Jam berdering, menunjukkan tanda bahwa aku harus bangun sekarang. Matahari mulai naik .
“Haaaaaaaaaaaaaaaaaa”. Teriakku.
Cepat-cepat ku mandi dan sholat. Ah kali ini benar-benar menyebalkan. Disaat hari menunjukkan kecerahannya aku malah bangun terlambat. Benar-benar menyebalkan. Kali ini aku memutuskan untuk tidak sarapan melainkan langsung berangkat ke sekolah. Bom waktu sudah mau meledak. Kali ini jam dinding menunjukkan pukul 06.30. Tinggal 15 menit lagi sebelum bel sekolah berbunyi. Kini ku ambil sepedaku. Ku mulai mengayuhnya dengan sekuat tenaga. Akhirnya sampai juga di sekolah tercinta.
“heeeeeeeeeeeeeeeeeee” Rengekku. Aku terlambat masuk kelas. Waktunya matematika lagi. Huh menyebalkan. Sebagai hukumannya aku disuruh mengerjakan soal matematika dech.
.......................
Bel tanda istirahat pun berbunyi. Kali ini aku memutuskan untuk jalan berdua dengan sahabatku Yesi. Ku mulai mendekati dirinya. Aku ingin mengajaknya pergi ketaman. Namun kenyataan tidaklah berjalan sesuai dengan keinginanku. Dia malah menjauhiku sambil berkata.
“ Dasar anak telatan. Bisanya cuma maluin sahabatnya aja. Dasar. Pergi sana. Mulai
sekarang kita bukan sahabat lagi. Dasar telatan ”. katanya dengan ketus.
“ eh kamu tadi berkata apa. Kalau tidak mau ya sudah bilang tidak mau. Ngapain
juga sich pakai ngejek-ngejek segala. Gak jaman lagi. dasar sahabat
gakberguna”. Sanggahku dengan penuh kemarahan.
Aku tidak pernah menyangka sahabat baik yang pernah kukenal telah menusukku. Perkataan pedas yang keluar dari mulutnya sangat melukai hatiku. Melunturkan segala momentum indah bersamanya yang telah tersimpan rapi dalam hatiku. Aku begitu kecewa. Mengapa dia bisa berubah 180 derajat dari sebelumnya. Padahal baru satu bulan yang lalu kami meresmikan nama persahabatan kami. Gsi. Kata yang diambil dari nama kita berdua, dari namaku, Gina dan nama sahabatku, yesi. Kenapa kau bisa berubah sedrastis ini. Kenapa. Hatiku mulai bertanya-tanya. Hah lupakan sajalah. Tanpa kamu aku juga bisa hidup sendiri kok. Lagian kamu kan sudah sakitin hatiku. Mendingan persahabatan ini berakhir.
.......................
Sekarang Aku mulai jalani hidupku sendiri tanpa Yesi. Terhitung sudah dua minggu kami saling berdiam diri. Membisu. Awalnya memang tidak mengenakkan tapi ya sudahlah dia kan sudah menyakiti hatiku. Buat apa aku memikirkan dirinya lagi. hatiku berkata begitu. kali ini aku membaca sebuah buku di dalam kelas. Semenjak peristiwa itu aku menjadi anak yang pendiam. Kerjaanku cuma membaca buku didalam kelas. Ya beginilah. Tiba-tiba ada sesosok anak gadis yang mendekatiku dan menawarkan tangannya. Ku lihat perlahan-lahan, ternyata gadis itu Yesi.
Kau datang menghampiriku. Tumben kata hatiku. Tak biasanya kau mendekatiku semenjak peristiwa pahit yang terjadi dua minggu yang lalu. Sepertinya ada masalah besar lagi, terkaku. Aku sudah bosan berurusan dengannya. Ku hela nafasku. Aku mulai pergi menjauhinya. Dia menarik tanganku.
“Hai, G. Bisakah kita berdua bicara“.
Kali ini aku hanya menganggukkan kepala saja. Aku masih tidak rela mengeluarkan suara untuk berbicara dengannya. Dia mengajakku ke sebuah tempat. Tempat yang tidak asing lagi bagiku. Taman dekat sekolah. Tempat dimana kami dulu sering bertemu. Saat kami masih bersahabat erat. Namun kali ini suasananya sudah berbeda. Tergantung banyak hiasan bintang disana. Dimana diantaranya tergantung namaku. G.
“Kau adalah bintangku G dan aku adalah bintangmu. Aku akan selalu menemanimu
kapanpun dan tak akan pernah meninggalkanmu karena aku sahabatmu. Sahabat yang
tak akan pernah membenci bahkan menyakitimu”. Dia berkata sambil tersenyum
manis. Manis sekali.
Kini ku mulai memberikan senyuman manis kepadanya. Ternyata apa yang ku kira tidaklah sesuai dengan kenyataan. Dua hari yang lalu, Dia benar-benar tidak meninggalkanku sendirian melainkan, mempersiapkan sebuah kejutan untuk merayakan hari jadiku. Ternyata dia tidak melupakan hari ulang tahunku. Hatiku senang sekali. Sahabat lamaku telah kembali. Dia tidak benar-benar meninggalkanku.
”Maaf ya kalau dua minggu yang lalu aku sudah membuatmu marah dan kecewa.
Soalnya gara-gara untuk mempersiapkan semua ini. Jadi aku buat kamu marah dech.
Kejutan gitu.” Tambahnya.
“Aku yang seharusnya minta maaf. Aku sudah salah sangka menilai kamu. Aku bodoh
tak pernah menyadari sinyal-sinyal dari kamu. Tapi kamu juga sich, acara kayak gini
kamu pendam sendiri. Aku jadinya kan salah sangka lagi ”.
“Ya udah kita kan sama-sama salah. Jadi sekarang berpelukan”. Dia memelukku dengan erat.
” Oh ya, yesi terima kasih ya. Kamu sudah ngrencanain semua ini ”. Kataku.
“ Oke “. Jawabnya .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H