Perjalanan liburan akhir tahun selalu dinanti. Kehadirannya menyihir berbagai macam profesi untuk menikmati. Bukan hanya keindahan alam, budaya, bahkan sosial dan kuliner nusantara. Aksi dan update diberbagai media sosial menjadi pertanda, siapa kita dan dari mana kita.Â
Begitu banyak cerita-cerita fiksi yang mengaitkan dengan perjalanan panjang ke kampung halaman, nun jauh di sana.
Keluarga-keluarga mempersiapkan liburan dengan berbagai rencana, salah satu dan yang menjadi idola adalah mengunjungi orang tua. Sebuah wisata kenangan yang mungkin saja tidak akan pernah terlupakan. Namun, terkadang bagi anak-anak masa kini adalah perjalanan yang membosankan dan tak mengenakkan.Â
Sebagai sebuah liburan, menghabiskan waktu di rumah kakek, di kampung bisa saja menjadi sebuah rutinitas yang tidak membosankan. Begitu banyak pengetahun dan informasi yang mungkin saja menarik dan memunculkan banyak ide, terutama untuk anak masa kini.
Lihat, bagaimana permainan tradisional kembali muncul dengan semakin populernya lato-lato. Hampir setiap anak di Nusantara ini memegang permainan ini.Â
Rumah Kakek
Rumah kakek di Gunungkidul memang bukan lagi sebuah pedesan. Di Pedukuhan Plumbungan, Karangmojo itulah, kami pernah menghabiskan napas kehidupan, menghabiskan sebagian umur kami sebagai sebuah keluarga.Â
Sebuah jalan beraspal halus di depan rumah seolah menjadi pertanda bahwa daerah ini selalu diisi pembangunan-pembangunan daerah yang begitu pesat. Rasanya tidak ada jalan berlubang di daerah ini.Â
Sebenarnya ketika berjalan dari rumah kakek akan banyak ditemui persawahan nan indah, hutan jati nan cantik, kebun kakao yang rindang, dan tanaman-tanaman cabai yang siap menghidupi si empunya.
Keindahan itu begitu terasa ketika hujan rintik datang dan menghadirkan tetesan air kehidupan, mengalir pelan di sela-sela ranting dan dedaunan. Rumah kakek bukan sebuah perbukitan atau pegunungan. Namun, keindahannya mampu membius hati untuk menikmatinya.Â
Tidak jauh dari rumah kakek ada sebuah pasar yang setiap pasaran - Pahing selalu ramai dari pagi hingga siang hari. Pasar itu sudah berpuluh-puluh tahun lalu hadir menyediakan kebutuhan masyarakt sekitar. Kala itu memang pasar masih begitu sederhana, tidak seperti sekarang ini.Â
Satu hal yang selalu istimewa mengenang Pasar Pahing, nama yang diberikan masyarakat sekitar; karena memang hanya ada di setiap Pahing di penanggalan Jawa adalah berbagai makanan tradisional. Semua ada dan tersedia; tiwul, tempe mlanding, tempe koro, tempe kedalai, gudeg gori, gudeg bonggol pisang, gudeg daun pepaya, dan berbagai sayuran. Semua tersedia,Â
Menu Istimewa
Dari sekian ragam makanan di Pasar Karangmojo itu, memang nasi tiwul menjadi begitu istimewa.
Nasi tiwul menjadi pertanda bagaimana masyarakat gunungkidul berjuang untuk tetap hidup di sela-sela kekurangan makan, karena berbagai serangan hama wereng atau tikus saat Itu.
Tiwul kemudian menjadi pertanda bagaimana kampung kami dianggap miskin oleh orang-orang dari daerah lain.
Nasi tiwul akhirnya identik dengan Gunungkidul, identik dengan kemiskinan.Â
Begitulah kami mengenangnya saat itu. Padahal menikmati nasi tiwul adalah menikmati Gunungkidul.
Saat ini makanan nasi tiwul kembali hadir sebagai sebuah kekayaan masyarakat kami. Nasi tiwul diproduksi lebih modern, tiwul hadir diberbagai pusat perbelanjaan di kota-kota besar, tidak hanya di Gunungkidul, bahkan begitu banyak pedagang online yang menyediakan makanan ini.
Kini, tiwul bisa dinikmati sebagai salah satu kekayaan masyarakat Gunungkidul. Kehadirannya menandai, identitas daerah ini bukan sebagai daerah minus dan miskin. Daerah ini menjadi begitu kaya akan tempat wisata, terutama wisata kuliner.
Maka, ketika kakek menyiapkan sepiring nasi tiwul, jangan lombok ijo (sayur cabai hijau) dan tempe mlanding krawu, rasanya kami boleh berbangga terlahir sebagai orang Gunungkidul.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI