Mohon tunggu...
Ari Ginanjar
Ari Ginanjar Mohon Tunggu... -

Pegawai Swasta.. Suka Bola, futsal, politik dan musik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kepalsuan AHWA Makin Nyata

11 Juli 2015   23:12 Diperbarui: 11 Juli 2015   23:12 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemaksaan mekanisme pemilihan Rois Aam melalui ahlul halli wal aqdi (AHWA) semakin hari semakin menunjukkan belangnya. Bahkan nyaris menjadi sekedar dagelan saja. Kepalsuan demi kepalsuan makin mengemuka. Setelah sebelumnya terbukti bahwa mekanisme penetapan AHWA yang dilakukan dengan “Munas Abal-Abal” karena penuh kejanggalan yang tidak terbantahkan (baca tulisan; 17 Kejanggalan Munas Rekayasa Pemaksaan AHWA), kini muncul kejanggalan baru.

Kejanggalan dimaksud adalah pemunculan nama-nama (39 nama) yang disebut sebagai calon anggota AHWA oleh sebagian elit PBNU yang antara lain dimotori Yahya Cholil Tsaquf, atas dasar forum yang diklaim dengan istilah “Rapat Gabungan Syuriyyah dan Mustasyar” (Ini 39 Nama Calon Anggota Ahlul Halli wal Aqdi).

Mari kita urai kejanggalan satu demi satu secara jernih, untuk menghindari adanya fitnah dan bantahan dengan memakai sumpah segala. Pertama, pemunculan nama-nama 39 calon anggota AHWA itu jelas dipaksakan alias ‘mekso’ karena memang merupakan kelanjutan dari skenario pemaksaan AHWA selama ini.

Sementara mekanime AHWA-nya saja masih menjadi polemik khususnya di kalangan PWNU dan PCNU, dibuktikan dengan banyaknya protes dan penolakan, kok sudah muncul nama-nama yang seolah-olah mengabaikan sama sekali dinamika yang berkembang. Toh kalaupun Munas 14 Juni dikatakan telah menyepakati AHWA, Munas itu sendiri bukan merupakan forum pemutus tertinggi dan berada di bawah Muktamar.

Kedua, pemunculan nama-nama calon anggota AHWA tersebut paradoks dengan motif pemaksaan AHWA yang selama ini dimunculkan, yakni agar kiai tidak diadu. Loh dengan memunculkan sejumlah 39 nama calon anggota AHWA, untuk kemudian dipilih hanya 9 orang di antaranya, apa itu bukan mengadu dalam lingkup yang lebih luas ketimbang pemilihan langsung calon Rois Aam?
Kalau telah disebut 39 nama, berarti banyak ulama lain yang tidak masuk 39 nama. Loh, Katanya tidak mau mengadu, kok malah ngadu-ngadu?

Ketiga, penyebutan nama-nama tersebut juga sangat subyektif, syarat kepentingan dan terlihat memihak. Lalu apa parameternya bisa masuk 39 nama? Atau sekedar suka-suka Sejumlah nama yang disebut juga asal dicatut, sementara yang lain juga asal diabaikan dengan alasan tertentu. Buktinya, sejumlah nama bahkan tidak tahu namanya diklaim, dan sejumlah nama lain tidak bersedia namanya disebut, misalnya KH. Muchit Muzadi dan Ny.Hj. Istibsyaroh.

Tidak disebutkannya nama ulama sekaliber Rois Aam Jamaah Ahli Thoriqoh Mu’tabaroh An-Nahdhiyyah (JATMAN), Habib Luthfi Bin Yahya, sebagai salah satu calon anggota AHWA, menyisakan pertanyaan mendalam. Apa karena beliau sudah menyatakan dukungan terhadap KH. Hasyim Muzadi sebagai Rois Aam? Kalau benar itu alasannya maka sungguh sangat politis.

Keempat, rapat gabungan syuriyyah dan mustasyar merupakan hal yang janggal dalam mekanisme pengambilan keputusan oleh jam’iyyah NU. Sejak kapan ada rapat gabunngan syuriyyah dan mustasyar? Adakah aturannya dalam ART NU sebagai hirarki pengambilan keputuan? Yang jelas ada itu rapat pleno syuriyyah, rapat pleno tanfidziyyah atau kalau gabungan ya rapat (pleno) gabungan syuriyyah dan tanfidziyyah. Ini kok ada rapat gabungan syuriiyyah dan mustasyar, itupun hanya diikuti oleh sebagian kecil pengurus syuriyyah dan tanfidziyyah.

Kelima, di antara sedikit pengurus syuriyyah yang hadir dalam ‘rapat gabungan yang aneh’ itu adalah Yahya Cholil Tsaquf, yang patut diduga menjadi penggerak pertemuan tersebut. Siapakah dia? Bukan bermaksud menyebut ini sebagai KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme), ia tidak lain tidak bukan adalah keponakan Pejabat Rois Aam KH. Musthofa Bisri saat ini.

Sosok Ponakan

Sosok keponakan Rois Aam inilah yang selalu aktif di balik pemaksaan AHWA dan terakhir pemunculan nama-nama calon anggota AHWA. Di forum “Munas Abal-Abal” dialah yang duduk di meja pimpinan sidang, sampai-sampai dia bersumpah dengan mengatakan munas itu berjalan dengan jernih sejernih kristal (lebay ya he he), sebagai bantahan membabi buta atas pihak yang berusaha mengungkapkan bahwa Munas berjalan penuh rekayasa.

Dan sang keponakan ini pulalah yang menyebut sang paman (Gus Mus) sebagai salah satu calon anggota AHWA bersama 38 nama lain. Mungkin perlu dikonfirmasi ke yang bersangkutan, apakah pemunculan nama pamannya sendiri telah seizin beliau langsung atau juga asal catut nama. Untuk kali ini, dugan patut diarahkan ke yang pertama.

Apa ada yang salah, dengan ulah si ponakan menyebutkan nama pamannya sendiri. Ya tidak. Boleh saja, namanya juga usaha. Tapi apa yang pantas? Apa itu tidak malah menunjukkan ambisi keluarga? Ah, jangan ber-suudzon…..

Katib Aam PBNU, KH. Malik Madani kepada Harian Bangsa memberikan konfirmasi. Ternyata Rapat tersebut hanyalah sebatas rapat konsultasi. Bahkan beliau menyatakan munculnya 39 nama tersebut bukan muncul dari rapat serius. Nah, loh….

Memang ketidakseriusan rapat sangat terlihat dari status rapat yang disebut sebagai “Rapat Gabungan Syuriyyah dan Mustasyar” (Ini bisa menjadi rekor baru di NU, setelah adanya Munas tanpa dibarengi Konbes) dan kepesertaan rapat itu sendiri yang sangat minim. Mari kita coba kuak absensinya.
Dari jajaran Mustasyar, nama yang disebut hadir adalah KH. Khotibul Umam, KH. Nasaruddin Umar, KH. Ridwan Lubis, KH. Syatibi Syarwani. Cuma empat nama dari 19 nama anggota Mustasyar PBNU, kurang dari seperempatnya.

Dari jajaran syuriyyah, selain tentu ada Katib Syuriyyah Yahya Tsaquf, terdapat KH. Ahmad Ishomuddin (yang pernah ‘sukses’ berduet dengan Yahya Tsaquf memimpin Munas pemaksaan Ahwa 14 Juni), KH. Masdar F. Masudi, KH. Machasin, KH. Mujib Qolyubi, KH. Solahudin Al-Ayyubi dan KH. Malik Madani, yang kemudian menyebut rapat tersebut sebatas bersifat konsultatif. Total terdapat hanya 7 nama dari 24 nama jajaran syuriyyah PBNU. Kurang dari sepertiganya.
Lalu bagaimana legitimasi rapat itu? Apakah itu dapat disebut sebagai hasil usulan PBNU? PBNU yang mana? Atau faksi PBNU yang sebelah mana? Kok pengurus lain tidak ada? Sangat mengundang pertanyaan untuk mengorek motif apa di baliknya? Kita tunggu penjelasan atau bantahannya kalau akan ada.

Ulah Nusron

Menariknya adalah sebagian besar nama-nama tersebut tidaklah berbeda jauh dengan nama-nama calon anggota AHWA usulan Nusron Wahid yang direlease tidak lama setelah Munas janggal tanpa Konbes berlangsung. Bedanya kalau Nusron menyebut 20 nama calon anggota AHWA dengan suka-suka, maka kali ini dimunculkan 39 nama. Bukan bermaksud meremehkan nama-nama yang dimunculkan, tapi proses pemunculannya ini yang patut dipertanyakan dan ‘mengandung umpan’.

Lagian, apa ‘pangkat’nya Nusron waktu itu kok tiba-tiba menguulkan 20 nama untuk jadi calon anggota AHWA (GP Ansor Usulkan Nama-nama Kiai Sepuh untuk Memilih Rais 'Aam Syuriyah). Ketua Umum GP Ansor? Iya memang ia adalah Ketua Umum Ansor hasil Kongres Surabaya yang sudah menjadi rahasia umum sarat dengan politik uang. Tapi apa wewenangnya Ansor mengusulkan nama-nama dan mau mengendalikan syuriyyah? Toh kalau itu atas nama Pimpinan Pusat GP Ansor, apa sudah melalui mekanisme yang benar?

Ternyata menurut informasi yang bisa dicross chek, tidak ada mekanisme organisasi yang ditempuh entah pleno ataupun tingkatan di atasnya yang memutuskan hal itu. Artinya, 20 nama adalah usulan dari seorang Nusron, bukan official merupakan usulan PP GP Ansor. Tapi ya namanya usul boleh saja, tapi semangatnya yang ‘45’ itu patut diduga motifnya. Beredar kabar, dia sangat bermambisi menjadi sekjen PBNU. Silahkan dikonfirmasi.

Untuk diingat, Nusron ini secara terang-terangan adalah pendukung berat Gus Mus untuk menduduki Rois Aam kembali. Bahkan dukungan itu dalam berbagai kesempatan forum dan media, dilakukan secara mambabi buta karena diwarnai kekurangajaran dengan merendahkan/meremehkan tokoh lain.

Maka tidak mengherankan bahwa ini semacam tik-tok alias saling umpan saja, antara Nusron dan Yahya Tsaquf yang sama-sama pengusung Gus Mus sebagai Rois Aam. Satunya atas nama PP GP Ansor mengusulkan 20 nama, sedang satunya memanfaatkan posisinya di syuriyyah untuk turut mengusulkan 39 nama calon anggota AHWA. Sementara nama-namanya itu-itu saja, demi mengegolkan sang Rois Aam idaman.

Kalau begitu, ‘makhluk’ apakah sebenarnya AHWA ini? Kok bisa usul nama calon seenaknya. Sekalian saja kok mereka ini tidak menjadi anggota AHWA sekalian, kalau merasa maqamnya sudah cukup dan rumangsa pantas. Kalau bisa usul nama, maka kalangan santri juga punya usulan nama, jumlahnya lebih banyak dari 20 atau 39, yakni 41 (Ini 41 Calon Anggota Ahlul Halli wal Aqdi Usulan Santri). Di antara sejumlah nama yang dinggap ‘layak’ menurut kalangan santri itu memang terdapat nama Nusron Wahid dan Yahya Tsaquf. Klop sudah…

Kalau usulan ini menjadi kenyataan, maka AHWA benar-benar akan menjadi ‘ahwa’ nafsu, karena sekedar melayani kepentingan tertentu, namun atas nama menjaga muruah NU. Ya sebatas atas nama, karena yang terjadi hanyalah rekayasa dan akal-akalan saja, termasuk dengan menabrak AD/ART organisasi.

Lagi-lagi, sungguh pas dengan AHWA dengan sinonim AHLUL HILLATI WAL ‘AKALI….alias ahli rekayasa dan ngakali…

Wallhu a’lam bisshawaab……

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun