalu setia berdering. Aku selalu bercerita dalam segenggam telepon pintar. Kerinduanku pun tak pernah terhenti selesai.Â
Usia yang semakin merenta, tubuh yang semakin termakan udara kota, dan tuntutan hati untuk selalu hidup dalam kedamaian rasanya terus menuntun untuk kembali ke kempung itu. Meski kampung itu tak lagi seperti dulu. Kampungku kini menjadi kota kecil yang menerima saja yangmencoba mengadu nasib. Kampung itu menjelma menjadi kehidupan kota dalam beragam penghuni yang datang dari mana saja. Kampungku begitu ramai dalam ragam kerja dan karya manusia-manusia pencari nafkah.Â
Perjalanan kehidupanku semakin termakan usia. Semakin lama, semakin bertambah tua dan tak berdaya. Kerinduan akan kampung dalam beragam suasana selalu menghantui dan menusuk kalbu. Akankah kukembali dalam pelukan kampung itu?Â
Ceritaku dalam rangkulan rinduÂ
Akar hidupku memang dari kampung yan kini tak lagi menjadi kampung. Sejarah panjang kehidupanku banyak  terekam dalam segala macam peristiwa di kampung itu. Suka duka hidupku lekat dengan sejarah panjang kampung itu. Rasa cinta dan kedamaian tumbuh dalam keluarga kecil di kampung itu. Persahabatan dan kekekluargaan tumbuh dalam rangkaian drama kehidupan dengan orang-orang sekeliling rumahku. Segala peristiwa itu begitu lekat dalam segenap pikiran dan hatiku, semakin mendalam mengakar, menjalar dalam tubuhku.Â
Kini, aku terus terlilit dalam batas kerinduan yang tak kan pernah usai. Susana kampungku kala itu hadir kembali memenuhi pikiranku. Apalagi saat hari raya itu, kerinduan itu tak terobati, kami tak sempat untuk menengok kampung tercinta. Semakin tajam rasa kerinduan itu dan mungkin saja akan membeku.Â
Kampungku, segenap jiwaku begitu lekat dan tumbuh dalam kerinduanku. Waktu akan terus memburu dan mungkin saja menyatukan aku dan kampungku kembali. Tunggulah aku kembali dan menyatukan hidup kembali.Â
Dari yang selalu merindukanmu; Aku.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H