Merdeka. Kebebasan berpikir itu bukan sebuah pembangkangan. Kemerdekaan  adalah cara menempatkan pikiran dan hati pada ruang yang semestinya. Maka, setiap orang bebas tumbuh dan berkembang sesuai martabat kemanusiaannya.Â
Bangsa ini sudah cukup puas mengalami penderitaan, mengalami penjajahan, berpuluh-puluh tahun. Rasa sakit, derita berkepanjangan yang tak terelakkan. Di tanah sendiri kita tak bebas berbuat dan bekerja. Kuatnya belenggu  masih begitu kuat kita rasakan.Â
Sekolah bukan hanya sebuah bangunan yang membelenggu siswa apalagi menghancurkan masa depannya. Sekolah tidak membuat siswa hidup dalam ritme yang selalu sama. Tekanan tugas dan pekerjaan seharusnya ditampilkan sebagai karya nyata, bukan menyiksa atau membuatnya tak sanggup berbuat apa-apa. Apalagi kekerasan, perundungan dan semacamnya sampai tumbuh subur di sekolah.Â
Khitah PendidikanÂ
Kita cukup prihatin dengan sebuah peristiwa di awal Maret yang terjadi di Desa Pesanggaran, Banyuwangi. Bagaimana  tidak, anak berisia 11 tahun harus mengakhiri hidup karena tidak tahan mendapat perundungan dari teman-temannya. (1) Sungguh tragis, di tengah usaha pemerintah untuk menjadikan sekolah bebas kekerasan, bebas perundungan, justru peristiwa seperti ini terjadi.Â
Sekolah bukan arena penindasan, area adu kekuatan, si miskin dan si kaya, si lemah dan si kuat, atau si pintar dan si bodoh. Sekolah seharusnya menjadi tempat menggembirakan untuk berteman, bergaul, berkarya, bermain, dan berpikir. Sekolahkan seharusnya menjadi tempat anak tumbuh menjadi dewasa.Â
Selayaknya, sekolah kembali pada khitahnya. Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan kita, menyatakan bahwa pendidikaan adalah upaya nyata  untuk memerdekakan manusia secara utuh dan penuh. Pendidikan harus menjadikan setiap individu merdeka lahiriah dan batiniah. Pendidikan harus menjadi  wadah untuk membangun otonomi intelektual, otonomi eksistensial, dan otonomi sosial.Â
Pendidikan, menurut Ki Hajar Desantara,  harus menghantar setiap peserta didik untuk memiliki otonomi diri secara utuh dan penuh dalam wilayah kognisi, afeksi, spiritual, dan sosial. Dengan pendidikan seorang anak harus  mampu berdiri sendiri dan  mengatur dirinya sendiri. Tujuan pendidikan tersebut tidak akan terwujud jika kurikulum pendidikan kita tidak memberikan ruang setiap anak berkembang sebagaimana mestinya. (2) Kemerdekaan tidak akan lahir dari pemikiran-pemikiran yang terbelenggu.Â
Berpuluh-puluh tahun, kurikulum pendidikan kita sudah menyajikan arah dan cara yang sama dalam memperlakukan peserta didik. Kita sudah menikmatinya sebagai hidangan cepat saji yang begitu cepat kita nikmati, bukan hanya sekolah, guru dan peserta didik pun sudah terbuai pada rutinitas belajar.
Lahirnya Kurikulum Merdeka semestinya akan mengarahkan pendidikan pada rel yang semestinya. Pendidikan selayaknya memerdekakan setiap individu yang terlibat di dalamnya. Kurikulum Merdeka menjadi sebuah inisiatif pendidikan untuk memberikan kebebasan kepada sekolah dan pendidik dalam merancang kurikulum yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan setiap peserta didik di masing-masing wilayah. Kita patut menyambutnya sebagai pintu memerdekakan peserta didik, cara bagaimana  kita mnemperlakukan setiap peserta didik.Â
Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang lebih fleksibel dan adaptif. Â Kurikulum ini lahir atas dasar begitu banyaknya keberagaman budaya dan bahasa, Â beragamnya karakteristik siswa, perlunya pengembangan keterampilan hidup setiap anak. Kurikulum Merdeka diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dengan memberikan kebebasan dan fleksibilitas kepada pendidik dalam merancang kurikulum yang lebih adaptif dan relevan dengan kebutuhan pesert diduk.
Tidak ada sekolah yang menghasilkan murid-murid merdeka jika kurikulum mengekang bakat dan kemampuan. Tidak ada sekolah yang menghasilkan murid-murid peduli jika sistem pendidikan mengekang dan hanya menumpahkan informasi belaka. Sejatinya sekolah  adalah sebuah arena untuk memacu setiap siswa menggunakan pikiran kritis mengatasi berbagai persoalan.Â
Menghidupkan Kurikulum
Melatih berpikir kritis menjadi inti proses pendidikan, tidak terbatas hanya di kelas, tetapi harus menyasar berbagi kegiatan setiap siswa. Sekolah perlu menyiapkan siswa-siswa untuk menjadi bagian masyarakat yang sesungguhnya. Maka, tanpa pemikiran merdeka dari guru, pimpinan sekolah, dan pembuat kebijakan, pendidikan kita tetap akan berkutat pada sekian ratus lembar administrasi yang harus diisi. Kita lupa memberi ruang kepada setiap anak untuk berkembang.Â
Kurikulum harus menghidupkan seluruh komponen yang membangun pendidikan. Bukan hanya memberi arah kepada guru, kurikulum harus menjadi dasar bagi setiap orang berkembang, menjadi panduan pemangku kepentingan, bahkan memberikan arak pendidikan nasional. Untuk itulah kurikulum perlu merdeka. Namun, kurikulum merdeka tidak akan tercipta tanpa pemikiran-pemikiran merdeka. Perjalanan kurikulum merdeka bukan sebuah mimpi sesaat. Â Hadir sebagai cara berpikir dan bertindak baru, kurikulum merdeka menyajikan keelokan wajah pendidikan kita, kelak.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H