Angkringan. Gerobak kecil itu penuh dengan hidangan yang siap disantap kapan saja. Berbagai pilihan menu dan rasa tersaji melalui sapaan ramah setiap orang yang membelinya. Setiap pembeli adalah saudara dan keluarga bagi sesama.Â
Makan bersama sebenarnya tidak hanya sekadar menikmati rasa dalam setiap makanan yang kita santap. Suasana yang tersaji dalam setiap kita makan bersama seringkali memberikan pengalaman istimewa yang terus akan kita kenang sebagai sebuah peristiwa yang tidak biasa. Pengalaman kebersamaan sebagai teman ternyata bisa begitu dekat bukan hanya karena berada dalam satu asrama saja, tetapi kebiasaan makan bersama di angkringan sungguh sebagai pengalaman istimewa.Â
Saat itu, ketika kuliah di Kota Solo, sebuah asrama kecil, dengan 9 kamar, kami bersembilan tinggal. Â Ada 5 mahasiswa yang baru, yang pada akhirnya satu sama lain harus saling mengenal. Beruntung kami berlima mempunyai selera yang sama dalam soal makanan. Sebagai mahasiswa, hidup hemat harus jadi prinsip utama. Hunting makanan sehat dan murah selalu saja menjadi modus wisata kuliner setiap hari. Dimana ada angkringan, disitu kami harus mencoba.
Ya, angkringan, menjadi tempat tujuan petualangan kami setiap hari. Apalagi ketika puasa, angkringan selalu menjadi tempat favorit bagi kami untuk berbuka puasa.Â
Sekilas Angkringan
Nama angkringan berasal bahasa Jawa, yaitu angkring yang artinya adalah alat dan tempat jualan makanan keliling. Angkringan adalah sebuah gerobak yang didesain sebagai tempat untuk berjualan makanan. Awal mula, angkringan dijajakan dengan dipikul. Â Seorang pedagang angkringan akan menjajakan berbagai makanannya berkeliling di berbagi tempat. Namun, karena jumlah makanan yang disajikan semakin banyak, kebiasan dipikul mulai berkurang. Gerobak dorong menggantikan cara berjualan ini.Â
Seiring semakin banyaknya pedagang angkringan dan masyarakat juga semakin banyak yang tertarik untuk makan di angkringan, kebiasan berkeliling pun mulai hilang. Kini, angkringan biasanya berjualan di sepanjang jalanan setapak atau trotoar di berbagai kota.
Angkringan menjadi tempat favorit mahasiswa dan masyarakat di kota Yogyakarta, Klaten dan Solo. Selain menyajikan hidangan istimewa kampung (HIK), Â angkringan juga menjadi tempat ngobrol tanpa batas setiap pembeli. Karena di angkringan inilah, kita bisa berdiskusi tentang politik, ekonomi, budaya, dan berbagai macam peristiwa tanpa memikirkan latar belakang. Â Angkringan menjadi sebuah sarana interaksi sosial tanpa dinding penyekat dan pemisah yang begitu kuat.Â
Menu angkringan sangat beragam dengan harga yang murah meriah. Salah satu menu yang paling populer dan selalu ada di setiap angkringan adalah nasi kucing, yakni nasi dalam porsi kecil (seperti porsi makanan kucing) dengan lauk berupa orek tempe, telur balado, sambal goreng kentang ati, sambel teri, suwiran ayam pedan, potongan sambel bandeng atau lauk-lauk lain.Â
Karena porsi yang sedikit itulah, biasanya menyantap nasi kucing tidak cukup satu atau dua bungkus. Apalagi hidangan ini akan terasa nikmat jika ditambahkan dengan berbagai jenis sate, misalnya sate usus, telur puyuh, ati ampela, telor puyuk, sate kikil,dan masih banyak jenis sate yang lain.Â
Namun, menyantap nasi kucing akan lebih nikmat lagi jika ditambahkan dengan tahu bakar, tempe bakar, atau berbagai jenis sate yang juga dibakar. Sajian hangat berbagai lauk yang dibakar semakin istimewa jika kita juga memesan STMJ atau Susu Telur Madu Jahe Rempah.
Kini, angkringan dengan beragam sajian makanan khas kampung tidak hanya menjamur  di Yogyakarya, Klaten dan Solo. Angkringan menjadi sebuah lahan bisnis yang menghidupi ribuan pedagang di kota-kota besar di Pulau Jawa, bahkan luar Jawa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H