Mohon tunggu...
Muhammad Arif Teidha
Muhammad Arif Teidha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Muhammad Arif Teidha Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang dari Program Studi Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Film Dirty Vote Viral Jelang Pemilihan Umum Tahun 2024

5 Juni 2024   22:07 Diperbarui: 5 Juni 2024   22:07 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Film Dirty Vote Viral Jelang Pemilihan Umum 2024

Film dokumenter eksplanatory "Dirty Vote" yang dirilis pada 11 Februari 2024 merupakan karya sutradara Dandhy Dwi Laksono. Film dengan durasi sekitar 1,5 jam tersebut viral di media sosial, bahkan belum dua hari penayangan telah ditonton sebanyak 2 juta tayangan dan tranding di media sosial. Film ini berisi kritik atas sistem demokrasi dan Pemilu di Indonesia untuk kondisi terakhir khususnya jelang Pemilu 14 Februari 2024.

Film ini menampilkan tiga pakar hukum tata negara, yaitu Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Ketiga pakar tersebut menjelaskan berbagai kelemahan, manipulasi politik, dan kecurangan yang terjadi dalam sistem Pemilu di Indonesia.

Satria Unggul Wicaksana Pakar Hukum UM Surabaya menyebut, setidaknya ada beberapa catatan yang perlu disampaikan terkait pesan yang ingin disampaikan dalam film tersebut. Ada 16 catatan yang disampaikan Satria diantaranya:

1.Gabungan suara Jokowi dan Prabowo di pulau Sumatera menunjukkan gejala politik transaksional antara elit politik.

2. Penunjukkan 20 PJ Gubernur dan 82 PJ Walikota/Bupati oleh Presiden Jokowi dianggap sebagai praktik politik balas budi dan menciptakan loyalitas pada petahanan.

3. Kasus penunjukan oleh Tito Karnavian untuk Pejabat Gubernur Papua dianggap mengabaikan aturan yang ada. Ini melambangkan penguasa yang berlaku sewenang-wenang.

4. Pelanggaran Pakta Integritas oleh Bupati Sorong memperlihatkan tipu daya dan ketidakjujuran pejabat publik.

5. Deklarasi GBK oleh 8 organisasi kepala desa (mewakili 81 juta pemilih) diduga sebagai upaya mobilisasi massa untuk kepentingan politik tertentu.

6. Maraknya kasus korupsi dana desa menguatkan fakta penyelewengan anggaran untuk dukungan politik pada Pemilu. Apalagi ada politik transaksional.

7. Banyaknya tekanan dan intimidasi kepada-kepala desa agar mendukung capres incumbent menunjukkan politik ala Orde Baru masih berlangsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun