Untuk kampungku nan elok,Â
Kampungku. Ada sebuah kerinduan yang semakin tajam ketika mengenangkan kampung halanan nan elok. Kisah yang tak pernah selsai untuk dirindukan. Kisah ini berawal dan tak akan pernah berakhir. Kampungku dalam kerinduanku.
Cerita kampungku
Genggaman hidup
membelenggu
Merindu
Kisahku
Kisah kampungku
Ceritaku
Hidupku
Kurindu
Kukenang
Perjalananku
Melaju, terus melaju
Kini
Kuhadirkan diriku
Di sana menunggu
Kembali satu
Tiga puluh tahun yang lalu, kampung itu semakin menjauh dari diri yang merantau nan jauh di kota. Kampung yang tidak begitu ramai, di antara jalan besar yang membentang sepanjang Wonosari-Semin, terus memburu dalam kenangan tak usai. Wajak kampung itu terus menjalin kenangan bersamaku.
Kisahku dalam rangkaian cintaÂ
Disana, di kampungku, tinggal sebuah keluarga yang mulai merayap mencari penghidupan. Aku memulai dan terus memulai, hingga sejenah terlupa akan kenangan di kampung itu. Orang tua menunggu dalam rumah kayu dan tembok-tembok bercat biru. Orang tua selalu bekerja di dalam kelas-kelas sekolah di samping rumah. Sementara yang lain sibuh menuntut ilmu mencari jalan kehidupan yang lain. Keluargaku hidup di kampung yang tak lagi sepi.Â
 Satu per satu, penghuni rumah kayu itu mulai merantau, mencari peruntungan di kota-kota besar. Rumah itu pun kembali seperti semula, tahun delapan puluhan berdiri. Rumah itu kembali sepi. Namun, kenangan dalam keluarga, kenangan dengan teman-teman sekitarku tak juga menghilang. Bahkan, ketika libur panjang, rasanya semakin panjag dan dalam. Kerinduan itu tak menyekatku dalam penantian yang begitu pajang.Â