Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Melindungi Profesi Tak Terlindungi

13 Februari 2023   06:35 Diperbarui: 13 Februari 2023   11:01 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belasan PRT di Semarang mendatangi anggota DPRD Jateng untuk mendesak pengesahan RUU PPRT, Rabu (21/12/2022).(KOMPAS.COM/Titis Anis Fauziyah)

Menjadi pembantu? Begitu diremehkan dan terkadang hanya menjadi pekerjaan buangan. Tidak ada pilihan lain, maka terjun sebagai pembantu seolah menjadi jalan terbaik untuk tetap bertahan mengarungi kenyataan. Profesi ini pun begitu lekat dengan beragam hujatan dan nyinyiran. 

Mungkin saja setiap orang bisa melakukan, tetapi kemauan untuk melakukan dan terjun dalam sebuah profesi terkadang membutuhkan semangat juang yang luar biasa. Profesi dibarengi dengan keahlian mengerjakan sesuai, karena sebuah profesi selalu lekat dengan jenis pekerjaan tertentu, meski kadang kasar dan direndahkan. 

Mengerjakan pekerjaan rumah tangga semua orang bisa, sehingga pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga (disingkat PRT), asisten rumah tangga (disingkat ART) atau pembantu rumah tangga (sering disebut pembantu) menjadi idiom yang menghubungkan antara si kuli dan si tuan, ada majikan ada pesuruh. Tanpa belajar, tanpa sekolah, tanpa pelatihan, semua orang bisa menjadi PRT, ART atau pembantu. 

Mendukung sektor ekonomi

Meski pekerjaan ini terkadang dianggap rendah dan memunculkan banyak masalah, tetapi data statistik menunjukkan bahwa pekerjaan rumah tangga merupakan sektor ekonomi yang sedang tumbuh dalam sebuah kepastian. 

Kontribusi jenis pekerjaan ini turut andil terus berfungsinya rumah tangga dan pasar tenaga kerja. Terkadang  perlindungan sosial dan ketenagakerjaan jauh dari  kelayakan.

Pekerja yang terlibat dalam sektor ini sebagian besar adalah perempuan, hampir  43,6 juta atau 83 persen pekerjaan. 

Pekerjaan rumah tangga ini merupakan sumber penting pekerjaan berupah bagi perempuan, mencapai 7,5 persen pekerja perempuan di seluruh dunia. 

Meski Pekerja Rumah Tangga (PRT) sebagai salah satu jenis profesi tertua di dunia, struktur masyarakat yang patriarkis menuntut  jenis pekerjaan ini  dianggap sesuai dengan tugas alamiah perempuan yang bersifat pelengkap dan tidak bernilai ekonomis

Karena hubungan kerja hanya terjadi antara majikan dan bawahan, cara bekerja sama dengan PRT tergantung kesepakatan kedua pihak.   

Jasa PRT dapat dibayar dalam bentuk uang, bisa dalam bentuk biaya sekolah atau menyekolahkan si pekerja, atau dalam bentuk budaya ngenger, yaitu tinggal di dalam satu rumah dengan jaminan  seluruh  kebutuhannya, baik kebutuhan makanan, minuman, pakaian, bahkan biaya sekolah anak-anaknya.(2)

Perlindungan Profesi 

Tanggal 16 Juni merupakan momen penting yang diperingati sebagai Hari Pekerja Rumah Tangga Internasional. 

Pada tanggal 16 Juni tahun 2011 pekerja rumah tangga mendapatkan pengakuan dan perlindungan dengan disahkannya Konvensi International Labour Organization (ILO) nomer 189 tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga.

Urgensi perlindungan melalui Konvensi ILO 189, salah satunya adalah perkiraan global dan regional terbaru setidaknya ada 52,6 juta perempuan berusia di atas 15 tahun yang pekerjaan utamanya adalah pekerja rumah tangga. Angka ini merepresentasikan porsi signifikan dari pekerjaan berupah secara global yaitu sebanyak 3,6 persen di seluruh dunia.

Selain pekerja rumah tangga yang umum konvensi ini memberi catatan khusus pada kelompok‐kelompok pekerja rumah tangga tertentu, misalnya pekerja rumah tangga migran, pekerja rumah tangga anak, atau pekerja yang tinggal di rumah tempat mereka bekerja (pekerja rumah tangga “tinggal di dalam”) menghadapi kerentanan khusus. 

Beberapa kasus dialami oleh pekerja rumah tangga di Jakarta antara lain diberhentikan sepihak tanpa memberi kompensasi, pemotongan gaji alasan kondisi ekonomi majikan, dipekerjakan dengan beban lebih berat, sementara kebutuhan keluarga semakin meningkat sementara sementara mereka sering luput dari Jaring Pengaman Sosial.(1)

Penghasilan pekerja sektor ini pada umumnya: 46% pekerja dewasa dan 29% pekerja usia 10 – 17 tahun berpenghasilan Rp 1,000,000 per bulan, 28% pekerja rumah tangga dewasa dan 23% pekerja rumah tangga anak berpenghasilan Rp 1,000,000 per bulan. Jumlah pekerja rumah tangga (usia 10 tahun ke atas) cenderung meningkat 2008: 2,6 Juta sedangkan pada tahun 2015: 4 juta. 

Jumlah  PRT tidak menginap (live out) cenderung meningkat 2008: 2,55 juta, sedangkan pada tahun 2015: 3,35 juta;  Jumlah PRT menginap (live in) cenderung menurun 2008: 1 juta sedangkan tahun 2015: 683 ribu. Pola rasio sex jenis pekerjaan ini pada 2008: 320 PRT perempuan untuk setiap 100 PRT laki-laki dan pada tahun 2015: 292 PRT perempuan  untuk setiap 100 PRT laki-laki (4)

Berdasarkan Survei ILO Jakarta 2015 jumlah PRT di Indonesia sebesar 4,2 juta dengan 84 persen mayoritas perempuan. Diperkirakan pada tahun 2021, jumlah PRT meningkat sekitar 5 juta. Jumlah tersebut menandakan bahwa kehadiran PRT sangat dibutuhkan. Suatu angka besar yang menunjukkan pekerja sektor ini sangat dibutuhkan.  

PRT merupakan salah satu pekerjaan tertua dan terbesar karena paling dibutuhkan di berbagai belahan dunia. ILO di tahun 2014 memperkirakan secara global lebih dari 67 juta PRT mengisi sebagian besar angkatan kerja, terutama di negara-negara berkembang, dan jumlahnya semakin meningkat. PRT sampai saat ini menempati salah satu posisi jumlah tenaga kerja terbesar Indonesia.(5)

Perlindungan Pemerintah

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 2 Tahun 2015 tentang Standar Minimum Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) dinyatakan bahwa hak - hak PRT seharusnya dilindungi, misalnya  memperoleh informasi mengenai calon majikan, mendapatkan perlakuan yang baik dari majikan dan anggota keluarganya, mendapatkan upah sesuai perjaniian keria, mendapatkan makanan dan minuman yang sehat, mendapatkan waktu istirahat yang cukup, mendapatkan hak cuti sesuai kesepakatan, mendapatkan kesempatan melakukan ibadah sesuai agama dan kepercayaan yang dianutnya, mendapatkan tuniangan hari raya, berkomunikasi dengan keluarganya.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2015 ini mengatur standar minimum perlindungan bagi pekerja rumah tangga, agar hak mereka terpenuhi dan diperlakukan secara manusiawi.

Kasus-kasus pelanggaran hak, kekerasan dan penyiksaan terhadap PRT dan PRTA di dalam negeri sebagaimana dialami oleh Sunarsih masih terus terjadi. 

Catatan Tahunan Komnas Perempuan (2020) melaporkan adanya 17 kasus PRT sepanjang tahun 2019 yang pengaduannya diterima oleh Komnas Perempuan secara langsung. 

Sedangkan kasus PRT yang dilaporkan ditangani oleh Women Crisis Centre & Lembaga Swadaya Masyarakat (WCC & LSM) sebanyak 17 kasus, dan 2 kasus PRT dilaporkan ditangani oleh pengadilan negeri.

Sementara itu, catatan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) dalam kurun waktu 2015 hingga 2019, setidaknya terdapat 2.148 kasus yang dialami oleh PRT dengan beragam bentuk antara lain kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan ekonomi. Tak jarang, PRT mengalami kekerasan berlapis yang berujung pada kematian.(3)

Kerentanan yang dialami PRT ini semakin memburuk saat pandemi COVID-19. Temuan dalam  Kajian Komnas Perempuan tentang Dampak Kebijakan Penanganan COVID-19 (2020) menunjukkan bahwa PRT yang bekerja dan tinggal di rumah majikan rentan terpapar virus lantaran tugas mereka melayani keluarga pemberi kerja khususnya yang dalam kondisi sakit. Selain itu, sebagian besar mereka tidak memiliki jaminan kesehatan dan terabaikan dari skema bantuan sosial.(3)

Pekerjaan sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) memang sudah selayaknya dilindungi. Bukan hanya secara hukum, secara ekonomi pun profesi PRT perlu mendapat perlindungan yang memadai. Jika tidak, ketiadaan legalitas hukum dan ketertutupan relasi pemberi kerja dan pekerja itu sendiri mengakibatkan terancamnya profesi ini. Apalagi pekerja selalu ditempatkan pada pihak yang paling lemah. 

Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional yang diperingati setiap 15 Februari menjadi momen berharga untuk negara dan masyarakat menghargai profesi pekerja rumah tangga sebagai profesi mulia dan terhormat.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun