Prestasi. Kisah manusia perkasa menjemput daya. Hidupnya selalu nyata dalam karya, bahkan memeras keringat dan air mata. Meski tak satu kata pun berani merangkulnya. Terkadang, sebagian manusia harus menerima nasib dan melumpuhkannya.Â
Peraturan perusahaan senyatanya tidak menghambat setiap bekerja untuk bekerja baik. Prestasi layak menjadi bagian untuk diapresiasi. Kerja keras untuk menjadikan perusahaan maju dan berbudi adalah keuntungan yang tersembunyi. Meski terkadang banyak perusahaan yang hanya mengebiri dan menganggapnya sebagai perusak nilai diri.Â
Kisah tentang manusia-manusia yang membela nilai diri, bekerja keras tanpa batas, bertanggung jawab membesarkan berbagai tempat usaha, dan mengekang diri untuk tetap setia terkadang hanya ada di balik berbagai berita. Kisah nyata seolah dalam tersembunyi. Padahal, banyak orang belajar dari arti sebuah perjuangan. Perjuangannya adalah perjuangan kita.Â
Bejo terus menjadi pegawai kontrak.
Kisah tentang Bejo, misalnya.  Bejo, begitulah bisa teman-teman memanggil. Seorang  dengan mempunyai segudang prestasi luar biasa ketika dia bersekolah di STM. STM Mesin adalah jurusan yang dia pilih karena memang dia ingin mengabdikan diri untuk kemajuan pemesinan di Indonesia. Maka, melamar menjadi karyawan sebuah pabrik motor adalah harapan yang tak bisa ditolaknya.
Ia berharap bisa mengabdikan diri untuk terus bekerja di perusahaan otomotif. Tetapi, nasib menentukan lain. Ia harus terus-menerus mencari kerja, setiap tahun berulang, dan berulang. Dia harus melamar kerja. Setiap perusahaan yang diharapkannya akan menjadi tumpuan hidup sampai akhir hayatnya, hanya bisa menerimana selama setahun. Ia menjadi karyawan kontrak setiap tahun. Setiap tahun berulang, ia harus memperbarui kontrak. Itu pun jika diperpanjang.Â
Ia menjadi karyawan kontrak setiap tahun. Setiap tahun berulang, ia harus memperbarui kontrak. Itu pun jika diperpanjang.
Di ujung kontrak, ia tidak pernah merasakah semangat dan kegembiraan untuk kerja. Maka, setiap akhir bulan kontrak selesai, ia tidak sanggup lagi bekerja, malas-malasan untuk bekerja, harus mempertimbangkan nasib dan hidupnya kelak. Ia harus menyambung hidup. Ia harus bertahan hidup. Ia tak peduli, ketika atasannya selalu memarahi diakhir kontrak selesai. Baginya, prestasi yang selama ini ia peroleh telah terkebiri dan meluluhlantakkan nasibnya. Â
Ijazah Slamet tak berhargaÂ
Slamet. Slamet tinnggal jauh dari kota. Karena kemampuan ekonomi orang tuanya, terpaksa ia tak dapat melanjutkan sekolah sampai universitas. Ia masih mempunyai keinginan yang kuat dapat bersekolah sampai universitas. Tapi, nasib berkata lain. Orang tuanya hanya sanggup menyekolahkan sampai SMA.Â
Lulus SMA, ia tak mau hanya diam di desa, bekerja di desa. Ia mengadu nasib ke Jakarta. Ia berharap bisa bekerja dan melanjutan kuliah. Ia mulau melamar kerja. Puluhan lowongan kerja ia kirimi lamaran kerja. Namun, tak satu pun mau menerima. Susahnya mencari kerja tidak semudah yang ia bayangkan.Â
Akhirnya, di tengah kegundahan itu, datanglah malaikat, seorang teman membantu dia untuk bisa bekerja di perusahaannya. Ia melamar kerja di perusahaan itu sebagai tenaga kebersihan. Ia ingin bekerja sebagai apapun. Karena sebulan sudah ia menganggur dan tak ingin nasibnya malang terus terjadi. Untuk pulang pun rasanya malu.Â
Ia begitu berharap dapat secepatnya bekerja. Akhirnya, di tempat kenalannya itulah ia melamat dan mulai bekerja. Tapi, rasa kecewa ia rasakan setiap hari. Di perusahaan itu, ijazah SMA tidak berguna. Sebagai tenaga kebersihan, ijazah yang diterima hanya SMP. Gaji pun hanya sebatas SMP. Nasib malang pun harus diterima. Perjungan panjang keluarganya untuk tetap sekolah sampai SMA sia-sia. Waktu tiga tahun berjuang di SMA sia-sia. Padahal, saat itu SMA hampir 10 kilo dari rumahnya, dan ia terpaksa sekolah dengan bersepeda.
Waktu tiga tahun berjuang di SMA sia-sia. Padahal, saat itu SMA hampir 10 kilo dari rumahnya, dan ia terpaksa sekolah dengan bersepeda.
Mengenang saat sekolah, dan membayangkan setelah SMA bisa bekerja dan membahagiakan keluarganya ternyata hanya sebuah impian kosong belaka. Rasanya, mimpi itu harus terkubur dalam-dalam, apalagi impian untuk melanjutkan sekolah.Â
Prestasi Sugeng tak berharga
Sugeng. Sugeng sudah bekerja sebagai guru swasta selama 15 tahun. Di Jakarta, kota impian saat masih SMA sebenarnya kota yang menyenangkan. Banyak pengalaman berharga ia dapatkan selama di Jakarta. Selama lima tahun itulah, ia tetap setia pada profesi sebagai guru dan setia pada satu sekolah saja. Ia tak pernah pindah tempat kerja. Karena baginya, bekerja adalah berkarya. Apalagi sebagai guru, profesi mulia itu harus ia rawat baik-baik selama hidup.
Karena prestasinya, Sugeng mendapat hadiah istimewa. Ia diminta melanjutkan sekolah, S-2 harus diraihnya. Sekolah berharap, ia akan mendapatkan kemampuan lebih untuk membangun sekolah sejajar dengan sekolah-sekolah terbaik di Kota Jakarta. Akhirnya, ia pun melanjutkan kuliah S-2 di Yogyakarta.Â
Tempat kuliah yang begitu jauh dari Jakarta harus ia jalani. Setiap minggu, Kamis-Sabtu , ia harus ke Yogyakarta mengikuti perkuliahan. Perjuangan menjadi mahasiswa itu pun ia nikmati sebagai anugerah dan hadiah istimewa. Maka, dalam waktu 2 tahun ia pun dapat menyelesaikan kuliah. Ia pun wisuda dan dapat kembali bekerja. Kebanggaan akan dirinya luar biasa. Cita-cita yang diimpikan sejak kecil, sekolah sampai S-2 akhirnya tercapai.Â
Tapi, sedikit kekecewaan yang ia dapati setelah kembali aktif bekerja. Ternyata, perjuangan dua tahun itu tak mendapatkan apresiasi dari tempat kerjanya. Aturan sekolahnya memang hanya membatasi golongan kerja hanya sampai IV-A. Ijazah S-2 tidak diakui dan tidak serta merta menggantikan penelitian yang harus dilakukan ketika naik golongan dari III-D ke IV-A. Ia merasa sedikit kecewa. Kekecewaan itu harus ia simpan dan tak pernah diungkapkan.Â
Ia merasa sedikit kecewa. Kekecewaan itu harus ia simpan dan tak pernah diungkapkan.
Bagi Sugeng, bekerja sebagai guru adalah profesi termulia dan menjadi kebanggaannya. Jika di sekolah, aturan yang mengekang guru untuk berprestasi dan mencapai prestasi tertinggi terkekang, rasanya ia mempunyai tanggung jawab untuk mengubahnya. Perjuanganmu belum selesai, Sugeng.Â
Koda
Terkadang orang-orang baik hadir di sekitar kita. Orang-orang berprestasi pun begitu banyak, selalu mengisi ruang-ruang pekerjaan kita. Di perusahaan, di instansi pemerintah, di perusahaan negara, banyak orang luar biasa hadir. Namun, tidak semua orang hadir di tempat yang semestinya, diterima sebagai emas berharga. Bahkan, terkadang banyak yang dianggap sebagai pemberontak, sebagai pengkhianat semata.Â
Namun, tidak semua orang hadir di tempat yang semestinya, diterima sebagai emas berharga. Bahkan, terkadang banyak yang dianggap sebagai pemberontak, sebagai pengkhianat semata.
Saatnya kolaborasi pemilik kerja dan pekerja hadir nyata agar segala prestasi tak terkebiri. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H