Bahasa Indonesia menjadi alat komunikasi sekaligus identitas bangsa Indonesia. Hadir sebagai pertanda komitmen pemuda atas anugerah istimewa Yang Maha Kuasa, selama 94 tahun- sejak Sumpah Pemuda, bahasa Indonesia menjadi kekayaan bangsa, pemersatu bangsa, sekaligus menunjukkan martabat bangsa.Â
1928, pemuda dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul di Jakarta. Konggres kedua pemuda-pemuda Indonesia pun terjadi di Jakarta atas inisiatif Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI). Kongres pemuda yang dilakukan selama 2 hari tersebut di lakukan di tiga tempat yang berbeda.Â
Pertama, tanggal 27 kongres dilaksanakan di  di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB) (sekarang Yayasan Pendidikan Santa Ursula). Lapangan Banteng. Kedua, pelaksanaan kongres pemuda dilaksanakan di Gedung Oost-Java Bioscoop.Â
Ketiga, kongres  dilaksanakan pada 28 Oktober 2022 di Gedung Indonesische Clubhuis Kramat (sekarang, Museum Sumpah Pemuda). Sumpah Pemuda menggelagar ke seluruh Nusantara dan  mengawali semangat membara pemuda Indonesia untuk merdeka.  Pemuda Indonesia disatukan dalam satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa.Â
Peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menandai kelahiran bahasa Indonesia. Pelan tapi pasti, bahasa Indonesia mulai menjadi bahasa komunikasi kaum terpelajar Indonesia.Â
Dan begitu Sumpah Pemuda terdengar sampai pelosok Nusantara, bahasa Indonesia pun semakin dikenal luas, meskipun saat itu masih digunakan ejaan van Ophuijsen; ejaan yang ditulis Charles A. van Ophuijsen  sejak 1901. Saat itu sebenarnya bahasa kita masih menggunakan ejaan bahasa Melayu.Â
Menilik Jejak Pembaruan Bahasa Indonesia
Setelah secara resmi  bahasa Indonesia diakui sebagai bahasa negara dengan  Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pada 18 Agustus 1945, pedoman pertama bahasa Indonesia mulai diperlakukan, yakni Ejaan Suwandi.Â
Ejaan Suwandi berlaku mulai 19 Maret 1947, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 264/Bhg.A. Penyusun ejaan tersebut adalah Mr. Raden Soewandi selalu menteri Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan saat itu. Â Â