Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rayuan Gombal Iklan Rokok

24 November 2022   11:22 Diperbarui: 24 November 2022   11:37 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemerintah memang terus berusaha keras agar jumlah perokok utamanya anak dan wanita terus menurun dan terkendali.  PP nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan dirancang untuk mengendalikan dan mengurangi perokok pemula, terutama dalam hal mengiklankan adalah salah satu upaya untuk menekan disinformasi mengenai rokok, terutama anak-anak muda yang belum tahu bahaya merokok. Pembatasan iklan dan promosi memang penting, meski hasil selalu kontradiktif. Media sosial begitu sulit untuk dibendung, iklan tayang terselubung, pendapatan pun membubung.  

Untuk mendukung langkah tersebut, pemerintah pun menaikkan pajak iklan rokok. Pajak iklan produk rokok  lebih mahal dibanding dengan produk lain. Harapannya memang agar, informasi sesat mengenai rokok dapat dibendung dan generasi muda terlindungi.

Usaha lain yang terus dilakukan adalah dengan pembatasan jam iklan rokok. Iklan rokok di televisi dan radio menurut Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 2005 hanya boleh  disiarkan pada pukul 21.30-05.00. Dengan pembatasan waktu tayang iklan, pemerintah berharap iklan-iklan ini hanya akan dinikmati oleh orang tua dan berumur. Ini pun semakin membuat penasaran anak muda, apalagi dikaitkan dengan pertandingan sepak bola. Sasaran empuk saat jam tidak sibuk. 

Harapan lain untuk menyelamatkan anak muda dari ketergantungan terhadap produk rokok adalah dengan menaikkan cukai rokok dengan kenaikan rata-rata sebesar 10 persen berlaku tahun 2023 dan 2024. Meskipun solusi ini membuka ruang untuk hadirnya pabrik-pabrik rokok gelap yang menjual tanpa cukai, paling tidak pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa sudah selayaknya generasi muda kita meninggalkan dan menghindarkan dari berbagai macam produk adiktif termasuk rokok. Semua usaha akan sia-sia jika sekolah tidak ambil bagian untuk mencerdaskan anak didiknya. 

Membuat generasi cerdas memang jalan utama agar tidak ada pemahaman bahwa semakin dinaikkan cukai rokok, ruang iklan semakin dibatasi, berbagai larangan diberikan justru sebenarnya menjadikan produk rokok sebagai produk yang semakin eksklusif. Kita seolah menempatkan rokok dalam etalase yang begitu mewah dan selalu menantang siapa saja untuk menikmatinya, demi gengsi. 

Bahkan promosi rokok dengan pramuniaga nan cantik  yang terkadang masih berseliweran di sana-sini, serta iklan-iklan nan dramatis dan indah, seolah menjadi paduan untuk membalut rokok semakin memesona untuk anak muda. Padahal, sebenarnya kita hanya  terkesima dengan rayuan-rayuan gombal semata.
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun