PUISI 1: MENENGOK MANTAN CALON
Ijinkan aku menjengukmu
Lewat celah memori kecilku
Meski aku tahu
Takdir tetap lebih indah dibanding jikalauKau sendiri yang datang menawarkan kehangatan
Lewat ucapan cerdasmu yang membangun kekagumanku
Lewat perhatian kecilmu yang menumbuhkan rasa sayangku
Lewat cerita mirismu, tentang dia, yang menggeliatkan empatiku
Tidak salah bukan jika  akhirnya kutumbuhkan kuncup-kuncup sayang
Kutumpahkan segala rasa yang selama ini terpendam
Di malam ulang tahun tiga windu sekolah kita
Aku bagaikan raja yang mengantarkan ratunya
Saat kujemput kau, di depan ibumu
Dengan motor bututku, yang dengan pe-de kuaku kereta kencana
Lalu senyum manismu saat mulai duduk di belakangku
Aku seperti putera mahkota yang mendapat singgasananya
Seluruh mata untuk melihatmu
Seluruh telinga untuk mendengarmu
Seluruh hati untuk memperhatikanmu
Meski tanpa sadar, seperti wanita pengagum Yusuf yang mengiris tangannya sendiri
Aku telah membuat luka pada sebongkah hati
Wanita sekelasku, yang diam-diam memperhatikankuTapi rupanya bulan madu itu hanya semalam
Manisnya hilang sekejap ditelan kelam
Berawal dari surat yang kutulis dengan sepenuh puisi
Aku mengharapkan bunga-bunga mimpiku menjadi
Buah cinta yang kau petikkan sendiri
Lewat balasan suratmu
Yang saat itu malu-malu kau berikan padakuKubuka sampul dengan menyiapkan wadah tempat kuletakkan bahagia
Kubaca jawabanmu seperti menanti titah bagindaAih...., rupanya pisau beracun kau cacahkan dengan tega
Saat itu juga
Melalui sepenggal syair lagu Vety Vera
Kau berkata: "Kalau jodoh tak kan kemana"
Hanya itu, tak ada alasan lainnya
Tapi kelak akhirnya kutahu juga
Dia yang kau ceritakan itu, berhasil meluluhkan hatimu
Membuatmu melantakkan hatikuTapi hanya sekejap, karena aku laki-laki
Pantang menyisakan air mata untuk penolakan cinta
Kututup bukumu, kutulis bukuku sendiriRupanya kau tak berhenti menggangguku
Aku sudah melupakanmu, kau menggelitiki memori sayangku
Diawali surat tantemu yang memintaku menyuratimu
Aku tak mampu menolak, kutulis surat lagi
Awalnya manis-manis , lama-lama romantis
Nyaris membuatku kembali berpaling padamuLalu aku sadar, aku punya tujuan
Aku sayang kamu, tapi dengan perhitungan
Apakah kau mau mendampingiku dengan beberapa syarat yang kuajukan?
Saat itu tak ada lagi main-main hati,
Karena rencana masa depan sudah kususun rapiRupanya Dia menunjukkan kasih sayang-Nya kali ini
Aku belum mampu, itu katamu
Baiklah, aku mengiyakan
Dan setelah itu tak pernah ada berita yang kubagikanMaafkan aku menengokmu lagi, lewat jendela memori yang menganga
Setelah semua teman-teman medsos ini, memanggil para mantannya
Lewat kenangan merekaKuharap kau bahagia
Menyisakan doa kebaikan untukku, Â mantan calon tersisa
Seperti yang kupanjatkan untukmu juga
Jakarta, November 2017-Juli 2020
PUISI 2 : SECANGKIR KOPI
Â
Secangkir kopi hitam kau sajikan dari masa silam
Pahit tegukannya masih menyisakan luka
Meski sudah kauredam dengan manisnya maaf yg kaupintaSecangkir kopi tanpa ampas kau sodorkan begitu saja
Aku menggeber nikmat yg kau tawarkan, Â manis yang menggairahkan
Meski akhirnya kusadari, Â nikmatmu terlalu cepat kuakhiriSecangkir kopi mochacino kau persembahkan
Sebagai upaya pungkasmu menundukkan rasaku
Awalnya aku begitu terpaku,
Tapi cepat kusadari
Wanginya tak mampu menghapuskan rinduku
Pada keaslianmuIngin aku kembali ke masa lalu
Minum kopi sambil menubruk kenanganmu
 Jakarta,  November 2017- Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H