Belum selesai. Waktu terus memburu. Kehadiran setiap orang dalam setiap langkah menjadikan sebuah pengalaman nan berharga tak tak selesai, meski tenda-tenda warna-warni itu harus terapikan kembali. Kehijauan alam selalu menyapa setiap kali membuka mata, sementara suara lirih pohon berdecit mendoa dalam suasana pagi.Â
Acara seharian kemarin sungguh sebuah pengalaman berharga bagi kami. Bukan hanya perjalanan panjang yang harus kami lalui. Jurang dan bukit yang harus kami lewati serasa menaklukkan kesombongan kami semua. Pengalaman demi pengalaman dalam perjalanan nan panjang ini bukan hanya akan menjadi kenangan kami semua.Â
Semalam pun kami disambut dengan Gedruk Merapi, sebuah kesenian khas Lereng Merapi. Sebelumnya, diantara kami mengikuti Kenduri Merapi, sebuah acara adat doa bersama untuk keselamatan kegiatan dan juga kehidupan warga di sekeliling Merapi. Semangat kami kasih menyala, meski semalam kami baru mulai merebahkan badan pukul 12.00.Â
Karena hari ini adalah hari terakhir kegiatan, kami musti bangun pagi untuk mengikuti doa pagi, dan persiapan Kembulan- sebuah kebiasaan makan bersama-sama di alam. Hampir 350 orang hadir untuk mengikuti doa dan kembulan, sebagai puncak acara sekaligus menandai rasa syukur atas persahabatan kami dengan warga Desa Sidorejo.Â
Rasanya kegiatan begitu cepat, meski kami sebenarnya ingin memperpanjang kegiatan ini satu atau dua hari lagi. Namun, perjalanan harus dilanjutkan kembali. Sebenarnya begitu berat perpisahan ini harus kami rasakan. Desa ini sudah seperti desa kami sendiri. Warga di desa ini seperti keluarga kami sendiri.Â
Belum usai
Di kawasan hutan Desa Sidorejo kami selesai. Di hutan inilah kami merasakan kedekatan bukan hanya dengan alam, tetapi juga dengan rekan-rekan kami.Â
Pukul 10.00 kami mulai menaiki bus untuk menuju tempat kami berkegiatan berikutnya. Bus berjalan pelan, karena jalan-jalan desa sudah mulai berlubang dan berantakan karena setiap hari puluhan truk pengangkut pasir lalu lalang mengangkut ekonomi warga. Pasir menjadikan warga hidup dan tetap bertahan.Â
Dua jam perjalanan, akhirnya kami sampai di KPTT. KPTT merupakan  sebuah lembaga yang bertujuan memajukan perkembangan sosio-ekonomi Indonesia, khususnya di bidang agraris dengan menyelenggarakan kursus pertanian. Lembaga ini sudah berdiri sejak 1 September 1965. Selama 3 jam kami berkeliling mengagumi berbagai tanaman nan subur tumbuh. Tempat ini ternyata telah menyediakan begitu banyak sayuran dan daging untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga murah. Tidak salah, toko KPTT pun diserbu rekan-rekan kami dan ludes terjual.Â
Kolese Loyola
Pukul 15.00, kami semua selesai berkeliling dan melanjutkan perjalanan. Sebelum ke Jakarta, kami singgah di Kolese Loyola, Semarang. Pukul 17.00 di tengah rintik hujan, akhirnya kami sampai di Kolese Loyola. Sambutan rekan-rekan Loyola sungguh luar biasa. Kami disambut bak menang perang.Â
Kami menikmati tarian-tarian yang disajikan begitu indah siswa-siswa Kolese Loyola. Sebelum akhirnya kami mengikuti campus tour. kami berkeliling, ngobrol, berbagi dan makan malam bersama. Rasanya perjumpaan ini seperti kembali mempertemukan sebuah keluarga yang sekian lama tak bersua. Kami semua memang merindukan berbagai kegiatan bersama. Pandemi telah menggantikan semuanya. Kini, kami semua dapat bersua dekat dengan rekan-rekan kami.
Rasanya Kolese Loyola menjadi puncak dari perjalanan kami. Jambore ini telah membawa kami semua untuk semakin bersahabat bukan saja dengan alam raya, tetapi juga dengan jutaan umat manusia. Kanisian sahabat bumi, Kanisian siap aksi bumi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H