Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rayuan Gombal Iklan Rokok

24 November 2022   11:22 Diperbarui: 24 November 2022   11:37 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Merokok bukan hanya sekadar menghisap tembakau. Relasi sosial, kemegahan, kekayaan, dan kelas sosial selalu ditampilkan dalam berbagai iklan rokok, menyasar gengsi dan harga diri. Akahkah anak muda terjebak mereduksi diri? 

Iklan rokok selalu tampil elegan dan  menarik.  Menyasar anak muda dan wanita perkotaan, iklan dan promosi terselubung melalui berbagai konser musik dan media sosial. Bukan hanya itu, perempuan muda paruh baya dan gila kerja menjadi incaran serius. Penetrasi gila ala produsen rokok. 

Menilik berbagai data, ternyata jumlah perokok dewasa di Indonesia hampir mendekati 70 juta perokok. Indonesia menempati peringkat ke-3 jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India. Bahkan jumlah perokok anak usia 0-14 sudah mendekati 40 juta. Rata-rata mereka menjadi perokok pasif atau menghidup rokok di lingkungan keluarga. Jumlah ini terus meningkat 10% setiap tahun. Padahal,  jumlah kematian yang diakibatkan merokok juga tidak pernah mengalami penurunan, hampir mendekati  600.000 kematian dini karena asap rokok, 28% di antaranya adalah anak-anak. . 

Padahal semua tahu, bahwa rokok mengandung unsur-unsur yang dapar menyebabkan munculnya penyakit kronis pada usia produktif, meningkatkan morbiditas serta kematian prematur yang tinggi dan bagi mereka, perokok pasif akan berdampak terhadap pertumbuhan berat badan anak. Seorang anak tidak akan mengalami pertumbuhan normal, cenderung mudah diserang penyakit dan berat badan tidak normal. 

Larangan merokok memang sudah disosialisakan dimana-mana. Namun, ternyata larangan terkadang hanya dianggap sebagai hiasan belaka.  Anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun telah mengonsumsi produk tembakau. Ini terjadi pada  40 persen pelajar Indonesia berusia 13-15 tahun. Padahal seharusnya sebagai pelajar jelas tahu akibat yang ditimbulkan ketika mengonsumsi produk rokok. Tidak salah, tembakau dinobatkan sebagai penyebab  kematian dini dan kecacatan di Indonesia. Setiap tahunnya, penyakit yang diakibatkan  merokok telah membebani pembiayaan kesehatan masyarakat di Indonesia. 

 Iklan Rokok Menarik

Regulasi di industri pertembakauan memang kian ketat menyusulkan aturan tentang  iklan rokok.  Pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan bertujuan untuk melindungi anak-anak muda kita dari produk rokok. Peraturan pemerintah tersebut berimbas pada iklan produk rokok, yang pada gilirannya  mengurangi pendapatan iklan produk rokok.  Maka, kalangan profesional periklanan harus mencari jalan keluar agar pundi-pundi mereka tidak berkurang. Butuh kreativitas agar iklan-iklan tersebut bisa dinikmati oleh pelbagai kalangan. Dan hasilnya, iklan-iklan rokok memang tidak menyuguhkan bagaimana mengisap, membeli dan memproduksi rokok. Lebih dari itu, iklan rokok menyasar sentuhan pribadi dan aspek psikologis pembeli, khususnya anak dan wanita. 

Industri periklanan berhasil menampilkan pesan lintas generasi yang semakin kreatif dan menarik, tanpa melanggar kode etik pariwara. Terbukti, belanja iklan industri rokok pun setiap tahun mengalami kenaikan.  Hampir 90% iklan produk rokok ditempatkan di TV dan media elektronik, sisanya untuk media cetak. Perusahaan-perusahaan media pun mendulang pendapatan dari iklan-iklan ini dengan  kontribusi mencapai 40% dari total pendapatan.

Kondisi ini akan semakin menarik, ketika produk rokok begitu berkuasa dan  royal menjadi sponsor berbagai pertandingan olah raga dan pertunjukan seni, seperti, seperti bulu tangkis, sepak bola dan pertunjukan seni teater. Pundi-pundi semakin tak terkendali kenaikannya, sementara jumlah penikmat produk rokok yang menyasar anak dan wanita juga tidak semakin turun. Rayuan tanpa henti. 

Usaha Pemerintah

Pemerintah memang terus berusaha keras agar jumlah perokok utamanya anak dan wanita terus menurun dan terkendali.  PP nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan dirancang untuk mengendalikan dan mengurangi perokok pemula, terutama dalam hal mengiklankan adalah salah satu upaya untuk menekan disinformasi mengenai rokok, terutama anak-anak muda yang belum tahu bahaya merokok. Pembatasan iklan dan promosi memang penting, meski hasil selalu kontradiktif. Media sosial begitu sulit untuk dibendung, iklan tayang terselubung, pendapatan pun membubung.  

Untuk mendukung langkah tersebut, pemerintah pun menaikkan pajak iklan rokok. Pajak iklan produk rokok  lebih mahal dibanding dengan produk lain. Harapannya memang agar, informasi sesat mengenai rokok dapat dibendung dan generasi muda terlindungi.

Usaha lain yang terus dilakukan adalah dengan pembatasan jam iklan rokok. Iklan rokok di televisi dan radio menurut Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 2005 hanya boleh  disiarkan pada pukul 21.30-05.00. Dengan pembatasan waktu tayang iklan, pemerintah berharap iklan-iklan ini hanya akan dinikmati oleh orang tua dan berumur. Ini pun semakin membuat penasaran anak muda, apalagi dikaitkan dengan pertandingan sepak bola. Sasaran empuk saat jam tidak sibuk. 

Harapan lain untuk menyelamatkan anak muda dari ketergantungan terhadap produk rokok adalah dengan menaikkan cukai rokok dengan kenaikan rata-rata sebesar 10 persen berlaku tahun 2023 dan 2024. Meskipun solusi ini membuka ruang untuk hadirnya pabrik-pabrik rokok gelap yang menjual tanpa cukai, paling tidak pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa sudah selayaknya generasi muda kita meninggalkan dan menghindarkan dari berbagai macam produk adiktif termasuk rokok. Semua usaha akan sia-sia jika sekolah tidak ambil bagian untuk mencerdaskan anak didiknya. 

Membuat generasi cerdas memang jalan utama agar tidak ada pemahaman bahwa semakin dinaikkan cukai rokok, ruang iklan semakin dibatasi, berbagai larangan diberikan justru sebenarnya menjadikan produk rokok sebagai produk yang semakin eksklusif. Kita seolah menempatkan rokok dalam etalase yang begitu mewah dan selalu menantang siapa saja untuk menikmatinya, demi gengsi. 

Bahkan promosi rokok dengan pramuniaga nan cantik  yang terkadang masih berseliweran di sana-sini, serta iklan-iklan nan dramatis dan indah, seolah menjadi paduan untuk membalut rokok semakin memesona untuk anak muda. Padahal, sebenarnya kita hanya  terkesima dengan rayuan-rayuan gombal semata.
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun