Menjadi pengajar, entah guru atau pun dosen, banyak lika-likunya dan suka dukanya. Â Dari soal penghasilan yang berbeda antara satu orang dengan yang lain, atau bahkan tingkat kesulitan mengajari anak didiknya.
Tapi bagi saya, ada banyak hal menyenangkan yang saya peroleh dari proses ajar-mengajar ini. Â Kadang kita memperoleh 'rezeki' saat mengajar murid/mahasiswa yang manut dan cepat mengerti apa yang kita sampaikan, anak didik yang lucu (meski dalam kondisi tertentu menjadi menyebalkan).
Salah satu hal seringkali membuat saya bisa tersenyum-senyum saat proses pengajaran ini adalah ketika melakukan koreksi ujian, yang secara lengkap pernah saya ulas pada artikel saya terdahulu.Â
Baca Juga : Â Koreksi Ujian di Saat Pandemi
Seringkali kita memperoleh jawaban dari murid yang dikoreksi yang mengundang kita tertawa atau setidaknya tersenyum. Â Ada jawaban yang sama sekali tidak nyambung dengan pertanyaan, atau jawaban yang seolah benar tapi sungguh seratus persen salah. Â Dan salah satu yang dulu sering saya terima saat mengoreksi ujian adalah adanya 'surat cinta' yang ditulis di akhir jawaban.
"Mohon maaf, pak. Hanya ini yang bisa saya jawab. Â Mohon bantuan dan pengertian Bapak. Semalam saya sudah belajar penuh namun hanya ini yang bisa jawab".
 Pernahkan Anda, para pengajar, menemukan pesan sejenis di kertas ujian yang disampaikan ke kita?  Dulu, saat mengajar di sebuah sekolah tinggi swasta, saya sering menerima hal ini.  Awalnya kasihan, tapi lama-lama kebal, dan tidak pernah saya pedulikan. Yang jelas biasanya saya senyam-senyum tidak jelas setelah membacanya.  Ingin rasanya iseng saya balas suratnya, namun akhirnya tak pernah saya lakukan dengan berbagai macam pertimbangan.  Contoh surat cinta dapat dilihat pada ilustrasi di awal tulisan.
Di antara hal-ahal konyol atau unik saat melakukan koreksi ujian, ada satu pengalaman lucu yang sampai saat ini masih saya ingat. Â Peristiwanya sudah sangat lama, hampir 40 tahun yang lalu, saat saya masih duduk di kelas IV Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD).
Saat itu memang saya belum mengajar, tapi soal koreksi, sejak kecil sudah saya lakukan. Â Bukan murid saya tentu saja, tapi murid-murid Bapak dan Ibu yang kebetulan beliau berdua menjadi guru, masing-masing di Madrasah Aliyah (setingkat SMA) dan Madrasah Ibtidaiyah. Â Koreksi yang saya lakukan pun yang mudah-mudah saja, yaitu untuk soal pilihan berganda. Caranya, kami melubangi format jawaban yang sudah diisi jawaban yang benar dengan menggunakan obat nyamuk bakar (kadang-kadang juga dengan bunga Kluwih yang dikeringkan lalu dibakar) lalu menempelkan kuci jawaban tersebut dengan jawaban murid lalu menghitung jawaban yang muncul pada lubang tersebut, lalu menulis jawaban yang benar. Â Soal kebijakan penilaian itu murni tanggung jawab Ayah dan Ibu.Â