Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Tempe Menuntut Keadilan

18 November 2022   21:55 Diperbarui: 18 November 2022   22:14 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tempe sempat langka, karena permainan impor kedelai, cikal bakalmu terkadang dipermainkan oleh tengkulak-tengkulak penyerap pemangsa manusia lain. Cikal bakalku menjadi permainan dan selalu dipermainkan. 

Hanya aku bersyukur karena sampai hari ini begitu banyak yang masih mau membuat makanan sepertiku. Jumlah pengrajin di negeriku ini lebih dari 115 ribu pengrajin. Aku beruntung hidup di negeri ini. Meski begitu banyak yang menghina tapi aku masih menjadi teman dikala berbagai kalangan makan di meja makan. Bahkan sekarang aku gembira karena istana pun tak mau melupakan aku. Semua orang makan aku. Aku bangga sebagai tempe. 

Tapi itu dulu,

Tahun demi tahun, aku mulai merasa sedih. Begitu banyak makanan membanjiri negeriku. Bukan hanya di kota-kota besar, makanan itu menyasar sampai ke kampung-kampung yang sebenarnya adalah tempat tinggalku, tempat aku selalu ada. Pizza menjajahku, Spaghetti menjadi pesaingku, Kimchi menjadi idola baru, Sushi dan Sashimi seolah menghinaku, Kebab mengalahkanku, dan masih begitu banyak idola-idola baru di negeri. Aku terlupakan. Mereka benar-benar menjajahku. 

Aku semakin lama semakin tersingkar. Apalagi anak-anak muda di negeriku ini tidak lagi mengenalku, bahkan tak lagi mempedulikan keberadaanku. Meraka tidak mau makan aku. Mereka tidak mau mengunyahku. Mereka tidak mau menyentuhku, bahkan mereka tidak mau membeliku. Hingga aku membusuh di banyak abang pedagang. 

Jangankan dijual lagi di mal, supermarket. Aku mulai tersingkir dari pasar-pasar tradisional. Aku benar-benar tersingkir. Karena penjajahan berbagai makanan dari manapun melanda negeriku. Apakah aku harus protes ke Gubernur, Menteri atau Presiden. 

Siapa yang bisa menyelamatkan aku? Siapa yang memerdekakan aku? Aku mulai merasa lelah, aku tak sanggup lagi hidup di negeri ini. Karena bukan hanya anak muda yang tak mau memakanku, bahkan orang-orang tua yang dulu mengidolakan aku, kini menjadikanku busuk, hingga aku dibuang ke kolam untuk makanan lele. Aku sedih,

Aku musti mengusir penjajahku. Aku musti menuntut keadilan, karena aku tidak mau terhina di Tanah Airku. Aku menuntut keadilan. Aku hanya ingin menjadi Tempe di negeri sendiri. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun