Mohon tunggu...
A Zainudin
A Zainudin Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka Sastra

Menulis sesuai kata hati.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Fenomena Ghaida dan Pebulu Tangkis Indonesia yang Membela Negara Lain

19 Juli 2020   19:27 Diperbarui: 20 Juli 2020   08:33 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ronald Susilo, Sumber: reuters.com

Belum lama ini, media olahraga di tanah air memberitakan pencapaian atlet bulutangkis asal Indonesia, Ghaida Nurul Ghaniyu.  Pebulutangkis putri kelahiran Bandung 20 tahun yang lalu itu diberitakan berhasil meraih 6 gelar juara pada kejuaraan internasional yang diikutinya.  Yang membuat heboh adalah jumlah gelar yang diraihnya tersebut serta fakta bahwa ia meraih gelar tersebut setelah ia mengundurkan diri dari pelatnas tahun 2019 lalu dan saat ini membela sebuah klub bulutangkis di Kanada. 

Memang terlihat prestisius sebab jumlah gelar 6 bukan main-main, namun bagi yang paham bulutangkis, level turnamen yang diikuti Ghaida tersebut sebenarnya tidaklah istimewa.  Sebab, selain level turnamen internasional yang memang berkasta rendah, beberapa tingkat di bawah level turnamen All England atau Indonesia Terbuka (level super 1000) atau bahkan level Indonesia Master tahun 2019 (Super 100), pesertanya kebanyakan pebulutangkis benua Amerika yang memang belum banyak berbicara di turnamen internasional.  

Jadi, jika akhirnya banyak komentar netizen yang menyayangkan kepindahan Ghaida tersebut bahkan tak sedikit yang menyerang PBSI, seharusnya tidak perlu karena alasan ini.  Pertama, pengunduran Ghaida dari pelatnas bukan karena kesalahan PBSI namun karena pertimbangan Ghaida yang secara prestasi tidak mampu bersaing dengan sesama pemain pelatnas.  

Yang kedua, adalah wajar seseorang berpindah negara untuk meningkatkan kariernya jika memang di negara baru tersebut kariernya akan dapat berkembang dengan lebih baik karena persaingan yang lebih ringan dibandingkan di Indonesia.

Mengenai kasus seperti yang dialami Ghaida tersebut, sebenarnya kepindahan kewarganegaraan untuk membela negara lain bukanlah hal yang pertama.  Sudah sejak era 1990an banyak pemain Indonesia yang berpindah kewarganegaraan untuk bisa membela negara barunya, baik karena alasan mentok prestasi maupun alasan lainnya.  Beberapa di antaranya mampu berprestasi dengan lebih baik, meski tidak sedikit yang tidak terdengar prestasinya setelah pindah.

Berikut daftar pemain Indonesia yang pindah kewarganegaraan dan membela negara barunya disertai dengan dengan prestasi besarnya. Penulis mengurutkan berdasarkan tahun pindah.

1)Fung Permadi

Fung merupakan orang yang pertama kali pindah negara sebagai pemain bulutangkis. Tingginya tingkat persaingan di pelatnas saat itu sementara usianya yang mencapai 26 tahun, akhirnya membuat Fung berfikiri untuk membela negara lain. Prestasi Fung sebenarnya tidak jelek-jelek amat. 

Dia sempat menjuarai 3 turnamen internasional (meskipun bukan turnamen besar) di awal tahun 1990-an, namun jauh dibandingkan prestasi teman seangkatannya seperti Ardy (perak olimpiade) atau Harianto Arbi (juara All England).  Sempat menjajal Australia beberapa bulan, Fung hanya bertahan 3-4 bulan karena kondisi yang tidak lebih baik dari Indonesia.  

Akhirnya, Fung mendapatkan tawaran dari China Taipei dan mulai membela negara tersebut pada tahun 1994.  Prestasinya tak main-main, jauh lebih bagus dibandingkan dengan saat membela Indonesia. Selain gelar mayor seperti China Terbuka dan Hongkong Terbuka tahun 1996, Fung sempat meraih runer up di Kejuaraan Dunia tahun 1999. 

Setelah bermain, Fung melanjutkan dengan melatih pemain China Taipei terutama pemain yunior. Salah satu pemain hasil polesannya adalah Cheng Chao Chieh yang menjadi juara dunia yunior tahun 2004 serta peraih perunggu Kejuaraan Dunia Tahun 2005 dan menjadi salah satu tonggak penting bagi negara tersebut untuk mencetak prestasi dunia hingga saat ini.  Setelah kontraknya berakhir tahun 2006, Fung akhirnya balik ke Indonesia dan menjadi pelatih klub asalnya, PB Djarum Kudus.

Fung Permadi saat masih aktif bermain, Sumber: gettyimages.com
Fung Permadi saat masih aktif bermain, Sumber: gettyimages.com

2) Ronald Susilo

Kedatangan Ronald Susilo ke Singapura awalnya adalah untuk melanjutkan sekolah di negara tetangga tersebut. Namun, kondisi krisis ekonomi tahun 1998 membuat Ronald berniat membantu orang tuanya dengan menjadi pemain bulutangkis professional sekaligus membela Singapura. Kariernya cukup mentereng untuk ukuran Singapura.  

Dia mampu menjadi pemain Singapura pertama dan satu-satunya yang menjuarai turnamen Thailand Terbuka (2003) dan Jepang Terbuka (2004), serta memiliki peringkat terbaiknya 8 besar dunia. Tahun 2004, bahkan Ronald mampu mengejutkan publik saat mengalahkan Lin Dan di Olimpiade Athena yang akhirnya dijuarai oleh Taufik Hidayat tersebut.

Setelah meniti karier sebagai pemain, Ronald kemudian mendirikan akademi bulutangkis di Singapura dengan menggunakan namanya.

Ronald Susilo, Sumber: reuters.com
Ronald Susilo, Sumber: reuters.com

3) Mia Audina

Di antara pebuliutangkis yang pindah negara baru yang dibelanya, kasus Mia Audina merupakan yang paling kontroversial, sebab Mia pindah bukan karena kalah bersaing.  Pernikahannya dengan seorang penyanyi gereja asal Belanda, Tyllo Lobman membuatnya harus pindah ke negara Belanda.  

Keinginannya untuk tetap membela Indonesia dengan tetap tinggal dan berlatih di Belanda ditolak PBSI karena dipandang menyalahi aturan yang ada.  Karena keinginan bermainnya yang tinggi, Mia akhirnya pindah kewarganegaraan dan membela Belanda di berbagai kejuaraan Internasional sejak tahun 2000. 

Bakatnya yang begitu besar, mengingatkan kita sebagai pemain termuda yang membela Tim Uber sepanjang sejarah sekaligus menjadi penentu kemenangan Tim Uber Indonesia tahun 1994 saat usianya belum genap 15 tahun serta peraih medali perak Olimpiade Atlanta 1996 menjelang ulang tahunnya yang ke-17, tetap menjadikannya sebagai pemain berprestasi meski membela negara yang prestasi sebelumnya tidak menonjol. 

Ayunan raketnya mampu mengantarkannya sebagai juara turnamen mayor seperti Jepang Terbuka, Kejuaraan Eropa serta mengulang prestasi medali perak Olimpiade di Athena tahun 2004 serta mendongkrak prestasi Tim Uber Belanda yang sebelumnya dipandang sebelah mata untuk mampu maju ke Final Piala Uber tahun 2006 sebelum dikalahkan oleh China, sang raksasa bulutangkis.

Setelah itu, Mia mengumumkan pengunduran dirinya dari dunia tepok bulu dengan alasan fisik serta keinginan menemani sang suami  sambil menekuni bisnis batu mulia .

Mia Audia belia saat membela Indonesia. Sumber: sports.okezone.com
Mia Audia belia saat membela Indonesia. Sumber: sports.okezone.com

4)Halim Heryanto

Halim Heryanto memiliki prestasi yang mentereng saat tahun 2001 menjuarai Kejuaraan Dunia Bersama Tony Gunawan di Sevilla Spanyol serta juara All England Bersama pasangan yang sama di tahun yang sama.  Tahun 2004, Halim memutuskan hijrah ke Amerika Serikat untuk menjadi pelatih yang selanjutnya nanti juga main membela negara Paman Sam tersebut dengan prestasi yang lumayan bagus bersama Tony Gunawan antara laine Juara China Taipei Terbuka Tahun 2005 dan AS terbuka tahun 2006.  Hingga kini, Halim Heryanto menjadi pelatih di sana.

5) Tony Gunawan

Tony Gunawan membuat sensasi pada tahun 2005, saat meraih gelar di Kejuaraan Dunia Tahun 2005 di Amerika Serikat.  Pasalnya, dia meraih gelar juara dunia tersebut saat berpasangan dengan pemain lokal negara AS, Howard Bach dan mengalahkan pemain yang lebih diunggulkan dari Indonesia, Chandra Widjaya/Sigit Budiarto.

Tony Gunawan juga merupakan pemain pindahan dari Indonesia dan sebelumnya meraih prestasi ciamik yaitu dengan meraih medali emas di Olimpiade Sidney tahun 2000 serta kejuaraan Dunia di Sevilla Bersama Hali Heryanto setahun kemudian.  Kepindahannya ke negeri tersebut sebenarnya dalam rangka melanjutkan studi dengan mengajak istrinya, Ety Tantri yang juga mantan pemain pelatnas.

Tony/Halim saat menjuarai All England. Sumber: gettyimages.com
Tony/Halim saat menjuarai All England. Sumber: gettyimages.com

6) Flandi Limpele dan Eng Hian

Sesungguhnya prestasi Eng Hian dan Flandy Limpele sebelum pindah membela bendera Inggris tahun 2001-2003 bukan recehan juga.  Mereka sempat menjuarai Turnamen Korea Terbuka (1999), Denmark dan Malaysia (2000) serta Runer-up Indonesia terbuka (2000). 

Namun dengan alasan kecewa dengan PBSI serta tawaran dari Rexy Mainaky yang saat itu melatih Tim Inggris, membuat mereka memilih karier di Inggris dengan capaian yang tidak main-main, yaitu peringkat 1 dunia dengan meraih beberapa gelar mayor seperti Singapura Terbuka (2002), serta Swiss Terbuka dan Jepang Terbuka (2003) selain runer up All England dan Indonesia Terbuka (2002).  Mereka Kembali ke Indonesia setelah diminta PBSI serta status mereka sebagai Permanent Residence yang membuat kepulangannya tidak ada hambatan.  Setahun setelah balik, mereka mempersembahkan medali perunggu untuk Indonesia di Olimpiade Athena.

Eng Hian/Flandy Limpele, Sumber: bali.tribunenews.com
Eng Hian/Flandy Limpele, Sumber: bali.tribunenews.com

7) Arif Rasidi dan Weny Rahmawati Rasidi

Arif dan Weny adalah pebulutangkis Indonesia yang pindah ke dan membela  Perancis sejak awal tahun 2000-an.  Saat masih membela Indonesia, Arif Rasidi sempat meraih medali perunggu di Kejuaraan Dunia Yunior tahun 1998, sementara prestasi Weny tidak signifikan.  Prestasi mereka saat membela Perancis juga tidak terlalu prestisius untuk ukuran Indonesia namun cukup bagus untuk negara tersebut dan menjadi tonggak penting untuk prestasi selanjutnya.

Setelah pensiun sebagai pemain, pebulutangkis yang akhirnya menjadi suami istri tersebut menjadi pelatih dan pengurus asosiasi bulutangkis Perancis yang kini menjadi salah satu negara bulutangkis yang kuat di Eropa, bersaing ketat dengan Denmark, Inggris, atau pun Jerman.

8)Hendri Kurniawan Bersaudara

Hendri Kurniawan Saputra, Wandry Kurniawan Saputra, Hendra Widjaya, serta Shinta Mulia Sari membela Singapura karenma memang merasa bahwa persaingan menjadi pemain pelatnas Indonesia sangat berat.  Bahkan, Hendra Widjaya dan  Shinta Mulia Sari membela Singapura sejak yunior setelah lolos audisi. 

Prestasi mereka cukup bagus untuk singapura. Hendri Saputra yang berpasangan dengan adiknya Hendra Widjaya meraih medali perunggu untuk Pesta Olah Raga Persemaksmuran Inggris tahun 2010, dan medali perunggu ganda campuran tahun 2006 bersama Li Yujia. 

Hendra Widjaya sendiri awalnya adalah pemain tunggal. Bahkan prestasinya cukup bagus saat yumnior dengan meraih medali perak di Kejuaraan Dunia Yunior dan Kejuaraan Asia Yunior tahun 2002. Prestasi Mulia Sari lebih bagus lagi. Bersama Yao Lei, Shinta mampu meraih gelar super series (satu-satunya hanigga saat ini) saat menjuarai Singapura Terbuka tahun 2010. Selain itu, Shinta juga meraih gelar India Terbuka (2010).

Saat ini mereka sudah pensiun dari pelatnas Singapura. Hendri beralih menjadi pelatih dan saat ini menukangi tunggal putera utama Indonesia yang beranggotakan Antony Ginting, Jonathan Cristie dan Shesar Hiren.

Hendry K Saputra saat melatih . Sumber: indosport.com
Hendry K Saputra saat melatih . Sumber: indosport.com

Selain nama-nama tersebut di atas, masih ada pemain lain yang juga pindah membela negara lain seperti Leny Permana dan Satyana Mapassa (Australia), Atu Rosalina (Perancis), Cisita Jansen dan Jonas Rafly Jansen (Jerman), Taufik Hidayat Akbar (Italia), atau pun Albertus Njoto dan Yohan Hadikusumo (Hongkong).  

Kepindahan mereka rata-rata karena alasan studi atau kalah bersaing dengan pelatnas.  Suatu pilihan yang wajar bila memang kesempatan m,embela Tanah Air tidak tersedia.  Namun bagaimanapun, segala sesuatu ada resiko yang harus siap ditanggung termasuk kehilangan kewarganegaraan Indonesia serta hak-haknya sebagai WNI, kecuali bagi mereka yang hanya berstatus permanent residence.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun