Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Jam Palsu Menuntut Waktu

23 Januari 2023   08:00 Diperbarui: 23 Januari 2023   08:19 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Detik-detik berkali-kali berulang dalam irama kesenduhan. Waktu berlari secepat peristiwa setiap hari berganti. Sebuah tanda tanpa henti dalam tergambar lewat gerak tiga sahabat sejati. Jam itu tidak pernah mengulang peristiwa yang sama dalam waktu yang berbeda. 

Waktu selalu memperbaharui dirinya lewat suara nan kaya menjalin peristiwa. Dalam warna gelap terbungkus mengkilat, waktu terus memacu, meski tampak berirama. Belum usai satu peristiwa tergambar dalam periatiwa yang lain. Apalagi dalam bingkai kenangan dalam jam penuh keistimewaan. Jam ini dibeli dengan keringat sendiri, perjuangan nan tak kunjung padam, berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Aku tidak bisa membeli tanpa mengumpulkan bertetes-tetes keringat. 

Jam itu menunjukkan waktu, bukan menunjukkan kesedihanku. Meski kadang mereka yang berpunyai menganggapnya sebagai penanda kepunyaan dan keinginan. Aku menandai jam itu sebagai kenangan, bukan menandai bahwa apa yang kita punya bisa melumpuhkan sekitar hidup kita. 

Teman sejati

Sekian lama jam itu selalu menemani tangan kiri. Terpasang erat dan begitu lekat, jam itu seolah tak mau terlepas. Ketika aku berlari, jam itu berlari mengikutiku. Ketika aku sejelak terdiam, dia seolah menganggapku sebagai tuan. Jam itu menjadi aku yang hadir dalam setiap waktu dan peristiwa nyata. Bukan hanya di rumah kecil, di jalan meski tanpa tujuan, ataupun di tempat kerja. Jam itu hadir sebagai rekan yang erat mendekap. 

Karena jam ini begitu murah  dan dibeli tidak di mal atau tempat berkelas, aku mencoba setia. Dia tetap menjadikanku sebagai kolega setia. Ya, begitu murah, bahkan tanpa harga. Tetapi jam itu ada karena bertetes-tetes kehidupan nyata. Dalam detik-detik yang hadir pasti itu, jam itu murah dan palsu. 

Jam itu palsu. Meski dibeli dengan harga seribu dan hanya puluhan ribu, kehadirannya tepat menandai waktu. Jam itu belum pernah salah, belum pernah menyusahkan kolega. Jam itu selalu menandai waktu, bukan memandai kebahagiaanku. Namun, kebahagiaan itu terlahir karena setiap peristiwa terbaik hadir bersama jam palsu dan istimewa. 

Jam ini memang palsu. Aku tahu, banyak jam sama harga berbeda. Sama, serupa, tapi berbeda. Harga menjulang dalam setiap karya. Asli puluhan juga, palsu puluhan ribu. Kesenjangan yang tak padam di tengah  kerja keras empunya. pagi-pagi berangkat, jam itu menemaninya. Malam hari pulang, jam itu menjadi kawan setia. Dimanapun ada, jam itu menemani menjadi cerita dan peristiwa. 

Jam ini benar-benar palsu. Beli di Tukang loak, barang bekas. beli di tukang jam, dalam harga sebatas harga beras kiloan. Murah, mungkin tanpa harga bagi si kaya. Ya, meski benar-benar palsu, jam ini menjadikanku gembira. Aku bisa melihatnya ketika bangun. Aku bisa memandanginya ketika duduk terdiam. Aku bisa menghadirkan harapan datangnya kebahagiaan nyata. Jam itu menandai setiap peristiwa bukan kebahagiaan.

Menandai kebahagiaan

Waktu demi waktu mengalirkan kekuatan nyata. Melalui jam ini, menjadi manusia biasa yang hadir dalam kesibukan bersama. Dalam pekerjaan inilah murid menjadi setia, guru menjadi setia. Kesetiaan itu dihadirkan dengan jam palsu yang melekat erat di tangah kiri. Jam itu palsu bagi orang lain. Jam itu tetap asli, karena menghadirkan detik-detik, menit-menit dan jam-jam waktuku harus menyampaikan peristiwa dan cerita hari ini. 

Jam palsu ini istimewa. Tanpa mutu bergerak maju. Tanpa henti mengalunkan cara, si empunya hadir di mana-mana. Rasa malu, rasa rendah, rasa nya tak perlu hadir menguras suasana. kehadiran jam palsu ini, bukan membuatku memalsukan cerita dan peristiwea. jam palsu ini menandai dia yang tetap berkarya; setiap detik, setiap menit dan setiap jam. Meski hari berganti, menghabiskan baterai setiap saat. 

Jam palsu ini menjadi intimewa karena selalu menandai waktu, meski bukan kebahagiaan. Tidak pernah terlambat, tidak pernah berhenti berdetak, jam waktu ini menjadi teman setiaku.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun